Cara Berjuang Dengan Cara Yang Cerdas

Posted by Admin on Thursday, 21 February 2002 | Opini

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Setelah terjadi serangan AS atas Afghanistan berkembang perasaan kurang setuju dengan tindakan AS itu dalam lingkungan luas masyarakat Indonesia. Bahkan ada kalangan yang diliputi sentimen anti-AS yang kuat, sedangkan bagian terbesar tidak senang dengan AS tetapi belum sampai demikian kuat perasaannya terhadap negara itu. .

Perasaan demikian ada dasarnya, karena banyak orang melihat serangan AS itu sebagai tindakan mau menang dan benar sendiri. Meskipun semua orang mencela perbuatan terror atas gedung WTC di New York dan Pentagon di Washington DC, namun cara AS melakukan pembalasan dinilai melanggar rasa kepatutan dan kewajaran. Presiden Megawati dengan tepat sekali menyatakan perasaan dan sikap terhadap serangan AS itu, sesuai dengan perasaan mayoritas bangsa kita, ketika berpidato dalam peringatan Isra dan Miradj yang lalu.

Namun mempunyai perasaan kurang suka kepada AS tidak sama dengan berbuat hal-hal yang justru merugikan diri kita sendiri. Ketika pemuda dan mahasiswa mengadakan demo depan kedutaan besar AS maka itu merupakan hal yang wajar. Akan tetapi ketika ada yang mengeluarkan ancaman sweeping terhadap orang asing, khususnya orang AS, apalagi kalau disertai dengan tindakan nyata, maka itu adalah perbuatan bodoh sekali. Sebab mesin perang AS sama sekali tidak terpengaruh oleh penahanan dan pengusiran beberapa orang asing oleh pemuda Indonesia. Sebaliknya perbuatan kurang bijaksana itu menimbulkan kerugian pada usaha bangsa Indonesia untuk memperbaiki ekonominya. Sebab berita tentang sikap dan perbuatan kurang bijaksana itu cepat tersebar luas di luar negeri. Dan sudah barang tentu diperbesar oleh mereka yang memang kurang senang dengan Indonesia, seakan-akan bangsa Indonesia sudah memusuhi semua orang asing. Akibatnya amat buruk ketika tidak saja investor asing tidak mau menanamkan modal di Indonesia, malahan wisatawan asing yang tadinya berminat datang ke negara kita turut menjadi takut. Padahal kita memerlukan sekali peningkatan investasi untuk mengatasi besarnya pengangguran yang menurut laporan mencapai jumlah 40 juta orang. Juga pariwisata merupakan sumber penghasilan bagi banyak kalangan masyarakat yang dengan keadaan demikian kehilangan pemasukan yang amat mereka perlukan.

Nampaknya kita masih harus belajar untuk berjuang secara cerdas agar dapat tercapai tujuan kita dan bukan sebaliknya kita justru makin terpuruk. Berjuang secara cerdas memerlukan sikap yang harmonis antara penggunaan rasio atau nalar dan emosi atau nafsu. Memang emosi merupakan faktor penting dalam kehidupan kita karena menimbulkan semangat perjuangan yang tinggi dan kuat. Akan tetapi kalau emosi tidak diimbangi dengan pemikiran rasional, tidak mustahil emosi itu akan membakar diri kita sendiri. Padahal kita berjuang tentu dengan tujuan untuk menang, bukan untuk kalah.

Kalau kita kurang setuju dengan AS maka harus dapat kita usahakan dan ciptakan kondisi agar dapat membuat AS mengakui kebenaran pendirian kita. Namun harus kita sadari bahwa hal itu tidak mudah karena dalam kenyataan Indonesia masih amat besar ketergantungannya pada AS. Baru kalau kita telah menjadi cukup kuat dan sangat berkurang ketergantungan kita, maka kita lebih leluasa untuk mendesak AS mengikuti pendirian dan kehendak kita. Apabila kita tidak mau atau tidak suka melihat kenyataan ini dan berbuat hanya berdasarkan perasaan kita yang kurang senang terhadap AS, maka kita harus menanggung konsekuensinya, antara lain tidak kunjung membaiknya kondisi perekonomian kita.

Kita patut mengambil pelajaran dari Jepang dan Korea Selatan dalam menjalankan perjuangan nasional. Ketika Jepang takluk kepada AS dalam Perang Dunia Kedua karena tidak mampu menghadapi serangan dengan bom atom, maka dalam sekejap para pemimpin Jepang mengajak bangsanya untuk mengubah sikap secara radikal. Tadinya setiap rumah tangga sudah siap untuk melakukan perlawanan gerilya untuk menghadapi pendaratan tentara AS, sebagaimana sudah dilakukan di kepulauan Okinawa. Akan tetapi setelah takluk para pemimpin Jepang mengajak bangsanya untuk meninggalkan tekad untuk gerilya dan menyimpan baik-baik segala peralatan dan senjata yang sudah disiapkan. Sebaliknya semua orang dianjurkan untuk bersikap ramah tamah terhadap tentara AS yang sebentar lagi akan datang untuk menduduki Jepang, sekalipun batinnya amat membencinya. Perubahan sikap ini diperlukan para pemimpin Jepang untuk mengubah pikiran dan perasaan orang AS terhadap Jepang dan malahan untuk mengambil hati para penguasa AS agar kebijaksanaannya tidak terlalu merugikan masa depan Jepang. Juga para pemimpin Jepang menyadari bahwa kekalahannya dalam perang bukan karena kemampuan militernya inferior, tetapi karena keunggulan AS dalam industri dan khususnya manajemen industri serta produksinya yang hebat. Maka kalau Jepang hendak bangkit kembali dan menyamai, apalagi mengungguli AS, maka Jepang harus dapat merebut lebih dahulu keunggulan AS dalam industri.

Keberhasilan strategi Jepang terbukti ketika orang Amerika, termasuk para pemimpinnya, terheran-heran melihat keramah-tamahan masyarakat Jepang. Padahal sebelumnya diperkirakan bahwa Amerika akan mengalami banyak kesulitan dalam pendudukan Jepang. Ini semua tidak berarti bahwa orang Jepang menyukai Amerika, tetapi mereka pandai sekali menyembunyikan perasaannya demi kepentingannya. Kemudian Douglas MacArthur sebagai penguasa AS justru ingin memperkuat Jepang untuk dijadikan mitra tangguh menghadapi serbuan komunis di Asia Timur. Hampir segala permintaan Jepang dipenuhinya, termasuk tetap dipeliharanya Kaisar Jepang sebagai kepala negara, sekalipun tadinya ada kehendak kuat untuk menghukumnya sebagai penjahat perang. Juga permintaan orang Jepang untuk belajar manajemen modern dipenuhi dengan mendatangkan pakar manajamen AS. Kedatangan Edward W. Deming yang membawa konsep Total Quality Control amat besar dampaknya, karena inilah yang membuat industri Jepang makin maju, efisien dan kompetitif. Setelah perusahaan Jepang benar-benar kuat, maka baru Jepang mengambil langkah bangkit melawan AS. Membanjirnya produk elektronika Jepang ke AS melumpuhkan industri elektronika negara itu. Apalagi kemudian diikuti oleh invasi produk otomotif Jepang yang tadinya sama sekali tidak dikenal eksistensinya. Kita semua ingat betapa terdesak AS oleh gerak ekonomi Jepang dalam tahun 1980-an sehingga hampir saja terjadi perang ekonomi antara dua negara itu. Jepang yang hancur lebur oleh serangan atom dan bom bakar AS dalam Perang Dunia Kedua telah berubah menjadi saingan ekonomi AS yang terkuat di dunia. Hanya karena masyarakat Jepang tidak setuju dengan militerisasi, maka kekuatan militer Jepang tidak berkembang menyaingi kekuatan militer AS.

Contoh lain adalah Korea Selatan yang rakyatnya amat membenci Jepang karena dijajah selama 35 tahun secara keji. Akan tetapi kebencian rakyat Korea disalurkan ke usaha positif dalam membangun rakyat dan negara Korea. Orang Korea menyalurkan kebenciannya dengan membuat Korea dapat mengalahkan Jepang dalam segala aspek kehidupan. Akan tetapi untuk dapat mengalahkan Jepang, Korea tidak segan-segan mengambil cara Jepang dalam membangun dirinya. Seoul, ibu kota Korea, dibangun seperti Tokyo untuk kemudian mengalahkan Tokyo. Perusahaan besar Korea seperti Hyundai, Samsung dan lainnya meniru sogo shosha Jepang seperti Mitsubishi, Mitsui, untuk dapat menyainginya dan mengalahkannya. Dalam olahraga Korea harus mengalahkan Jepang, hal mana kemudian dibuktikan dalam Olympiade Seoul. Dalam pendidikan para pemuda Korea harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi lebih hebat dari pemuda Jepang. Memang kemudian pimpinan perusahaan Toyota mengakui bahwa persaingan paling berat bukan datang dari GM atau Ford Amerika, tetapi dari Korea Selatan yang begitu kuat semangat perjuangannya tetapi juga amat rasional.

Mudah-mudahan bangsa Indonesia pun dapat berlaku cerdas dalam perjuangannya. Memang kita harus menjadi bangsa yang makin mandiri dan makin mampu memanfaatkan potensi nasional kita. Akan tetapi hal demikian memerlukan cara perjuangan yang cerdas, ulet dan sabar, disertai persatuan and disiplin keras. Semoga kita berhasil !

RSS feed | Trackback URI

2 Comments »

Comment by cara cerdas
2010-01-06 19:05:40


Jika Anda ingin mencetak nilai bagus tanpa kehilangan terlalu banyak waktu yang berharga, maka Anda harus fokus pada bagaimana belajar pintar.

Comment by sayidiman suryohadiprojo
2010-01-08 08:17:46


Sdr Cara Cerdas,

Fokus belajar pintar jauh dari memadai. Selain pintar harus berkarakter kuat dan tangguh (contoh orang Korea dan Jepang), serta sifat2 watak yang baik. Di Indonesia sekarang banyak sekali orang pintar (lihat saja banyaknya doktor2 dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan). Tapi karena kurang kuat dalam karakter hasilnya ya kaya sekarang saja. Lemah sekali dalam kepemimpinan dan manajemen di mana2. Teori hebat, implementasi lemah. Salam,

Sayidiman S

 
 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post