Dapatkah AS Menguasai Timur Tengah?

Posted by Admin on Saturday, 29 November 2003 | Opini

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa serangan AS ke Afghanistan dan Irak bukan semata-mata bagian dari perang melawan terorisme. Buktinya Afghanistan sudah begitu lama dikuasai, tetapi Osama bin Laden yang dituduh menjadi penggerak pengeboman 11 September 2001 dan katanya dilindungi Taliban, hingga kini belum tertangkap. Dan di Irak tidak dapat dibuktikan bahwa ada hubungan antara Saddam Hussein dan Osama bin Laden; demikian pula tidak dapat ditemukan senjata destruksi massal yang katanya amat membahayakan keamanan AS sehingga membenarkan dilakukan pre-emptive strike.

Sudah jelas bahwa baik serangan ke Afghanistan maupun ke Irak merupakan bagian dari upaya AS untuk menegakkan hegemoninya atas dunia, upaya yang sudah dimulai setelah Perang Dunia Kedua berakhir dan menjadi makin kuat setelah memenangkan Perang Dingin.

Penegakan hegemoni itu memerlukan dominasi dalam kontrol atas suplai minyak sebagai bahan energi yang terpenting sebelum hidrogen menggantikan perannya. Dengan mengontrol suplai minyak bumi, AS tidak saja menjamin keperluannya sendiri, tetapi yang lebih penting adalah kontrol yang dapat dilakukan terhadap suplai minyak ke pihak-pihak yang menjadi saingannya yang semuanya juga memerlukan minyak. Meskipun Eropa Barat dan Jepang secara politik sekutu AS, namun dalam ekonomi mereka merupakan saingan yang berat. Padahal Eropa Barat dan Jepang memerlukan banyak suplai minyak Timur Tengah.

Selain itu adalah Cina yang makin pesat perkembangannya sebagai negara industri dan diprediksi oleh pakar ekonomi akan menyamai atau bahkan melampaui AS sebagai kekuatan ekonomi dunia. Makin lama makin nyata bahwa keperluan minyak Cina tidak cukup dipenuhi dari sumbernya sendiri dan sangat memerlukan tambahan dari luar. Untuk itu Cina juga sangat bergantung pada suplai minyak Timur Tengah dan Asia Tengah. Maka kalau AS dapat menguasai suplai minyak Timur Tengah dan Asia Tengah, ia dapat memaksa ketergantungan saingan dan bakal saingannya kepadanya.

Menguasai Minyak

Untuk menguasai minyak itulah AS perlu menguasai Irak yang merupakan negara minyak kedua setelah Arab Saudi. Sedangkan Arab Saudi sendiri sudah lama dikuasai AS. Tidak mengherankan AS pada tahun 1953 menjatuhkan Perdana Menteri Mossadegh di Iran yang juga negara kaya minyak di Timur Tengah. Sebab Mossadegh bersikap nasionalis yang kurang melayani kepentingan AS. Gerakan CIA dapat menurunkan Mossadegh dari kekuasaan dan mendudukkan Reza Pahlevi sebagai Syah Iran yang sepenuhnya berpihak AS.

Jatuhnya Reza Pahlevi merupakan bencana bagi AS karena penggantinya, yaitu kaum revolusioner Islam di bawah pimpinan Ayatollah Khomeini, membenci Amerika. Itu sebabnya AS mendukung Irak dan Saddam Hussein ketika berperang melawan Iran. Dan kemudian ketika Saddam Hussein pun kurang dapat dikuasai, Irak dan Iran bersama Korea Utara digolongkan Poros Ke- jahatan.

Sekarang setelah menguasai Irak, AS tampak mulai mengarahkan pandangannya ke Iran. Tuduhannya bahwa Iran mempunyai dan mengembangkan senjata destruksi massal dapat dijadikan alasan untuk menyerang Iran, sebagaimana telah dilakukan terhadap Irak.

Afghanistan penting bagi AS karena secara tidak langsung mendukung penguasaan minyak Asia Tengah. Diperlukan penyaluran minyak itu dari ladangnya di pedalaman Asia Tengah dan jalan terbaik adalah disalurkan melalui pipa ke pelabuhan di Samudera Hindia. yang kemungkinan di Pakistan; sedangkan pipa itu harus melintasi daratan Afghanistan. Perusahaan Halliburton yang pimpinannya adalah Dick Cheney yang kemudian menjadi Wakil Presiden AS, yang sebenarnya membuat pipa itu, akan tetapi mengalami kesulitan dengan Taliban ketika menguasai Afghanistan.

Dengan sekarang mendudukkan orang yang dekat dengan AS sebagai pimpinan Afghanistan, maka AS menguasai negara itu serta dapat melanjutkan rencananya.

Penguasaan Timur Tengah tidak hanya penting bagi AS karena faktor minyak. Letak strategis Timur Tengah sebagai posisi silang di geografi dunia mempunyai arti yang sangat menentukan sepanjang sejarah umat manusia. Itu adalah alasan kedua bagi AS untuk menguasai Timur Tengah yang amat signifikan dalam penegakan hegemoni.

Sekaligus dapat diberikan peran yang penting kepada Israel sebagai sekutu AS paling dekat. Israel-lah yang akan menduduki posisi kunci itu yang menguntungkan baik AS maupun Israel. Juga akan menimbulkan dukungan kaum Yahudi di AS yang kuat ekonominya dan pengaruh politiknya. Sebab itu, tidak boleh ada negara lain di Timur Tengah mempunyai senjata nuklir selain Israel.

Tetapi mudahkah AS mewujudkan kehendaknya ? Ternyata pendudukan Afghanistan belum dapat menjamin penguasaannya. Osama bin Laden belum juga tertangkap sekalipun AS mengerahkan pasukan terbaiknya untuk memburunya. Mulai ada tanda-tanda Taliban bergerak kembali meskipun kebanyakan rakyat Afghanistan tidak menyukai mereka.

Di Irak lebih kurang jelas penguasaan AS, sekalipun pada mulanya serangan AS amat lancar dan cepat mencapai hasil. Justru setelah seluruh Irak diduduki pasukan AS dan sekutunya terjadi perlawanan. Setiap hari ada prajurit AS yang mati sekalipun secara resmi perang dinyatakan berakhir.

AS dan sekutunya mengalami perlawanan gerilya Irak yang makin efektif sehingga kekuasaan administratif di bawah pimpinan Paul Bremer kurang dapat berjalan. Hal itu membuat rakyat Irak menderita karena tidak ada listrik dan aliran air yang memadai. Mulailah rakyat Irak membenci pasukan pendudukan.

Mengakhiri Perlawanan

Menghadapi itu semua AS telah mengumumkan bahwa kekuasaan pemerintahan akan diserahkan kepada bangsa Irak pada bulan Juni 2004. Akan tetapi pasukan AS akan tetap tinggal di Irak, hal mana memang harus dilakukan untuk tujuannya menguasai Irak.

Sekarang sedang dilakukan operasi militer intensif untuk mengakhiri perlawanan gerilya. Masih harus kita lihat apakah gerilya Irak cerdas dan efektif menghadapi operasi militer itu, seperti dulu dibuktikan gerilya Vietnam.

Kalau gerilya Irak cukup cerdas, maka operasi militer itu akan gagal, yaitu kalau pandai memanfaatkan faktor rakyat dan tidak menyambut operasi militer AS dengan perlawanan terbuka. Sebab perlawanan terbuka dapat dihancurkan militer AS dengan persenjataannya yang unggul. Juga tidak mungkin operasi lawan-gerilya AS dapat berhasil kalau rakyat kurang mendukungnya. Inilah yang harus dimanfaatkan gerilya Irak, tetapi itulah yang masih harus dibuktikan.

Kalau AS kurang berhasil mengatasi gerilya Irak, maka juga penguasaannya atas Irak menjadi persoalan. Kalau baik Afghanistan maupun Irak kurang dapat dikuasai sebagaimana mestinya, kecil kemungkinan rakyat AS menyetujui pemerintahnya menyerang Iran atau Syria.

Maka usaha AS menguasai Timur Tengah tidak akan menjadi kenyataan. Pasti AS akan tetap menempatkan kekuatan militernya di Afghanistan dan Irak, demikian pula posisinya di Arab Saudi dan di daerah Teluk akan dipertahankan.

Namun itu semua tidak cukup untuk menguasai Timur Tengah. Apakah ini merupakan indikasi overstretch yang dikatakan Paul Kennedy dalam bukunya The Rise and Fall of Great Powers masih harus kita lihat lebih lanjut. Yang jelas adalah bahwa usaha hegemoni AS akan mengalami hambatan yang amat berarti.

Source : http://www.suarapembaruan.com/News/2003/11/29/

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post