SIKAP KENDALI DIRI DALAM PEMBANGUNAN BANGSA

Posted by Admin on Saturday, 27 July 2013 | Opini

Sayidiman Suryohadiprojo

Kendali Diri (Self Control) merupakan faktor penting dalam kehidupan Manusia. Itu dapat dilihat dalam semua agama dan ajaran moralitas. Sebab itu masuk akal bahwa Kendali Diri juga berpengaruh dalam Pembangunan Bangsa.

Kalau kita bandingkan kemajuan dalam Pembangunan Bangsa yang dibuat bangsa Indonesia dengan yang dilakukan bangsa Jepang, terlihat perbedaan cukup mencolok. Pembangunan Jepang dimulai dengan Restorasi Jepang pada tahun 1868, setelah pada tahun 1853 Jepang dipaksa membuka diri oleh pelaut AS komodor Perry. Pada akhir abad ke 1900, jadi dalam 32 tahun, Jepang mencapai tingkat kemajuan yang setingkat bangsa Barat. Itu dibuktikan ketika pada tahun 1904 Jepang sanggup memerangi Russia yang termasuk negara maju dan kuat di Eropa. Malahan pada tahun 1905 Jepang mengalahkan Russia dengan kemampuan militernya di darat maupun laut. Itu hanya dimungkinkan oleh cukup majunya industri Jepang dan kondisi masyarakat yang berkembang menjadi modern.

Indonesia pada tahun 2013 akan merayakan kemerdekaannya yang ke 68. Kalau pembangunan Indonesia dianggap baru mulai tahun 1950 setelah mengakhiri Perang Kemedekaan, maka tahun 2013 bangsa Indonesia telah melakukan Pembangunan Bangsa selama 63 tahun. Kondisi bangsa Indonesia pada tahun 2013 sukar disebut maju dan sejahtera. Tahun ini terjadi pembobolan banyak penjara, mengindikasikan rendahnya mutu manajemen di bidang hukum. Selain itu banyak terjadi konflik kekerasan antara sesama bangsa Indonesia, menunjukkan lemahnya kohesi sosial. Dan bangsa Indonesia tetap jauh dari sejahtera dengan tingginya angka kemiskinan dan jurang lebar antara kaya dan miskin, padahal ada potensi besar sekali untuk sejahtera berupa Sumberdaya Alam (SDA) yang kaya. Dan rusaknya negara dan masyarakat oleh merajalelanya korupsi di segala bidang yang merugikan negara trilyunan rupiah.

Kepemimpinan dan Manajemen yang terjadi di Jepang pada waktu Restorasi Meiji berlaku atas dasar sikap hidup Samurai yang mengendalikan masyarakat. Sikap Bushido sebagai sikap Samurai menuntut dari pemimpin untuk senantiasa memperhatikan Kejujuran, Keberanian, Kemurahan Hati, Kesopanan, Kesungguhan (sincerity), Kehormatan atau Harga Diri (Honour), kesetiaan dan loyalitas kepada kelompok dan pimpinan, Hidup Sederhana (frugal) . Untuk itu semua diperlukan Kendali Diri (self control).

Karena kaum Samurai berpikir bahwa untuk kelangsungan Jepang harus ada usaha kuat untuk menguasai keunggulan Barat, maka diputuskan bahwa Jepang harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan Barat dan menjadikan Barat mampu untuk mendominasi dunia. Para pemimpin Jepang bertekad untuk melakukan Modernisasi untuk menjamin kelangsungan bangsa dan negara Jepang. Jepang mengartikan Modernisasi sebagai usaha menciptakan kemampuan hidup jasmani seperti Barat, untuk melindungi dan mengamankan kehidupan batin Jepang yang asli. Jadi Modernisasi bagaikan pakaian dan senjata, bukan sesuatu yang mengubah Jepang serta kepribadiannya.

Atas dasar itu kaum Samurai memutuskan untuk merombak masyarakat Jepang. Kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh Shogun dicabut dan dikembalikan kepada Tenno Heika atau Kaisar yang kemudian pindah dari Kyoto ke Tokyo. Sebab itu usaha mencapai persamaan kemampuan dengan Barat dinamakan Restorasi Meiji karena waktu itu yang berkuasa adalah Meiji Tenno.

Kemudian kaum Samurai memutuskan bahwa perombakan masyarakat harrus melakukan pembubaan Samurai sebagai golongan berkuasa. Sampai waktu itu masyarakat Jepang terbagi dalam 4 strata atau golongan. Paling atas dan yang berkuasa adalah golongan Samurai. Di bawah itu adalah golongan Petani, di bawah Petani adalah golongan Tukang atau Pekerja Pabrik (artisan) dan paling bawah adalah golongan Pedagang.

Maka keputusan untuk membubarkan Samurai amat unik dan menunjukkan kesediaan berkorban total untuk negara dan bangsa. Belum pernah ada di dunia satu kaum berkuasa membubarkan diri. Dengan bubarnya golongan Samurai anggota-anggotanya mau tidak mau harus menjadi bagian dari golongan lain, yaitu menjadi petani, pengusaha, pedagang. Sebab yang bisa terus menjalankan fungsi Samurai, yaitu menjadi pejabat pemerintah, militer atau polisi hanya terbatas jumlahnya. Dan mereka hanya mendaat bantuan keuangan amat sedikit dari pemerintah, sehingga untuk tetap daat hidup harus mencari pekerjaan di luar fungsi Smurai. Maka dengan masuknya Samurai menjadi Petani, Tukang atau Pekerja Pabrik dan Pedagang sikap Bushido menjalar ke seluruh masyarakat Jepang. Dengan begitu masyarakat Jepang kompak dan mengembangkan semangat Bushido dalam setiap aspek kehidupan. Inilah salah satu sebab utama sukses Jepang membangun bangsa dari ketertinggalannya terhadap Barat dalam waktu 32 tahun saja.

Satu contoh dari sikap ini adalah penolakan Jepang menggunakan modal asing dalam pembangunan industri sebelum industri itu cukup kuat untuk tidak didominasi asing atau Barat. Karena ekspor sutera menjadi satu-satunya modal untuk membiayai pembangunan, maka sikap hidup sederhana penuh kesungguhan ( makoto ) amat bermanfaat penggunaan setiap yen setepat mungkin.

Seperti untuk mendatangkan mesin-mesin dari Barat Jepang bertekad untuk membuat mesin-mesin itu sendiri dengan meniru konsep mesiin itu. Jepang membeli 2 mesin tekstil dari Inggeris. Dengan yang satu ia minta diajari penjualnya bagaimana menggunakannya. Sedang mesin kedua dibongkar secara sistematis dan hati-hati untuk kemudian dirakit kembali (reverse engineering) . Dengan begitu Jepang kemudian dan tentu melalui perjuangan yang bukan tanpa kegagalan dan bangkit kembali, ia mampu memproduksi mesin tekstil itu sendiri. Proses serupa ditempuh untuk membangun perkereta-apian karena Jepang yakin penjualnya dari Barat tidak akan mau mengajarnya bagaimana membuat mesin atau lokomotif. Dengan cara demikian dan didukung semangat juang mencapai keberhasilan, yaitu menyamai Barat, yang memungkinkan Jepang menjadi bangsa yang kuat dan maju pada awal abad ke 20.

Kalau kita sekarang menelusuri perkembangan bangsa Indonesia sejak 1950 kita mendapatkan banyak hal yang kurang mendukung pembangunan bangsa yang efektif. Sikap pemimpin yang kurang Kontrol Diri dan berakibat banyak pemborosan dana, tenaga dan waktu sering terjadi. Terbukti dalam sejarah kalau kita teliti secara obyektif bahwa bukan kekurangan atau kelemahan dalam ilmu pengetahuan yang acapkali mengakibatkan melesetnya pembangunan bangsa kita, tetapi karena lemahnya Kendali Diri, seperti kurang menguasai hawa nafsu dan berdisiplin dalam pemikiran dan tindakan.

Seperti sikap Presiden Sukarno untuk mengabaikan konsolidasi nasional setelah integrasi Irian Barat (sekarang disebut Papua). Keberhasilan Indonesia mengintegasikan Irian Barat dalam wilayah nasional adalah penting karena dengan begitu terwujud sudah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perjuangan mencapai itu di pihak lain meninggalkan banyak hal yang perlu diiperbaiki, khususnya memperbaiki kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyat banyak. Jadi akal sehat mengatakan bahwa setelah keberhasilan itu Indonesia melakukan konsolidasi ke dalam. Akan tetapi bukan itu yang dilakukan Presiden Sukarno. Ia langsung membawa Indonesia dalam perjuangan internasional melawan Neo-Kolonialisme dan Neo-Imperialisme yang memang sedang terjadi di dunia. Dilihat dari pandangan perjuangan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila adalah benar melakukan perjuuangan itu. Akan tetapi kalau digunakan akal sehat yang bebas dari hawa nafsu perjuangan demikian memerlukan kekuatan besar karena menghadapi negara-negara maju dan kuat seperti AS dan Inggeris. Dan Indonesia waktu itu belum kuat, terutama karena ekonominya masih perlu dibangun. Maka kurangnya Kendali Diri pada Bung Karno untuk membangun ekonomi yang mantap, sebaliknya mementingkan politik sehingga pada tahun 1965 inflasi mencapai lebih dari 600 persen, justru menjadikan tragedi kegagalan Bung Karno dan kacaunya masyarakat Indonesia. Hal itu sangat merugikan bangsa Indonesia karena harus mulai dari awal lagi. Padahal sebenarnya Bung Karno dapat dengan relatif mudah mengembangkan sumberdaya alam Indonesia yang amat berharga menjadi kekuatan nasional karena waktu itu seluruh dunia menyaksikan keberhasilan kita sehingga berkepentingan membantu untuk mendapat tempat di samping Indonesia yang telah menjadi kekuatan utama di Asia Tenggara.

Hal lain yang juga indikasi kurangnya Kendali Diri adalah kesediaan pimpinan bangsa Indonesia setelah tahun 1965 untuk menyetujui penguasaan kaum pemodal besar AS atas sumberdaya Alam kita. Padahal Jenderal Soeharto dan Sultah HB IX adalah orang-orang yang tak diragukan jiwa patriotnya. Juga sikap merugikan itu hingga sekarang merupakan kelemahan bagi Indonesia yang menjadi sebab Indonesia tak kunjung maju dan sejahtera.

Juga merajalelanya korupsi sekarang di semua bidang adalah satu keanehan buat masyarakat Indonesia yang perkembangan agamanya begitu intensif. Semua ajaran agama sepertinya hanya disimpan untuk dakwah dan tidak danggap perlu untuk dilaksanakan. Bahkan digunakan untuk mengumbar hawa nafsu dengan bersikap radikal dan melampiaskan nafsunya dengan kekerasan terhadap semua hal yang tak disetujui, termasuk menghantam penganut sesama agama apalagi agama lain. Padahal dalam ajaran setiap agama Kendali Diri adalah hal yang amat diutamakan. Dan hal kelemahan tidak melakukan Kendali Diri tidak terbatas pada pengikut agama, malahan juga para pemimpinnya dan ada ustadz terkenal terjirat dalam masalah korupsi besar.

Maka setelah 63 tahun hidup sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat di negara yang oleh Tuhan dikaruniai dengan begitu banyak potensi, Indonesia pada tahun 2013 masih jauh dari kondisi bangsa yang sesuai dengan Dasar Negaranya Pancasila. Kemampuan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang rakyatnya maju serta sejahtera serta negaranya kuat serta tata tenteram, sangat tergantung pada kemampuuan mengubah diri menjadi bangsa yang lebih memberi perhatian kepada Kendali Diri. Dengan sikap yang kuat Kendali Dirii akan dihasilkan kepemimpinan dan manajemen yang efektif sehingga tercapai Tujuan Nasional kita, yaitu masyarakat yang Adil dan Makmur di dalam Negara Republik Indonesia yang aman sentosa .

Jakarta, 27 Juli 2013

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post