MENGENANG LONG MARCH SILIWANGI

Posted by Admin on Thursday, 18 December 2014 | Catatan

Sayidiman Suryohadiprojo

Tiba-tiba di pagi hari ini, tanggal 18 Desember 2014, timbul kenangan pada Long March Siliwangi 66 tahun lalu, Jalan Jauh dari Jawa Tengah ke Jawa Barat yang dilakukan pasukan Siliwangi. Karena Persetujuan Renville pasukan Siliwangi pada tahun 1947 harus meninggalkan Jawa Barat untuk hijrah ke Jawa Tengah. Keputusan itu menimbulkan banyak persoalan dan kesulitan bagi pasukan Siliwangi dan keluarganya yang tak mau ditinggalkan di Jawa Barat. Sebab itu semua ingin kembali ke kampong halamannya di Jawa Barat. Hal itu menjadi kenyataan ketika ada perkembangan dalam sengketa RI – Belanda sehingga Persetujuan Renville otomatis batal.

Perkembangan itu timbul ketika jenderal Spoor sebagai pimpinan tentara Belanda pada 18 Desember 1948 fajar mendaratkan pasukannya di Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Adi Sucipto). Serangan tentara Belanda menjadi awal dari Perang Kemerdekaan Kedua bagi bangsa Indonesia, khususnya untuk TNI.

Sebenarnya pimpinan TNI sejak semula yakin bahwa Belanda tidak mau membiarkan Republik Indonesia tetap eksis dan akan menyerang lagi untuk meruntuhkan pemerintah RI yang ada di Yogyakarta. Sebab itu pasukan Siliwangi sudah mendapat perintah pendahuluan untuk bergerak kembali ke Jawa Barat seketika Belanda mulai menyerang. Juga telah ditetapkan daerah perlawanan di Jawa Barat yang harus menjadi tujuan gerakan Itu. Maka serangan Belanda ke Maguwo mentrigger Long March atau Jalan Jauh dari tempat pasukan-pasukan sekarang berada menuju ke daerah yang telah ditetapkan sebagai Wehrkreis atau Daerah Perlawanan masing-masing di Jawa Barat.

Sebagai Taruna Akademi Militer Yogya saya pada 28 November 1948 baru saja dilantik oleh Presiden Sukarno menjadi Letnan Dua TNI-AD. Pada 18 Desember 1948 saya ada di Markas Divisi Siliwangi di Solo, sebab setelah pelantikan mendapat perintah Markas Besar TNI menjadi Perwira di Siliwangi. Setelah pada 30 November lapor kepada Pd Panglima Siliwangi, letkol Daan Yahya, saya ditetapkan sebagai anggota Batalyon Nasuhi. Ketika sebagai Taruna bertugas sebagai komandan peleton di Yon Nasuhi menghadapi pemberontakan PKI Madiun, mayor Nasuhi minta saya untuk ditempatkan di batalyon itu setelah selesai pelantikan di Yogya.

Maka itu berarti bahwa pada 18 Desember ketika Long March dimulai saya harus menejar pasukan Nasuhi yang sudah ada di garis perbatasan di sekitar Banjarnegara dan hari itu mulai bergerak ke Jawa Barat. Karena tak dapat bergerak sendiri, saya ikut Staf Divisi Slw (SDS) yang hari itu juga harus gerak,ke Jawa Barat dengan dikawal Batalyon Co-Troep di bawah pimpinan mayor Umar Wirahadikusuma dan Batalyon A3W dengan pimpinan mayor Achmad Wiranata Kusuma.

Pada siang hari anggota SDS berkumpul di halaman markas dan sore hari mulai jalan, berputar-putar di selatan Solo dan ternyata akhirnya sekitar jam 1900 tiba di stasiun Purwosari di bagian barat kota Solo. Untung saya sudah siap menghadapi keharusan bergerak jalan jauh. Saya hanya membawa kelambu lapangan yang sekali gus berfungsi menjadi tempat membawa pakaian sekedarnya. Di Purwosari seluruh anggota SDS, pasukan pengawal dan keluarganya naik KA yang sudah tersedia. Yang memimpin adalah mayor Saragih sebagai Perwira paling senior karena pimpinan SDS letkol Daan Yahya berada di luar Solo. Kereta Api kemudian bergerak di gelap malam ke arah barat atau Yogya. Gerakan dengan KA dilakukan untuk mendekatkan pasukan ke garis perbatasan secara cepat dan kemudian baru jalan kaki. Dan KA harus berjalan malam untuk menghindari serangan udara Belanda.

Namun tanggal 19 Desember masih fajar sekali kereta berhenti dan terdengar perintah bahwa semua harus turun. Ternyata KA tak dapat bergerak lebih jauh ke barat karena Yogya dan Maguwo sudah dikuasai Belanda. Pimpinan memutuskan untuk segera bergerak ke arah utara dan sejak itu buat penulis Long March benar-benar dimulai. Karena saya ingin secepat mungkin mengejar Yon Nasuhi , maka sejak rombongan lewat Kaliurang dan mendekati jalan besar Yogya – Magelang, saya melepaskan diri dari rombongan yang lambat geraknya, terpengaruh oleh banyaknya keluarga yang ikut jalan dengan Yon A3W.

Pada hari pertama kita dapat berita kurang enak, yaitu seluruh pemerintah RI termasuk Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta , telah ditawan Belanda. Namun kemudian pada hari keempat datang kabar gembira, Panglima Besar Sudirman berhasil keluar Yogya dan menyatakan akan memimpin perlawanan gerilya. Berita itu sungguh membesarkan hati setelah mendapat berita Dwi Tunggal Sukarno-Hatta ditawan. Semangat perjuangan seperti melonjak bergelora dalam dada saya sebagai pemuda umur 21 tahun. Saya menjadi yakin sekali bahwa perjuangan akan terus berjalan sekalipun pimpinan nasional ditawan.

Bersama beberapa kawan kita bergerak cepat menuju ke Jawa Barat dan sempat bergabung dengan kelompok MBKD (Markas Besar Komando Jawa) untuk Jawa Barat yang dipimpin letkol Sukanda Bratamanggala. Saya dapat bayangkan betapa pasukan-pasukan harus menghadapi berbagai halangan ketika Jalan Jauh itu, karena dalam bulan Desember hujan yang tiap hari turun dan membuat sungai-sungai banjir dengan aliran air yang deras. Menyeberangi sungai Serayu menjadi masalah yang tidak ringan. Dan jalan-jalan di daerah pegunungan yang harus dilalui menjadi amat licin. Akan tetapi untung bahwa rakyat sepanjang jalan memberikan bantuan yang ikhlas, baik berupa informasi, penunjukan jalan, dalam penyeberangan dan bahkan makanan. Tanpa persatuan TNI-Rakyat itu tak mungkin usaha kita berhasil. Kita mendengar dari rakyat bahwa ada pasukan yang mengalami pukulan dramatis ketika ada anggota keluarga terseret air dalam penyeberangn sungai. Juga ada pasukan yang kehilangan anggota yang berusaha menyelamatkan mitralyur yang terseret air sungai. Pasukan umumnya menghindari pertempuran dengan Belanda untuk mencegah pelambatan gerak. Toh ada pasukan yang sempat memukul pasukan Belanda sambil bergerak. Ada berita bahwa unsur Yon Darsono sempat memukul Belanda di Adjibarang. Juga Yon Kemal Idris digabungi anggota pasukan Belanda yang habis mengalami pukulan, antara lain serdadu bernama Prinsen yang kemudian menjadi warga Negara RI.

Dengan jumlah manusia yang bergerak, yaitu sebagai pasukan dan keluarganya yang tidak sedikit, faktor makanan juga menjadi masalah. Sekalipun rakyat membantu dengan ikhlas, tetapi buat pasukan yang bergerak belakangan tidak jarang menghadapi keadaan kehabisan makan. Yang sangat mengalami itu adalah Yon A3W yang bergerak paling belakang dan banyak sekali keluarganya. Terutama ketika berada di daerah gunung Slamet faktor makan itu amat terasa. Sebetulnya ada jalan selatan yang terus berada di daerah datar. Akan tetapi sangat sedikit pasukan lewat jalan di daerah datar itu karena lebih besarnya kemungkinan berhadapan dengan pasukan Belanda sehingga gerak terhambat. Bagian terbesar lewat jalan utara lewat gunung Slamet.

Sekalipun berusaha mengejar Yon Nasuhi dengan cepat saya tak berhasil bergabung sebelum masuk Jawa Barat. Sebab Yon Nasuhi yang kebanyakan anggotanya berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur kurang sekali membawa keluarga. Jadi geraknya cepat sekali sedangkan Wehrkreis Yon Nasuhi adalah kabupaten Ciamis di sebelah utara sungai Citandui, yaitu bagian paling timur Jawa Barat.

Ketika pada satu sore saya tiba di lereng bukit yang menjadi batas Jawa Tengah-Jawa Barat, saya ketemu rakyat yang bersedia menjadi petunjuk jalan. Ia memberi tahu bahwa pasukan Nasuhi sudah ada di daerah Ciamis dan ia bersedia mengantarkan saya ke pasukan Nasuhi yang terdekat. Senang sekali rasanya ketika hari berikutnya saya dapat bertemu anggota kompi II Yon Nasuhi yang kemudian mengantarkan saya ke pos Kapten Kaharudin, Dan Ki II Yon Nasuhi , di desa Negara Pageuh di daerah Penawangan. Kapten Kaharudin mengatakan bahwa saya tak perlu menuju ke pos mayor Nasuhi di dekat kota Ciamis, karena ia mendapat berita bahwa pak Nasuhi sedang menuju Kompi II. Maka saya dapat beristirahat setelah jalan setiap hari selama sekitar 1 bulan, sekali gus menyiapkan diri untuk tugas gerilya. Dalam istirahat saya dapat informasi betapa Yon Nasuhi harus menghadapi masalah dengan pasukan DI ketika masuk Jawa Barat. Juga batalyon telah kehilangan Wakil Dan Yon Kapten Harsono yang menjadi korban pertempuran dengan Belanda di Legokherang utara Rancah. Kemudian juga mendapat berita bahwa Yon Sudarman yang Wehrkreisnya daerah Ciamis selatan sungai Citandui mendapat pukulan berat dari DI yang berakibat parah bagi batalyon itu. Sebagai akibat serangan DI kelompok mayor Sudarman sebagai pimpinan batalyon terdesak ke rawa Lakbok dan kemudian diserang patroli Belanda sehingga mayor Sudarman tertawan. Kemudian juga terima berita bahwa pimpinan Siliwangi, letkol Daan Yahya, yang berjalan bersama Yon Daeng, tertangkap Belanda ketika kelompok pimpinan Yon Daeng dipergoki pasukan Belanda. Mayor Daeng sebagai pimpinan batalyon turut tertangkap. Peristiwa itu terjadi di dekat daerah Purworejo dan cepat terdengar oleh Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, kolonel T.B. Simatupang, yang sedang menuju daerah gerilyanya di gunung Sumbing. Untuk mencegah vakum pimpinan Pak Sim segera menetapkan letkol Sadikin komandan Brigade 13 sebagai pimpinan Divisi. Sebenarnya wewenang itu ada di tangan pimpinan Markas Besar Komando Jawa yaitu kol A.H. Nasution. Akan tetapi karena MBKD ada di daerah Klaten jauh dari tempat peristiwa, Pak Sim khawatir Pak Nas akan sangat lambat mengetahui. Akan tetapi ketika Pak Nas mendengar tentang peristiwa itu dan beliau tidak tahu bahwa Pak Sim telah menetapkan Pak Sadikin sebagai pimpinan pengganti, Pak Nas menetapkan letkol Abimanyu yang ada di MBKD dan mantan komandan brigade di Slw, sebagai pimpinan Slw. Ketika Pak Abimanyu sampai Jawa Barat beliau mendapat berita tentang penetapan Pak Sim. Pak Abimanyu kemudian menemui Pak Sadikin yang berada di daerah Buah Dua, Sumedang. Pak Sadikin dan Pak Abimanyu kemudian mufakat untuk membagi wewenang selama perang berlangsung. Pak Sadikin akan memimpin daerah Jawa Barat sebelah barat dan utara jalan besar Cirebon – Bandung, sedangkan Pak Abimanyu daerah Jabar sebelah timur dan selatanjalan besar itu. Jadi Priangan Timur, termasuk Ciamis dengan Yon Nasuhi, masuk wewenang Pak Abimanyu, sedangkan wilayah Sumedang dengan Yon Taruma Negara ke Pak Sadikin.

Sekalipun harus menghadapi aneka ragam persoalan, semua batalyon Slw berhasil mencapai tujuannya atau Wehrkreis tanggungjawabnya, yaitu Yon Kemal Idris di daerah Sukabumi, Yon Kosasih di daerah Cianjur, Yon Darsono di daerah Krawang, Yon Lukas Kustaryo di daerah Purwakarta, Yon A3W di Bandung Selatan,Yon Abdulrahman di daerah Sumedang dan Yon Sitorus (sebagai pengganti Daeng yang tertangkap) di daerah Garut. Yon Rukman sudah lebih dulu sebelum 18 Desember meninggalkan Jawa Tengah dan berada di daerah Kuningan ketika pasukan Long March masuk Jabar. Yang menjadi setengah kekuatan karena menjadi korban ulah DI adalah Yon Sudarman di Ciamis Selatan, dan Yon Huseinsyah serta Yon Rivai lumpuh di Tasikmalaya dan Cicalengka. Gerilya yang kemudian berkembang di Jawa Barat mempersulit Belanda, seperti kemampuan Yon Nasuhi dan Yon Rukman untuk memutuskan lalu lintas antara Cirebon- Tasikmalaya mulai April 1949. Belanda harus bergerak dengan menyusun konvoi militer untuk jalan itu , hal mana cukup merepotkan mereka dan jelas merugikan pemerintahan dan ekonominya.

Tidak lama kemudian Pak Nasuhi tiba di Pos Ko Kompi II dan beliau senang sekali melihat saya hadir. Lalu ia ajak saya turut ke selatan ke sekitar kota Ciamis, dan menetapkan saya sebagai komandan peleton yang gerilya di daerah Cikoneng yang tugasnya membuat hubungan antara Ciamis dan Tasikmalaya sangat terganggu.

Pada waktu ini dapat dihitung dengan jari kawan seperjuangan yang turut Long March yang masih hidup. Dari Yon Nasuhi mungkin tinggal Pak Solihin GP yang kompi nya sangat dekat dengan Yon Nasuhi, Pak Umargono mantan Dan Ton di Kompi IV dan saya. Dari SDS masih ada Pak Sani Lopias, di Yon 11 April Pak Samsi. Semoga masih ada yang lain, tapi tidak saya ketahui.

Demikianlah sekelumit kenang-kenangan Long March Siliwangi yang tiba-tiba pagi ini mengusik saya.

 

Jakarta, 18 Desember 2014

RSS feed | Trackback URI

4 Comments »

Comment by Ruri
2016-12-01 08:07:23


long march di masa perjuangan: mengharukan :’) Musuhnya nyata!

 
Comment by Ruri
2016-12-01 08:06:16


long march di masa perjuangan: mengharukan. Musuhnya nyata!

 
Comment by deni sumarna
2016-01-12 20:37:46


ass,wr wb.
saya sangat terharu dengan perjuangan pasukan siliwangi, kebetulan sy warga bandung asli dan saya sangat bangga dengan pasukan siliwangi yg setia terhadap NKRI taat dan patuh terhadap pimpinan, jaya lah terus pasukan siliwangi kebanggaan warga jawa barat

 
Comment by history legend
2015-01-29 11:14:25


assalamualaikum wr.wb pak.. sayidiman.. cerita perjuangan masa dahulu sangat keras sekali ya pak, thx telah menuliskan history waktu bapak menjadi pejuang perlawanan terhadap penjajahan

 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post