Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes RI untuk Jepang) – ( Sabtu, 10 Des 2016 – 08:32:40 WIB ) di Rubrik TSKita
Kepemimpinan dan Manajemen yang Lemah
Hal yang juga banyak mempengaruhi kondisi tertinggal adalah Kepemimpinan dan Manajemen yang lemah. Kepemimpinan dan Manajemen yang dilakukan Presiden NKRI pertama merupakan contoh yang jelas dari lemahnya Kepemimpinan dan Manajemen dalam masyarakat Indonesia.
Semua pihak termasuk musuh-musuh Indonesia mengakui keunggulan Ir Sukarno yang brilyan dan menjadi sebab dan dorongan utama bangsa Indonesia menjadi merdeka, khususnya mempunyai satu Weltanschauung yang berlaku hingga akhir zaman bernama Pancasila.
Namun sayang sekali sekali untuk bangsa Indonesia bahwa Bung Karno kurang dapat mengendalikan sifat-sifat pribadinya yang kurang produktif sehingga Kepemimpinan dan Manajemen yang beliau lakukan tidak menjadikan Indonesia berkembang sesuai dengan kegemilangan pikiran dan konsep yang beliau hasilkan.
Ketika Indonesia pada tahun 1950 berhasil mencapai kemerdekaan dan kedaulatannya yang diakui bagian terbesar umat manusia, Presiden Sukarno sebagai Penggali Pancasila sewajarnya membangun bangsa dengan prioritas menjadikan Pancasila kenyataan yang hidup (a living reality) di Bumi Indonesia. Akan tetapi hal itu tidak dilakukan kecuali dalam wacana dan orasi.
Lebih sayang lagi, ketika pada tahun 1960-an NKRI selesai mengintegrasikan Irian Barat (sekarang Papua) dalam wilayah Republik Indonesia, Presiden Sukarno tidak melanjutkan dengan mengkonsolidasi Republik Indonesia sebagai kekuatan politik, ekonomi, budaya, militer yang makin tangguh. Padahal pada waktu itu Presiden Sukarno mencapai keunggulan wibawa yang cemerlang di dalam maupun luar negeri yang memungkinkannya melakukan konsolidasi itu dengan dukungan kuat Rakyat Indonesia dan masyarakat Internasional.
Sebaliknya, Presiden menerjunkan Indonesia dalam satu gerak politik yang penuh risiko dengan membawa NKRI berkonfrontasi dengan Malaysia. Satu gerak yang menantang dalam bahasa beliau yang kemudian amat populer : Neo Kolonialisme Neo Imperialisme atau NEKOLIM.
Mungkin dilihat dari segi Strategi Politik political course itu benar. Akan tetapi keputusan itu tidak sesuai dengan realitas yang obyektif. Sebab NKRI belum dalam kondisi memadai untuk menantang AS dan Inggeris sebagai bastion utama Nekolim. Andai kata strategi itu dilakukan setelah NKRI terkonsolidasi sebagai kekuatan mantap, maka lain keadaannya.
Akan tetapi NKRI ketika itu dalam kondisi ekonomi yang parah, demikian pula TNI sebagai kekuatan militernya dalam kondisi capek setelah menjalankan operasi sejak 1945 menghadapi Belanda dan pemberontakan dalam negeri. Maka akibat dari salah arah itu bukannya NKRI makin unggul dan kuat, melainkan mengalami keruntuhan yang berujung pada terjadinya Masalah G30S/PKI dan malahan jatuhnya Bung Karno sebagai Presiden RI. Kepemimpinan dan Manajemen ini menimbulkan Tragedi untuk Bung Karno dan juga untuk bangsa Indonesia.
Kelemahan Kepemimpinan dan Manajemen itu terjadi di banyak lembaga sebagai dampak dari kondisi Manja Mental Manusia Indonesia, khususnya lemah dalam implementasi dari teori dan konsep-konsep serta rencana yang mungkin bagus. Kelemahan itu hingga kini kita hadapi. Untung ada perkecualian yang ditunjukkan beberapa Kepala Daerah yang membuat daerah yang dipimpinnya dan penduduk atau rakyatnya berkembang maju dan sejahtera.
Kita saksikan sukses Kepemimpinan dan Manajemen Walikota Surabaya , Bupati-Bupati Banyuwangi dan Bojonegoro di Jawa Timur, Bupati Bonthain di Sulawesi Selatan, dan beberapa lagi. Kita amat bangga dengan sukses mereka di tengah-tengah korupsi dan mismanajemen yang terjadi di kebanyakan Provinsi dan Kabupaten, sebagaimana ditunjukkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Juga ada beberapa perusahaan BUMN yang dipimpin dan dikelola dengan efektif, menjadikan mereka mencapai mutu sejajar dengan perusahaan serupa di dunia. Namun di sini pun itu perkecualian sedangkan mayoritas perusahaan kurang efektif kepemimpinan dan manajemennya.
Hal ini pula menjadi sebab tertinggalnya Indonesia dari Korea Selatan yang begitu memalukan. Akan tetapi lebih memalukan dan menyedihkan adalah bahwa kurang sekali ada usaha untuk memanfaatkan segala karunia Allah untuk membuat bangsa Indonesia lebih maju dan sejahtera, tetapi kita harus melihat bahwa justru banyak bangsa lain berhasil memanfaatkan karunia Allah itu untuk menjadi maju dan sejahtera.
Mengakhiri Ketertinggalan
Adalah sekarang satu keharusan bagi Indonesia untuk mengakhiri ketertinggalan yang secara obyektif tidak perlu terjadi. Sebab sekarang taruhannya tidak hanya dalam aspek kesejahteraan, melainkan sudah ditambah dengan risiko keamanan nasional.
Jelas sekali bahwa kunci bagi usaha mengakhiri ketertinggalan ada di aspek Manusia. Bukan segi potensi Kualitas atau Kuantitas yang secara obyektif sudah amat memadai. Akan tetapi di segi subyektif Manusia Indonesia dalam mengembangkan Kehendak, yaitu Kehendak untuk bersifat Pejuang yang tidak terlena oleh Lingkungan Alam yang mudah-murah dan membuatnya manja mental.
Karakter Pejuang yang sekarang baru ada pada orang-orang tertentu sebagai perkecualian yang minoritas dalam penduduk Indonesia yang 250 juta orang, harus meluas sehingga menjadi karakter umum bangsa Indonesia. Pejuang yang tak kenal menyerah dalam memperjuangkan tujuan bangsa, yang setia pada Dasar Negara Pancasila, yang senantiasa mengusahakan hasil terbaik dari apa pun yang dikerjakannya, yang selalu bersatu dengan sesama bangsa sekalipun ada perbedaan, yang mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
Karakter Pejuang akan menjadikan berbagai kualitas yang ada pada seorang muncul sebagai perbuatan produktif dan bermutu. Dengan Karakter umum Pejuang bangsa Indonesia akan mampu mengusahakan segala karunia Allah menjadi manfaat bagi kehidupan bangsa, mewujudkan kemajuan dan keadilan serta kesejahteraan merata bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dan dengan Rakyat yang Sejahtera Adil Merata tercipta faktor utama bagi penciptaan Negara yang Kuat Sentosa.
Dalam keadaan demikian dapat terlaksana integrasi positif dari segenap Warga Negara Indonesia dari segala Asal dan Keturunan. Sikap yang hingga kini sering terjadi untuk mengesampingkan dan bahkan mengorbankan NKRI demi kepentingan pribadi atau bangsa lain akan mendapat pencegahan efektif dan akan memperoleh ganjaran sepadan bila dilakukan.
Yang tentu menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya mewujudkan perubahan penting ini. Secara normatif dapat dikatakan bahwa melalui Kepemimpinan, khususnya Kepemimpinan Nasional, harus digerakkan satu usaha besar menjadikan Manusia Indonesia meninggalkan sifat dan sikap Kemanjaan Mental dan berubah menjadi sikap Pejuang. Adalah amat membantu apabila keadaan demikian tersedia. Apalagi kalau didukung oleh terselenggaranya Pendidikan yang sesuai, baik Pendidikan di lingkungan Keluarga, Pendidikan di Sekolah dan Pendidikan di Masyarakat. Namun dalam kenyataan hal itu tidak sebagus kita inginkan.
Oleh sebab itu perlu sekali dikembangkan Kelompok-Kelompok Diskusi di setiap organisasi yang ada dalam masyarakat yang melalui diskusi teratur mendalami hal-hal yang menyangkut perubahan penting itu. Kelompok-kelompok diskusi itu dipimpin oleh orang yang sudah bersikap Pejuang dan melakukan konsultasi serta koordinasi antar-kelompok. Kemudian mengusahakan berkembangnya dinamika dalam masyarakat yang membuat segala pihak, khususnya mereka yang menjalankan fungsi Kepemimpinan terbawa serta dalam gerak perubahan penting itu.
Dengan ridho Allah akan tercipta karakter bangsa Indonesia yang Pejuang dan membuatnya lebih mampu memanfaatkan karunia Allah secara lebih tepat dan efektif.
Dengan perubahan yang terwujud dalam masyarakat dan bangsa Indonesia itu akan berkembang dinamika di segala aspek kehidupan yang membuatnya bergerak maju menyamai atau bahkan melampaui gerak maju bangsa-bangsa lain di sekelilingnya, termasuk Korea Selatan.
Bagi para Pejuang Kemerdekaan hal ini semoga sungguh-sungguh terwujud dan Impian tahun 1945 menjadi satu Realitas Baru.
http://www.teropongsenayan.com/53502-mengapa-indonesia-tertinggal-2
No comments yet.