Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 7 Desember 2009 Pendahuluan Satu harian utama Ibu Kota memberitakan, bahwa pada tanggal 30 November 2009 organisasi Imparsial mengadakan pertemuan dengan tema Advokasi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan Indonesia. Dalam pertemuan itu antara lain bicara Dr. Ikrar Nusa Bakti (INB), seorang professor riset LIPI, dan Letjen Purn Agus Widjojo (AW), mantan Kaster TNI. Dua pembicara ini telah menyampaikan pandangan yang perlu menjadi perhatian kita yang cinta TNI dan terutama para Pembina TNI. Khususnya karena AW sebagai penasehat Presiden dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan INB sebagai pejabat penting di LIPI tentu sedikit banyak berpengaruh terhadap kalangan intelektual. Antara lain INB dan AW mengatakan, sesuai berita harian itu, bahwa Reformasi TNI masih belum selesai. Kedua tokoh itu sependapat bahwa harus ada pemurnian TNI menjadi tentara professional untuk pertahanan. Untuk itu ada kendala berat berupa budaya yang hidup di lingkungan TNI serta pola pikir militer read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 22 November 2009 Tanpa harus menjadi seorang teknolog yang mahir adalah jelas sekali bagi siapa pun yang memahami kehidupan modern, bahwa tersedianya tenaga listrik sangat mempengaruhi kehidupan satu bangsa masa kini. Tenaga listrik mempengaruhi sekali usaha bangsa mengusahakan kemajuan dalam berbagai bidang, baik itu kemajuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun kemajuan dalam cara hidup bangsa. Listrik juga amat mempengaruhi usaha bangsa mencapai kesejahteraan yang makin tinggi dan menjamin keamanan nasional yang menegakkan kedaulatan bangsa. Sebab pengaruh dari tersedianya listrik amat mempengaruhi produksi bangsa dalam berbagai macam barang dan jasa yang berakibat pada tingkat kesejahteraan bangsa dan keamanan nasionalnya. Itu sebabnya sering kali tingkat kemajuan satu bangsa diindikasikan dengan menunjukkan jumlah tenaga listrik yang dapat dihasilkannya dan didistribusikan dalam masyarakatnya. Sekarang terbukti sekali bahwa Indonesia mengalami kegagalan dalam kebijaksanaan read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 17 November 2009 Di harian Ibu Kota pagi ini dapat kita baca pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menghadiri Sidang APEC di Singapura sebagai berikut : “Saya tidak ingin kita berlindung di bawah nasionalisme yang sempit. Saya ingin kita bangkit, lebih produktif, kompetitif, dan bersaing dengan yang lain”. Membaca pernyataan itu ( yang semoga secara tepat dan benar dikutip harian itu) saya jadi tersentak. Mengapa Presiden kita bicara seperti itu, seakan-akan kurang menyadari kondisi sebenarnya bangsanya. Termasuk juga kritiknya yang cukup keras terhadap BUMN yang kurang sehat. Dari pernyataan itu timbul kesan bahwa Presiden menilai bangsa Indonesia kurang produktif, kurang kompetitif dan kurang mampu bersaing dengan bangsa lain. Terutama BUMN mendapat penilaian demikian. Dan Presiden nampaknya amat mendukung liberalisasi perdagangan untuk para anggota APEC yang meliputi banyak bangsa di Asia dan wilayah Pacific. Buat kami pejuang kemerdekaan Angkatan 1945 terus timbul tanda tanya read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta , 12 November 2009 Berbagai kerawanan yang meliputi Indonesia. Ketika memperingati Hari Pahlawan pada tanggal 10 November yang lalu, pikiran dan perasaan tersentuh oleh keadaan Negara dan Bangsa kita dewasa ini yang amat kurang memuaskan. Setelah mengalami kemerdekaan selama lebih dari 64 tahun, keadaaan bangsa kita masih jauh dari apa yang kita inginkan, bahkan kita khawatir akan masa depan kita yang penuh tantangan yang cukup gawat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru saja mulai termin kepresidenannya yang kedua setelah dipilih oleh rakyat secara mantap, jauh mengungguli pesaing-pesaingnya. Dengan dasar itu sebenarnya kita patut yakin bahwa akan ada kepemimpinan bangsa yang kuat untuk lima tahun akan datang. Akan tetapi belum satu kepastian, memperhatikan kepemimpinannya selama lima tahun yang lalu yang secara umum dinilai masih kurang mantap dan tegas. Padahal pada tahun 2004 ia juga dipilih rakyat dengan keunggulan suara sampai 60 prosen lebih. Dan sekarang dihadapi berbagai persoalan bangsa read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 8 Oktober 2009 Dalam salah satu harian Ibu Kota diberitakan, ada seorang mahasiswa Indonesia yang belajar di Malaysia menyatakan bahwa perbedaan antara Indonesia dan Malaysia adalah : Indonesia punya Masa Lampau tetapi tak punya Masa Depan, Malaysia tak punya Masa Lampau tetapi punya Masa Depan. Sebagai alasannya adalah bahwa kehidupan di Malaysia serba tertuju kepada tahun 2020 atau Visi 2020. Pembangunan gedung-gedung di Patra Jaya sebagai Ibu Kota Malaysia baru dibangun untuk tahun 300 tahun dan lainnya. Malaysia mengajak bangsanya untuk berpandangan jauh ke depan. Sebaliknya di Indonesia semua dan khususnya kebijakan Pemerintah Pusat hanya tertuju pada masa depan dekat saja. Tidak ada usaha menggairahkan bangsa agar membangun dan membentuk dirinya menjadi sesuatu yang jauh lebih hebat di Masa Depan yang jauh. Sebenarnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya memberikan motivasi kepada bangsa untuk “membangun jiwa dan badannya untuk Indonesia Raya”, untuk Indonesia yang Besar. Tentu Besar tidak read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 7 September 2009 Pengertian Perang Perang sebagai fenomena kehidupan umat manusia biasa diartikan sebagai tindakan penggunaan kekerasan untuk memaksa pihak lain tunduk kepada kehendak kita. Pengertian ini kita warisi dari Von Clausewitz , seorang jenderal Prussia (Jerman) permulaan abad ke 19. Namun dalam perkembangan umat manusia, khususnya karena banyaknya kemajuan dalam cara berpikir dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pada akhir abad ke 20 telah terjadi perubahan yang penting dalam pengertian Perang. Perkembangan Iptek menghasilkan kemampuan untuk menimbulkan kehancuran dan pemusnahan yang amat besar. Setelah Perang Dunia 2 berkembang daya penghancur secara amat dramatis, terutama berupa senjata nuklir dan thermo-nuklir dengan daya hancur sama dengan jutaan ton (megaton, MT) TNT. Selain senjata nuklir, juga berkembang senjata biologi dan kimia. Perkembangan hebat dalam daya penghancur dan pemusnah ini telah berdampak pada pengertian Perang. Hal lain adalah kemajuan cara read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 17 Agustus 2009 Peledakan bom pada tanggal 17 Juli 2009 di hotel JW Marriott dan hotel Ritz-Carlton dengan korban tewas 9 orang sekali lagi menunjukkan bahwa ancaman teror di Indonesia masih terus terjadi, khususnya dari kaum radikal Islam. Setelah itu terjadi kembali timbul niat kuat di pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mengakhiri ancaman itu secara tuntas. Akan tetapi menghadapi teror itu tetap dengan cara yang sekarang dilakukan, kecil kemungkinan akan mencapai tujuan. Tidak dapat disangkal bahwa Densus 88 Polri menjalankan tugas yang baik. Mereka dengan cepat melakukan tindakan untuk mengungkapkan pelaku serangan teror dan terus mengejar pelaku lainnya yang disangka keras tersangkut dalam serangan itu. Termasuk pengejaran Noordin M.Top, warga negara Malaysia yang sudah sekian tahun melampiaskan ambisi terornya di Indonesia dengan mengendalikan jaringan orang-orang radikal Islam. Namun kenyataan bahwa Noordin M.Top sudah sekian lama tidak tertangkap, sekalipun Densus 88 telah berusaha read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 28 Juli 2009 Belakangan ini kita sering membaca dalam harian-harian terkemuka di Jakarta tentang masalah Sekolah Swasta dan kelangsungan hidupnya. Hari ini tanggal 28 Juli 2009 kembali ada tulisan-tulisan tentang masalah ini di harian Kompas, ditulis oleh tokoh-tokoh Perguruan Taman Siswa. Yang sering dikemukakan adalah bahwa Pemerintah RI kurang memberikan perhatian kepada Sekolah Swasta dan penyelenggaranya, termasuk guru-gurunya. Sering disampaikan bahwa Pemerintah menganaktirikan Sekolah Swasta dibanding dengan sikapnya terhadap Sekolah Negeri. Mereka menganggap bahwa sikap demikian tidak adil karena Sekolah Swasta sudah banyak jasanya terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Seperti peran Taman Siswa, Muhammadiyah, berbagai sekolah yang diselenggarakan kalangan Kristen-Protestan dan Katoloik serta lainnya. Dalam tulisan hari ini antara lain dikemukakan keluhan bahwa kebijakan Pemerintah untuk menyelenggarakan Sekolah Gratis akan mematikan Sekolah Swasta karena murid akan semua lari dan read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 19 Juli 2009 Pada hari Jumat tanggal 17 Juli 2009 bangsa Indonesia mendapat pukulan berupa terjadinya kembali serangan teror di Jakarta. Pada jam 07.47 teroris meledakkan bom di hotel JW Marriott yang pada tahun 2003 sudah pernah diserang kaum teroris. Kemudian pada jam 07.57 bom juga meledak di hotel Ritz-Carlton tetangga hotel Marriott. Serangan ini menimbulkan kerugian pada bangsa Indonesia berupa jiwa manusia, benda, dana. Yang tidak kalah penting adalah jatuhnya reputasi bangsa dalam pergaulan internasional. Hingga tulisan ini dibuat dilaporkan ada 9 orang yang wafat dan 53 orang korban luka berat dan ringan, termasuk warga negara Asing dan Indonesia. Dengan sendirinya terjadi kerusakan berat pada dua hotel itu serta lingkungannya. Manchester United yang sebetulnya hari ini mendarat di Jakarta untuk dilawan main oleh Team Nasional pada hari Senin 20 Juli, membatalkan kedatangannya. Hal ini diperkirakan merugikan para sponsor sekitar 50 milyar rupiah. Australia dan beberapa negara lain langsung read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 Juni 2009 Pada tanggal 23 Juni 2009 di Markas Besar Legiun Veteran RI diselenggarakan ceramah tentang masalah Ambalat. Yang bertindak sebagai pembicara adalah Laksma (P) Ir. Adi Sumardiman SH. Pembicara adalah seorang yang sangat dapat diandalkan bicara tentang masalah yang menjengkelkan ini. Sebab ia seorang Insinyur Geodesi lulusan ITB yang tentu pakar dalam masalah geografi dan hidrografi. Ia juga seorang Sarjana dalam Hukum Internasional. Tentang SH ini ia menceritakan satu kejadian yang lucu. Ketika pada akhir tahun 1950-an Prof. Dr Mochtar Kusuma Atmadja menjadi ketua delegasi Indonesia untuk memperjuangkan pengakuan dan pengesahan PBB atas Deklarasi Djuanda yang terbit pada tahun 1957, Pak Adi Sumardiman (AS) juga menjadi anggota kelompok itu. Akan tetapi ketika Pak AS mau turut delegasi untuk perundingan ke New York, Prof Mochtar mengatakan bahwa hanya para Sarjana Hukum yang dapat ikut serta. Hal ini memotivasi Pak AS untuk merebut gelar SH dan dapat diraihnya dalam 3 tahun berikut, read more .....