Sayidiman Suryohadiprojo
Jakarta, 9 Oktober 2008
Bagi yang belum mengetahui siapa Ravi Batra perlu ada penjelasan lebih dulu. Ia adalah seorang doctor dalam ilmu ekonomi AS keturunan India dan sekarang menjadi professor di Southern Methodist University di Dallas (Texas, AS). Ia menjadi terkenal karena di masa lampau secara tepat memprediksi bubarnya Uni Soviet pada tahun 1978 dalam bukunya The Downfall of Capitalism and Communism : A New Study of History. Prediksi lain yang menonjol dan terbukti benar adalah tentang jatuhnya nilai saham (the crash of Wallstreet) tahun 2000 yang ia tulis dalam bukunya The Crash of the Millenium. Juga yang menonjol adalah tumbuhnya Islam Radikal dan bahayanya bagi AS yang kemudian terbukti dengan terjadinya Serangan 11 September 2001 yang meruntuhkan menara World Trade Center di New York. Umumnya semua prediksi Ravi Batra tidak dipercaya masyarakat AS ketika ia publikasikan. Akan tetapi kemudian mereka harus mengalami bahwa prediksi itu menjadi kenyataan yang tak dapat dibantah.
Sekarang Ravi Batra keluar lagi dengan prediksi yang amat menonjol. Dalam bukunya The New Golden Age yang ia terbitkan pada tahun 2007 ia memprediksi terjadinya Revolusi di AS melawan Korupsi Politik dan Kekacauan Ekonomi (The coming Revolution against Political Corruption and Economic Chaos). Ia memprediksi bahwa di AS kalangan menengah ke bawah yang makin turun penghasilan riilnya dan masih harus terpukul oleh kekacauan ekonomi tahun 2008 bangkit untuk mengubah nasibnya dengan melawan keadaan yang menjeratnya. Revolusi itu tidak dapat selesai cepat karena tentu kalangan berkuasa akan melawan juga dengan gigih. Sebab itu prediksinya Revolusi AS itu akan berlangsung sekitar 7 tahun dari 2009 hingga 2016.
Bagi kita di Indonesia prediksi Ravi Batra ini sangat penting untuk dipelajari karena akan besar pengaruhnya pada Indonesia kalau hal itu terjadi. Dari prediksi terakhir itu sudah terbukti benar terjadinya kekacauan ekonomi pada tahun 2008 yang sekarang sedang memukul AS secara amat dahsyat dan mau tidak mau berdampak ke seluruh dunia. Maka yang masih harus terbukti benar adalah terjadinya revolusi AS pada tahun 2009 hingga 2016.
Ravi Batra mendasarkan semua prediksinya atas terjadinya enam siklus dalam sejarah umat manusia, yaitu siklus sosial (the law of social cycles), siklus keadilan membalik (the law of reverse justice), siklus inflasi, siklus pertambahan uang, siklus depressi , dan sindrom tahun-akhir ( the final year syndrome) Meskipun bukunya terakhir terutama membicarakan AS, tetapi berlaku secara umum di dunia karena dampak dari pengaruh AS terhadap dunia.
Kondisi dunia yang parah dan tidak adil ia lukiskan dengan angka, seperti :
-
20 persen penduduk negara maju mengkonsumsi 80 persen produksi dunia.
-
Kurang dari 1000 jutawan mempunyai kekayaan yang sama besar dengan 2500 juta orang termiskin di dunia.
-
Pada tahun 1999 200 orang terkaya di dunia mempunyai kekayaan sebesar 1000 milyard atau 1 trilyun dollar AS (USD) , sedangkan 582 juta orang penghasilannya 146 milyard USD.
-
Orang miskin di India sebanyak 357 juta orang atau 93% dari seluruh orang miskin Asia, China 203 juta, negara Asia Selatan lainnya 77 juta. Tapi di India ada 83.000 jutawan pada tahun 2005, di China 320.000 orang dan di AS 2,7 juta orang, yaitu terbanyak di dunia.
-
Di AS gaji mingguan pekerja pada tahun 1978 sebesar $ 310, tapi pada tahun 2005 hanya $ 277. Sekarang ada 39 juta orang AS hidup di bawah garis kemiskinan , padahal pada tahun 1973 baru 23 juta orang. Dan setiap tahun orang AS yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dengan 1 juta orang.
-
Sebaliknya terjadi konsentrasi kekayaan ketika pada tahun 2004 untuk pertama kali di AS 50 persen dari seluruh penghasilan masuk kantong 20 persen saja dari para pembuat penghasilan, sedangkan 20 persen terbawah hanya memperoleh 3,4 persen penghasilan nasional.
Dengan menunjukkan angka-angka itu Ravi Batra menyatakan betapa tidak adilnya masyarakat AS sekarang ini. Karena kekuasaan dan pengaruhnya di seluruh dunia, maka ketidakadilan itu juga menyebar ke seluruh umat manusia dan khususnya pada bangsa-bangsa yang dekat hubungannya dan besar ketergantungannya kepada AS. Ia lukiskan dunia sekarang sebagai jajahan ekonomi AS (a colony of the US business empire).
Ravi Batra menyatakan bahwa kemiskinan yang sekarang begitu meluas di dunia bertentangan sekali dengan kemajuan yang telah dicapai umat manusia dalam berproduksi. Kemajuan umat manusia adalah buah dari makin banyaknya rakyat di dunia yang mengalami berbagai pendidikan serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi secara mencolok. Di AS produktivitas pekerja jauh lebih tinggi sekarang dibandingkan masa lampau, demikian pula di banyak negara di dunia.
Akan tetapi mengapa kemajuan berproduksi itu tidak membuat rakyat makin sejahtera, malahan sebaliknya penghasilan kaum menengah ke bawah makin turun. Sejak 1980 produksi umat manusia telah meningkat dua kali lipat pertambahan penduduk, tetapi kemiskinan justru makin melebar. Buat dia itu indikasi bahwa bukan pertambahan penduduk dunia yang menjadi sebab utama meluasnya kemiskinan, satu hal yang sering dikatakan sebagai sumber kemiskinan.
Maka ia berpendapat bahwa kemiskinan adalah akibat yang ia namakan “korupsi resmi” (official corruption). Yang ia maksudkan dengan korupsi resmi adalah politik pemerintah (eksekutif dan legislatif) yang tertuju kepada peningkatan kekayaan golongan kuat modal dan bukan tertuju kepada kesejahteraan rakyat pada umumnya. Politik ini menghasilkan berbagai kebijakan ekonomi yang meningkatkan kekayaan golongan kuat dan elit berkuasa serta menimbulkan kesenjangan lebar dalam kesejahteraan kaum kaya dan kaum miskin.
Yang menonjol adalah trickle-down economy yaitu kebijakan yang menurut kaum pakar ekonomi neo-liberal, satu usaha yang membuat orang miskin menjadi kaya karena memperoleh “pengaruh tetesan” (trickle-down effect) golongan kaya. Akan tetapi dalam kenyataan justru membuat rakyat AS miskin dan itupun terjadi di negara lain ketika pemerintahnya mengikuti jejak AS, termasuk di Indonesia.
Ia katakan bahwa trickle-down economics atau tricklisme di negara maju menahan gaji karyawan serendah mungkin tetapi memaksimalkan penghasilan CEO atau pimpinan perusahaan. Sebab itu tingkat permintaan (demand) lebih rendah dari tingkat penawaran barang (supply). Untuk menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran terjadi peningkatan utang para konsumen dan pemerintah.
Di negara berkembang terjadi hal serupa dalam ukuran lebih kejam. Pemerintah menjaga keseimbangan dengan melakukan pinjaman yang terus meningkat dan membentuk surplus perdagangan dengan AS dan Eropa.
Maka jelas sekali bahwa di mana-mana tricklisme memaksimalkan penghasilan CEO dan meminimalkan gaji karyawan. Inilah sumber kemiskinan umat manusia . Untuk menghentikan kemiskinan dunia cara berpikir ekonomi Amerika harus berubah.
Untuk itu harus diwujudkan demokrasi ekonomi yang memungkinkan karyawan menguasai mayoritas saham perusahaan dan wakil karyawan turut dalam dewan direksi. Kalau gap penghasilan jadi sempit maka ekonomi akan berjalan lancar tanpa harus melakukan pinjaman banyak, surplus perdagangan yang besar seperti sekarang dan lainnya.
Ia berpendapat bahwa tidak banyak perbedaan antara politikus partai Republik dan Democrat, karena umumnya mereka dapat dikuasai kaum bisnis besar AS. Sebab itu perubahan hanya akan terwujud kalau terjadi satu Voting Revolution atau Revolusi Pemilihan, yaitu para pemilih harus memilih hanya politikus yang dapat dipercaya akan membuat perubahan dalam keadaan yang buruk dan tidak adil ini.
Ia melihat bahwa kesempatan akan terjadi ketika pada tahun 2008 akan terjadi runtuhnya business empire AS. Sifat serakah kaum bisnis besar yang makin meningkat menyebabkan terjadinya kekacauan keuangan dengan adanya skandal subprime mortgage, yaitu pendanaan bisnis real estate yang awur-awuran. Bersamaan dengan itu adalah spekulasi dalam bisnis minyak yang menyebabkan harga minyak naik bukan kepalang dan makin menimbulkan kesengsaraan golongan menengah ke bawah.
Ternyata prediksinya tentang kekacauan keuangan AS terbukti benar pada pertengahan 2008 ini. Jatuhnya perusahaan keuangan Lehman & Brothers menimbulkan dampak yang amat dahsyat dalam duunia keuangan AS. Meskipun pemerintah AS menyediakan dana USD 700 milyard untuk menolong perusahaan-perusahaan yang terancam runtuh, namun ternyata itu tidak memadai. Ada yang mengatakan bahwa utang sebenarnya yang harus diatasi sebesar USD 2000 milyard atau sekitar 14% GDP AS.
Hingga hari ini tidak ada orang yang dapat mengatakan bagaimana kesudahan kekacauan ini. Hal itu meluas di luar AS dan meliputi banyak sekali negara, terutama yang dekat hubungannya dengan AS. Eropa pun sudah klabakan menghadapi bahaya runtuhnya dunia perbankannya. Sekarang harapan tertuju kepada China untuk bersedia membantu AS mengatasi keruntuhan ini. Tentu dengan perkiraan bahwa China pun akan turut menderita kalau AS runtuh kekuasaan ekonominya.
Bisa saja China memberikan bantuan, tetapi dengan sendirinya dengan syarat yang memberikan keuntungan baginya, termasuk posisi yang cukup dominan dalam ekonomi AS di masa mendatang. Apakah hal itu dapat diterima masyarakat AS yang cukup kuat kebanggaan nasionalnya, terutama setelah dipukul di WTC New York pada 11 / 9- 01 ?
Tentu orang melihat apakah Pemilihan Presiden AS pada bulan November 2008 akan menjadi jalan bagi rakyat yang menderita untuk mulai yang dinamakan Ravi Batra Voting Revolution. Dan apakah presiden yang terpilih dapat memimpin perubahan yang radikal dalam masyarakat AS.
Yang lebih penting bagi kita di Indonesia adalah dampak yang kita alami dari perkembangan di AS ini. Adalah jelas bahwa kita harus dapat menjaga agar kekacauan ekonomi dan keuangan yang sekarang terjadi jangan atau seminimal mungkin memukul Indonesia. Dalam hal ini kita harus benar-benar waspada karena orang Indonesia cenderung gumampang (be happy go lucky). Kita teringat ketika pada bulan Agustus 1997 kalangan IMF mengatakan bahwa Indonesia tidak akan turut terpukul Krisis Keuangan Asia Timur, karena the fundamentals in Indonesia are right. Terbukti justru Indonesia terpukul dan yang paling akhir menyelesaikan dampak Krisis itu. Sekarang pun orang mengatakan bahwa fundamentals Indonesia kuat, sedangkan nyatanya masyarakat Indonesia serba rawan.
Maka kalau Presiden Susilo B Yudhoyono ingin terpilih kembali pada tahun 2009, ia harus menjaga Indonesia tidak terlalu terseret dalam kekacauan ekonomi dunia ini. Sebenarnya berbagai factor obyektif berpihak pada Indonesia, tapi selama kepemimpinan dan manajemen tingkat nasional maupun daerah serta perusahaan tidak dikuatkan dan menjadi jauh lebih efektif, bahaya terseret dalam kekacauan amat besar.
Pelajaran lain yang kita peroleh dari pengalaman AS ini adalah bahwa tanpa sengaja AS membuktikan kebenaran Pancasila sebagai dasar Negara. Sejak 1945 para pemimpin kita telah mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia tidak cukup hanya demokrasi politik, melainkan harus juga meliputi demokrasi ekonomi dan sosial. Hal itu tegas dinyatakan dalam Pancasila. Akan tetapi hingga kini masih saja lebih bersifat slogan dan wacana tanpa komitmen para pemimpin politik dan ekonomi untuk dijadikan kenyataan.
Sebab itu, Presiden RI yang kita pilih pada tahun 2009 harus kita tuntut melakukan kontrak bahwa selama kepemimpinannya akan menjadikan Pancasila kenyataan di bumi Indonesia. Hal itu harus dilandasi peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang setinggi dan seadil mungkin, (Harap baca tulisan saya Menjadikan Pancasila Kenyataan di Bumi Indonesia ) .
Ravi Batra yakin bahwa keberhasilan Voting Revolution akan mendatangkan A New Golden Age , satu masa keemasan baru , tidak saja bagi AS tapi juga bagi dunia. Dalam Masa Keemasan itu rakyat hidup dengan sejahtera serta keadilan bagi seluruhnya. Apa yang ia nyatakan itu hakikatnya sudah sejak 1945 menjadi bagian dari Pancasila Dasar Negara RI. Kita pun banyak kesempatan untuk menjadikan hal itu kenyataan. Akan tetapi karena kelemahan karakter para pemimpin kita, maka hingga kini Pancasila serta Keadilan Sosial masih terus saja slogan dan wacana belaka.
Kalau Kaum Muda Indonesia sekarang berhasrat sekali memegang pimpinan di Indonesia yang berbeda dan lebih efektif dari Kaum Tua termasuk Angkatan 1945, maka buktikanlah bahwa Anda sanggup menjadikan Pancasila Kenyataan di Bumi Indonesia. Kalau Anda tidak mampu, malahan hanya menjadikan Indonesia sekedar perpanjanagn bangsa lain, maka Anda tidak lebih baik dari kami, malahan tidak mampu menyamai Angkatan 1945 yang telah membuat Indonesia Merdeka !
Itulah Tantangan yang kita hadapi semua, baik yang muda maupun yang tua. Sebab berlaku semboyan : IF THE SON IS NOT BETTER THAN THE FATHER BOTH HAVE FAILED ! Kalau Anak tidak lebih baik dari Bapak maka berarti Dua-duanya telah gagal ! Itulah Tantangan kita untuk Masa Depan.
Pak Sayidiman, apa prediksi tersebut ada kaitannya dengan pemilu di AS pada 4 November 2008 karena presiden terpilihkan mulai menjalankan tugasnya 1 Januari 2009. Kebetulan sekali Obama, salah satu calon presiden berasal dari kalangan ekonomi bawah, saya baca kehidupan Obama di Jakarta sederhana karena penghasilan orang tuanya kecil. Apakah ini ada kaitannya dengan kemungkinan kemenangan Obama di pilpres AS?
Oh Ya pak satu lagi mungkin sedikit menyimpang sepertinya kok ada kemiripan dengan ramalan Jayabaya ya, setelah terjadi goro goro kemudian timbul kemakmuran, apakah itu bukti kearifan leluhur kita yang mampu membaca tanda tanda alam seperti Ravi Batra?
Sdr. Arimichi, terima kasih atas komentar Anda. Tentu presiden AS yang baru akan mendapat manfaat kalau baca buku dan prediksi Ravi Batra ini. Dalam prediksinya RB juga mengatakan bahwa presiden AS berikut berasal dari gol. minoritas. Ini sebentar lagi jadi kebenaran kalau Obama terpilih. Dgn begitu 2 prediksi dalam buku itu menjadi kebenaran, yaitu terjadinya Krisis Keuangan pada tahun 2008 dan seorang dari gol. minoritas jadi pres AS. Tinggal prediksi ketiga, yaitu terjadinya Voting Revolution di AS yang berlangsung selama 7 tahun dari 2009-2116 dan berakhir dengan datangnya A New Golden Age atau Masa Keemasan Baru.
Memang Ramalan Brawijaya juga menunjukkan pandangan jauh ke depan yg amat hebat yg mengindikasikan kearifan pembuat ramalan. Wassalam, Sayidiman
Pak Sayidiman yth,
30 thn Pancasila diselewengkan “makna”nya dan “cara perkembangannya” khusus contoh pimpinan negara, mengakibatkan generasi tsb kelahiran 74 s/d sekarang kurang / cenderung tidak mengetahui apa itu Pancasila. Tugas yang amat berat untuk megembalikan “makna” dan “pengertian” Pancasila apalagi menerapkan – karena sejak 1980an PS sudah “mati suri” – termasuk di Universitas/PT . Jadi konsep dalam PS dan Demokrasi(tulisan Bapak) butir akhir butuh “pimpinan yang tegas, disiplin,jujur dan konsekwen (komit ) paling sedikit di 40% pimpinan Wil Indonesia atau paling tidak akan dicapai dalam waktu 3xperiode Pimpinan Nasional (a’5 thn), demikian komen saya terhadap makna tulisan ini untuk Indonesia
Wassalam,
Bambang Utojo
dari tulisan ini untuk Indonesia
Dear Tituk, terima kasih atas komentar. Memang benar apa yang Anda katakan. Sekarang tergantung pada kita yang berkeyakinan bahwa dengan Pancasila Indonesia akan maju, adil dan sejahtera. Kita harus terus memperjuangkan terwujudnya Pancasila di Bumi Indonesia dan mengajak semua pihak untuk berjuang bersama kita. Terutama mereka yang memegang kepemimpinan di Indonesia dalam bidang mana pun perlu kita ajak. Dengan begitu Insya Allah kita akan dapat mewujudkan momentum atau gerak juang yang akhirnya membawa bangsa Indonesia pada tujuannya. Selamat Berjuang !
Pak Sayidiman,
Apakah “tsunami saham” yang terjadi di dunia belakangan ini, ada hubungannya dengan “teroris ekonomi” ?
Yth Pak Asmara Kendi, saya tidak tahu apakah istilah “teroris ekonomi” diterima oleh kalangan ekonomi. Akan tetapi adalah benar bahwa segala perbuatan yang menimbulkan kesengsaraan banyak sekali orang tidak banyak beda dari tindakan teroris. Yang penting adalah bahwa pemerintah dan bangsa Indonesia tidak boleh mentoleransi perbuatan demikian di Indonesia.
Yth. Bapak Sayidiman,
Tulisan Bapak ini mengingatkan saya pada tulisan Oswald Spangler mengenai der Untergang des Abendlandes. Apakah hancurnya ekonomi Amerika yang merambat terutama di dunia “Abendlandes” ini ada kaitannya dengan ramalan Oswald Spangler ?
Saya sangat setuju bahwa Ravi Batra ini tidak menulis asal menulis, karena sudah terbukti kebenaran ramalannya, yang didasarkan pada situasi obyektif.
Terimakasih atas perhatian Bapak.
Wassalam,
Sardjono Sigit
Pak Sardjono terima kasih atas komentar Anda. Yang penting sekarang adalah bagaimana bangsa Indonesia menyiapkan diri menghadapi masa depan yang jauh dari mudah itu. Sebab kalau Ravi Batra benar bahwa Voting Revolution yang akan terjadi di AS akan berlangsung sekitar 7 tahun, maka itu masa yang cukup panjang. Dalam waktu 7 tahun banyak hal dapat terjadi di Indonesia. Itulah yang harus kita siapkan. Sebab itu saya serukan kepada kaum muda agar benar mampu membawa bangsa Indonesia ke arah yang benar, yaitu masyarakat yang maju, adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila. Salam, Sayidiman S.