Kapan Rakyat Indonesia Sejahtera

Posted by Admin on Friday, 26 December 2008 | Opini

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Jakarta, 26 Desember 2008

Kesejahteraan Rakyat adalah Tujuan Kemerdekaan Bangsa

Kita sudah lebih dari 63 tahun merdeka, tetapi tujuan Perjuangan Nasional kita masih banyak yang belum terwujud. Memang tujuan menjadi negara dan bangsa merdeka dan berdaulat di dunia ini sudah tercapai. Akan tetapi ada tujuan lain yang amat penting dan menjadi dorongan dan motivasi banyak orang untuk turut menjalankan Perjuangan Nasional 63 tahun yang lalu, yaitu terwujudnya Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Tujuan ini masih jauh dari kenyataan hidup kita.

Meskipun ada polemik antara pihak Pemerintah Pusat dan beberapa orang pengamat ekonomi tentang angka kemiskinan di Indonesia, namun terlepas dari angka mana yang benar saya kira tidak ada yang menolak bahwa kemiskinan masih merupakan gambaran nyata masyarakat Indonesia dewasa ini. Apalagi pada tahun 2008 ini diperkirakan kemiskinan meningkat setelah ada Krisis Global tahun 2008 . Menurut perkiraan Tim Pusat Penelitian LIPI kenaikan harga BBM menaikkan Garis Kemiskinan dari Rp 166.697 per orang per bulan menjadi Rp 195.000. Akibatnya kemiskinan tahun 2007 yang 37,2 juta orang (16,58% dari jumlah penduduk) akan meningkat dengan 4,5 juta orang menjadi 41,7 juta orang (21,92%). Sekarang memang harga BBM telah diturunkan Pemerintah, tetapi timbul masalah baru yang jauh lebih gawat dengan terjadinya Krisis Global yang dapat meningkatkan angka pengangguran secara luas.

Memang ada orang kaya di Indonesia, tetapi jumlah mereka yang betul kaya tidak lebih dari 0,1% dari penduduk Indonesia. Di antara mereka ada yang hidupnya tidak beda dengan kalangan kaya di negara maju seperti Singapore, Hongkong atau Jepang, bahkan malahan ada yang hidup lebih mewah, tetapi mereka hanya berjumlah dalam angka ratusan belaka. Justru gambaran itu menunjukkan kesenjangan yang amat dalam antara pihak kaya dan miskin yang tidak sesuai sama sekali dengan tujuan Perjuangan Nasional.

Buat kami para Pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya para Angkatan 1945, keadaan kemiskinan ini merupakan hal yang amat berat dirasakan, khususnya secara mental dan emosional. Sebagian besar dari Angkatan 1945 telah memberikan tenaga dan pikirannya untuk bersama-sama seluruh Rakyat mencapai Tujuan Perjuangan Nasional. Namun setelah 63 tahun bukannya Rakyat Indonesia hidup sejahtera, sekurang-kurangnya setingkat dengan bangsa tetangga kita. Jangankan dibandingkan dengan negara-kota Singapore yang telah meningkat dari negara sedang berkembang menjadi negara maju, dengan Malaysia dan Thailand pun kesejahteraan rakyat kita masih lebih rendah secara mencolok. Bahkan kalau tidak hati-hati Vietnam yang keluar dari perang selama 30 tahun juga akan menyalip kita dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.

Padahal Rakyat Indonesia merupakan pillar yang amat penting dalam menegakkan kemerdekaan bangsa, khususnya dalam perlawanan gerilya melawan Belanda. Adalah kenyataan bahwa Belanda tak akan menyerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia tanpa ada leverage yang kuat terhadap diplomasi. Dan leverage itu adalah terpukulnya Belanda di mana-mana karena perjuangan TNI bersama rakyat dalam perlawanan gerilya yang gigih. Tanpa partisipasi Rakyat tak mungkin TNI melakukan perang gerilya secara efektif. Namun setelah kita menjalankan negara kita dalam alam kemerdekaan Rakyat itu tak kunjung menjadi sejahtera.

Padahal semua orang tahu bahwa Indonesia cukup banyak dikaruniai berbagai potensi yang dapat menjadikannya negara yang rakyatnya sejahtera. Potensi kekayaan sumberdaya alam dibarengi posisi geo-strategis dan geo-ekonomis yang amat menguntungkan. Masih ditambah dengan sumberdaya manusia yang banyak jumlahnya dan mempunyai potensi kecerdasan tinggi. Namun kenyataan membuktikan bahwa semua karunia Tuhan itu disia-siakan belaka sehingga bukannya rakyat Indonesia menjadi makin sejahtera, maju dan kuat, melainkan malahan diliputi berbagai kerawanan dan kelemahan karena dijirat kemiskinan yang tak kunjung diatasi.

Mengatasi kemiskinan adalah amat penting dalam mewujudkan Kesejahteraan Rakyat. Itu selalu ditekankan oleh para pemimpin kita, termasuk para Pendiri Negara atau The Founding Fathers of the Republic. Memang rakyat Indonesia telah diliputi kemiskinan yang struktural dalam penjajahan Belanda. Adalah sangat menyedihkan ketika penguasa Belanda mengatakan bahwa penduduk pribumi Indonesia cukup hidup dengan segobang sehari. Segobang di masa lalu adalah dua setengah sen. Karena waktu itu satu dollar AS (USD) sama dengan kurang lebih dua setengah gulden, maka dua setengah sen adalah sekitar satu sen USD. Betapa rendahnya Belanda memandang kita, jauh lebih rendah dari pandangannya terhadap anjingnya yang makannya setiap hari jauh lebih banyak dari dua setengah sen atau satu sen USD. Padahal kekayaan bumi Indonesia bukan main besarnya dan itulah yang membuat penjajah Belanda kaya. Sebab itu tidak ada Belanda dari kalangan mana pun yang mau melepaskan Indonesia yang merupakan de kurk waarop Nederland drijft (kayu atau gabus yang membuat Belanda dapat mengapung di atas air). Itu sebabnya tidak mungkin Belanda memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, kecuali kemerdekaan yang semu belaka dan dalam kenyataan tetap memelihara kondisi penjajahan yang memungkinkan Belanda mengeruk kekayaan Indonesia. Itu sebabnya tidak mungkin kemerdekaan dapat dicapai tanpa revolusi dan penggunaan kekerasan yang dapat memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia. Salah benar penilaian seorang sejarawan Indonesia terkenal masa kini yang pernah menulis bahwa merebut kemerdekaan dengan kekerasan merupakan satu kesalahan yang justru menjerumuskan bangsa Indonesia.

Kepemimpinan Bung Karno

Namun adalah amat tragis ketika Presiden Soekarno sebagai presiden Indonesia yang pertama kurang memberikan perhatian pada masalah kemiskinan itu kecuali dalam pidato-pidato beliau. Bung Karno nampaknya terpesona dengan keberhasilan Revolusi Indonesia merebut kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Maka setelah wilayah nasional Republik Indonesia lengkap dengan masuknya seluruh bagian bekas Hindia Belanda (Irian Barat sebagai bagian terakhir) , Bung Karno langsung hendak menangani masalah atau ancaman berikut, yaitu neo-imperialisme dan neo-kolonialisme (Nekolim). Untuk itu Bung Karno menyatakan bahwa Revolusi Indonesia belum selesai. Memang Bung Karno benar dilihat dari sudut politik, tetapi sayang sekali amat salah dari sudut strategi. Sebab Nekolim adalah bukan Belanda saja, melainkan terutama Amerika Serikat dan Eropa khususnya Inggeris. Untuk menghadapi kekuatan itu seharusnya Indonesia lebih menyiapkan kekuatannya dulu yang masih harus dikonsolidasi setelah keluar dari penjajahan dan perjuangan kemerdekaan. Khususnya harus diperkuat dulu kondisi Rakyat Indonesia yang hidupnya masih amat miskin.

Mungkin memang kepribadian Bung Karno kurang cocok untuk mengkonsolidasi bangsa, karena beliau sering mengatakan kepada orang-orang terdekatnya bahwa beliau tidak mempunyai minat sama sekali pada ekonomi dan masalah ekonomi. Padahal untuk memperbaiki kesejahteraan Rakyat adalah terutama berpusat pada ekonomi, ditunjang pendidikan dan kesehatan bangsa. Alhasil kepemimpinan Bung Karno yang brilyan di bidang politik dan menghasilkan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa harus berakhir dengan amat tragis. Sedangkan di pihak lain bukannya Rakyat makin sejahtera malahan tetap miskiin atau mungkin lebih miskin. Buktinya jelas sekali ketika peralihan Orde Lama ke Orde Baru terjadi inflasi yang tidak kurang dari 650 persen. Ketika itu waktunya adalah tahun 1966 atau 21 tahun setelah Proklamasi Kemerdekaan. Kita telah membuang-buang waktu, terutama dari tahun 1950 hingga 1965. Padahal sebetulnya dengan wibawa Bung Karno dan sebagai Presiden RI atau bahkan Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno dapat menciptakan banyak pertubahan yang pasti didukung mayoritas bangsa.

Presiden Soeharto merusak sendiri keberhasilannya

Kepemimpinan Presiden Soeharto sebagai presiden kedua dimulai dengan banyak harapan untuk perbaikan kesejahteraan Rakyat. Tidak saja dilakukan metode pemerintahan yang menunjang itu secara sistematis dengan mendeklarasikan Pembangunan Nasional , juga hal itu disertai perbuatan dan tindakan nyata melalui Garis-Garis Besar Haluan Negara. Secara sistematis setiap Pembangunan Lima Tahun atau PELITA menunjukkan tindakan yang mengarah kepada peningkatan Kesejahteraan Rakyat. Prasarana seperti jalan-jalan (termasuk ke desa-desa), pelabuhan laut dan udara, pusat tenaga listrik, irigasi, memperoleh perbaikan nyata sehingga mendorong kesejahteraan Rakyat sampai ke desa-desa. Nampaknya Pak Harto yang sekalipun tidak mengalami edukasi formal yang tinggi seperti Bung Karno, perhatiannya lebih berakar pada sumber kehidupannya di desa sebagai petani, ditambah kemudian kesukaan beliau pergi ke laut dan merasa dekat dengan nelayan.

Hanya sayang sekali Pak Harto tidak berhasil mengembangkan kebaharian Indonesia secara mendasar. Padahal Pak Harto besar sekali perhatiannya kepada kelautan. Ketika saya menjadi Duta Besar RI di Jepang beliau antara lain menugaskan saya mencari kemungkinan usaha patungan (joint venture) antara perusahaan perikanan Jepang dengan perusahaan perikanan di Maluku. Tujuan beliau bukan soal keuangan, tetapi hal yang lebih mendasar. Beliau sampaikan pada saya bahwa kita perlu mengusahakan terjadinya penularan sifat nelayan Jepang yang tahan berbulan-bulan hidup di kapalnya di lautan kepada para nelayan Indonesia, khususnya Maluku. Menurut observasi beliau yang sering pergi mancing di lautan luas para nelayan Indonesia umumnya hanya satu-dua malam di lautan terus pulang. Mereka pikir bahwa penangkapan ikan satu-dua malam itu sudah cukup menghidupi keluarganya. Padahal andai kata mereka sanggup hidup di lautan selama seminggu saja pasti penghasilan mereka akan lebih besar karena dapat menangkap ikan jauh lebih banyak. Akan tetapi ketika saya ajukan permintaan usaha patungan itu kepada pihak Jepang, mereka mengatakan bahwa orang Indonesia lebih suka menjadi pegawai perusahaan Jepang dari pada diajak usaha patungan. Secara terus terang mereka mengatakan bahwa orang Indonesia kurang daya juangnya karena lekas puas dengan hasil yang seadanya. Kemudian sebetulnya ada perusahaan di Okinawa yang bersedia, tetapi dilarang oleh asosiasi perikanan Jepang. Mungkin Jepang tidak ingin ada perusahaan perikanan Indonesia yang maju dan kuat.

Namun usaha dan perhatian Pak Harto terhadap kebaharian tidak atau kurang sekali didukung oleh para pembantunya. Maka hingga kini orang Indonesia suka sekali bicara tentang pentingnya perkembangan Indonesia menjadi negara dan bangsa bahari seperti di masa Majapahit dan Sriwijaya, tetapi semua hanya omong atau wacana belaka tanpa ada realisasi yang kongkrit. Padahal pengembangan kebaharian Indonesia akan sangat mendukung pengentasan kemiskinan. Prinsip cabotage saja belum kunjung dapat diimplementasikan sebagaimana dilakukan AS secara konsekuen dan mendatangkan keuntungan banyak bagi rakyatnya.

Keberhasilan Pak Harto dalam memperbaiki kesejahteraan rakyat tampak nyata dalam berkurangnya kemiskinan. Angka Kemiskinan Penduduk yang pada tahun 1976 masih sebesar 54,2 juta orang, pada tahun 1996 (setahun sebelum ada Krisis Moneter) berada pada 22,5 juta orang atau 11,3 % penduduk. Ada pengurangan kemiskinan dalam 20 tahun sebanyak 32 juta orang, satu prestasi yang cukup baik. Belum lagi kemajuan yang dicapai antara 1966 hingga 1976. Sebab itu Indonesia ketika itu termasuk negara yang dinilai amat berhasil dalam mengurangi kemiskinan, bersama RRC. Sayang sekali bahwa terjadi hal-hal yang merusak keberhasilan itu. Pertama adalah terjadinya Krisis Ekonomi pada tahun 1997 dan yang tidak kalah penting adalah perilaku ekonomi yang merugikan kita sendiri.

Kecenderungan perkembangan Indonesia yang benar dan mendukung terwujudnya Kesejahteraan Rakyat terbendung oleh hal-hal yang juga bersumber pada sifat Pak Harto. Ketika bangsa Indonesia mulai menikmati kemajuan kesejahteraan, anak-anak Pak Harto meningkat dewasa. Rupanya Pak Harto tak mau putera-puterinya mengalami kehidupan yang sama dengan masa kecil beliau, yaitu relatif sukar. Andai kata kehendak itu menjadi usaha memberikan pendidikan yang lengkap, termasuk pendidikan tinggi, kepada putera-puterinya, kehendak itu cukup positif. Akan tetapi putera-puteri dimanjakan dengan cara memberikan keleluasaan menjalankan usaha dengan juga memanfaatkan kekuasaan yang beliau pegang sebagai Presiden. Andai kata hal itu terbatas sifatnya, konsekuensi negatifnya masih terbatas. Celakanya pemanfaatan kekuasaan itu cukup luas sifatnya.

Sebab para pejabat di bawah Pak Harto mengerjakan hal serupa untuk anak-anaknya, sehingga secara keseluruhan mendistorsi proses ekonomi nasional. Akan tetapi keadaannya lebih dari itu, karena para profiteur yang lihay dan cekatan memanfaatkan putera-puteri Pak Harto juga untuk kepentingan mereka. Dan itu juga menjalar pada para pejabat bawahan serta anak-anaknya. Maka proses ekonomi nasional menjadi amat terganggu kesehatannya. Perhatian yang semula kuat untuk peningkatan Kesejahteraan Rakyat, beralih kepada perhatian kuat untuk mensejahterakan diri sendiri dan keluarganya melalui kekuasaan yang dimiliki atau dipinjam. Bahkan ada yang rumor mengatakan bahwa di lingkungan keluarga Pak Harto berlaku pendirian : Pejabat yang tidak menjadi kaya adalah orang yang bodoh ! Dan tidak patut duduk sebagai pejabat yang membantu kekuasaan Pak Harto.

Itulah permulaan dari meluasnya KKN atau Korupsi-Kolusi-Nepotisme yang merusak sekali kondisi bangsa hingga sekarang. Dan Rakyat tidak kunjung menjadi sejahtera.. Dapat dibayangkan, kalau dengan berbagai distorsi ekonomi nasional oleh KKN masih dapat dicapai pengentasan kemiskinan yang besar, sebagaimana dinyatakan oleh angka kemiskinan tahun 1996, betapa besar pengentasan kemiskinan yang dapat tercapai andai kata masyarakat dan bangsa dipimpin secara baik dan teratur . Hal itu kemudian diperkuat lagi ketika terjadi Krisis Ekonomi pada tahun 1997. Angka Kemiskinan pada tahun 1998 kembali kepada angka tahun 1976.

Maka Presiden Soeharto yang memulai kepresidenannya dengan begitu banyak memberikan harapan pada para Pejuang Kemerdekaan, makin banyak menimbulkan problema dalam negeri yang mengakibatkan ketidakpuasan, rasa ketidakadilan, dan kerawanan. Hal inilah yang dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan membuat Indonesia meninggalkan Pancasila dan UUD 1945 untuk dijadikan bagian dari kekuasaan mereka. Sebab itu ada yang menduga bahwa terjadinya Krisis Ekonomi tahun 1997 adalah bagian dari usaha kekuatan tertentu yang menginginkan perluasan hegemoninya di Asia Timur, termasuk Indonesia. Berbagai kerawanan itu memaksa Presiden Soeharto untuk lengser keprabon dan bermulalah Reformasi di Indonesia.

Masa Reformasi

Andai kata Reformasi dilaksanakan dengan tujuan menjadikan Pancasila kenyataan di Bumi Indonesia, serta benar-benar dilaksanakan begitu, maka ada harapan kondisi Indonesia akan jauh lebih baik dan Kesejahteraan Rakyat menjadi kenyataan yang makin kuat. Namun para pimpinan Reformasi, atau memang bermaksud menggunakan Reformasi hanya untuk kepentingan karier politik pribadinya atau tidak keberatan ikutserta dalam usaha asing untuk menggantikan Pancasila. Buktinya dalam tahun 2002 UUD 1945 di-amandemen empat kali dan menjadikan isi Batang Tubuhnya amat berbeda dari kehendak Pembukaannya, yang berarti Batang Tubuh UUD 1945 sudah bertentangan dengan Pancasila. Selain itu UUD 1945 kehilangan bagian Penutupnya, padahal bagian itu sangat penting karena menguraikan banyak hal tentang pelaksanaan UUD 1945. Dan itu semua adalah hasil MPR yang dipimpin seorang yang tergolong Pemimpin Reformasi.

Dalam masa Reformasi bangsa Indonesia dibawa dalam kondisi di mana orang suka sekali bicara, dengan alasan bangsa Indonesia harus menjadi bangsa demokrasi. Hal ini menjadikan sifat orang Indonesia yang umumnya suka bicara dan kurang berbuat menjadi lebih menonjol lagi. Semua orang bersuara mengemukakan pendapatnya sebagai haknya dalam alam demokrasi. Sudah jauh ditinggalkan salah satu syarat Pancasila bahwa orang memang mempunyai kebebasan, tetapi dalam menjalankan kebebasan itu tidak merugikan kepentingan umum. Sifat individualisme Barat yang berpendapat bahwa manusia bebas menjalankan segala sesuatu yang dihendakinya, benar-benar diwujudkan dalam proses Reformasi. Hal itu tidak mengherankan, karena memang ada usaha besar negara adikuasa yang ingin mewujudkan hegemoni atas dunia melalui demokratisasi yang dilakukan menurut versi dan polanya.

Karena perkembangan Indonesia demikian, maka sukar dikatakan bahwa Reformasi bermanfaat banyak bagi Rakyat Indonesia. Ada orang yang suka mengatakan bahwa Indonesia sekarang menjadi Negara Demokrasi ketiga terbesar di dunia, hanya di belakang AS dan India. Kalau orang menggunakan kriteria individualisme dan liberalisme dalam mengukur demokrasi, mungkin orang itu benar. Akan tetapi sejak Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia para pemimpin bangsa, khususnya Bung Karno dan Bung Hatta, selalu mengatakan bahwa demokrasi buat Indonesia bukan hanya demokrasi politik belaka, melainkan juga harus meliputi demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Itulah kriteria demokrasi Pancasila yang diperjuangkan bangsa Indonesia. Malahan Bung Karno dan Bung Hatta selalu mengatakan bahwa demokrasi liberal mendatangkan kesenjangan yang lebar antara yang kaya dan miskin, karena yang kaya dapat memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan kekayaannya untuk makin menjadi lebih kaya dan karena itu juga lebih kuat, sedangkan yang miskin makin terjirat dalam kemiskinannya.

Maka kalau Reformasi hendak berhasil, haluannya harus berubah menjadi bertujuan menjadikan Pancasila kenyataan di Indonesia. Satu hal yang amat penting dan harus menjadi prioritas pertama dalam hal itu adalah meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. Sebab dengan kesejahteraan rakyat yang tinggi banyak hal yang dapat dilakukan bangsa kita. Negara menjadi lebih kuat, khususnya dalam keuangan, sehingga dapat membiayai pendidikan yang bermutu bagi seluruh bangsa, dapat melakukan usaha litbang yang luas dan intensif untuk meningkatkan produksi dan ilmu perngetahun, dapat menyediakan usaha kesehatan bagi rakyat secara luas, dapat membangun TNI dan Polri secara lebih bermutu dalam manusia dan peralatan dan tidak kalah penting dapat melakukan politik internasional untuk mengembangkan terwujudnya Pembukaan UUD 1945 dalam hubungan internasional. Jelas sekali bahwa semboyan yang harus kita kumandangkan dan laksanakan adalah RAKYAT SEJAHTERA NEGARA KUAT.

Sekarang bangsa Indonesia pada tahun 2008 berhadapan dengan Krisis Global yang dampaknya luas sekali. Diperkirakan bahwa pada tahun 2009 krisis itu belum dapat diatasi secara memuaskan oleh negara maju seperti AS dan Jepang. Bagaimanakah Indonesia hendak mewujudkan Kesejahteraan Rakyat dalam kondisi demikian ? Mungkinkah kesejahteraan ditingkatkan dan kemiskinan dikurangi ? Mungkinkah kita menjadikan Krisis Global itu tidak hanya sebagai tantangan yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa, tetapi juga justru menjadikannya Peluang yang bermanfaat bagi masa depan bangsa. Inilah persoalan yang kongkrit yang kita hadapi.

Untuk menjadikan Krisis Global sebagai peluang yang bermanfaat kita perlukan orang-orang yang sanggup berpikir non-lineair, tidak berpikir lineair yang melihat kehidupan seperti normal belaka. Pemikiran non-lineair itu menghasilkan cara bertindak yang memang mengandung risiko, tetapi berpikir lineair risikonya jauh lebih besar karena secara lineair Indonesia semata-mata bergantung pada bangsa lain.

Dalam berpikir non-lineair pedoman utama kita adalah bagaimana menjauhkan Rakyat dari penderitaan yang lebih besar, sebaliknya mendatangkan kesejahteraan rakyat yang meningkat. Adalah hal nyata bahwa bertambahnya pengangguran merupakan bahaya yang amat gawat sekarang. Dan bertambahnya pengangguran berarti pengurangan daya beli rakyat dan makin dirugikan kesejahteraan rakyat. Maka harus menjadi prioritas pertama untuk mencegah peningkatan pengangguran, sebaliknya sebanyak mungkin meningkatkan kesempatan kerja bagi rakyat pada umumnya. Itu berarti bahwa harus diciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar yang dapat membuat sebanyak mungkin rakyat bekerja. Itu hanya mungkin kalau Pemerintah yang menjadi sumber utama penciptaan lapangan kerja. Sebab dunia swasta sudah amat terpukul oleh Krisis Global dan tidak ada kekuatan finansial lagi untuk menjadi sumber utama kegiatan. Bagaimana pun Pemerintah mempunyai jauh lebih banyak kekuatan dan kemampuan untuk menjadi pemicu usaha.

Maka harus ada kepemimpinan Pemerintah Pusat dengan dibantu sekuatnya Pemerintah Daerah untuk melakukan investasi besar dalam usaha yang menyediakan lapangan kerja banyak. Untuk itu tidak ada yang lebih memberikan jawaban dari pembangunan Prasarana atau Infrastruktur. Sedangkan dalam pembangunan Prasarana yang dapat memberikan pekerjaan banyak adalah pembangunan jalan dan irigasi. Pemerintah Pusat dan Daerah perlu membuat rencana pembangunan dan perbaikan jalan darat maupun jalan kereta api secara luas. Selain itu rencana perbaikan dan pembangunan irigasi sangat bermanfaat, terutama bagi perkembangan pertanian.

Yang kedua adalah usaha yang menyangkut banyak rakyat. Untuk itu adalah peningkatan usaha pertanian yang masih merupakan bidang dengan lapang kerja terbanyak. Sekarang hal itu sudah dimulai dengan peningkatan produksi beras yang mengarah pada kemampuan bangsa untuk ekspor beras dalam tahun 2009. Adalah penting bagi masa depan bangsa kalau di samping beras juga dikembangkan secara luas kebutuhan yang sekarang banyak diimpor, seperti kedelai. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah implementasi konsep untuk sebanyak mungkin memproduksi bio-energi dengan memanfaatkan berbagai produk pertanian. Hal ini sekarang baru diwacanakan belaka. Yang penting adalah mengimplementasikan pikiran dan konsep itu sehingga benar-benar rakyat petani yakin bahwa akan ada manfaatnya kalau ia menanam produk yang akan beralih ke bio-energi. Seperti tanam jarak, singkong dan lainnya. Tersedianya bio-energi yang banyak dan lebih murah sekali gus meringankan beban nelayan untuk tetap melaut. Makin banyak nelayan yang aktif melaut akan menambah kesejahteraan rakyat karena menjaga daya belinya.

Kalau pemerintah, baik Pusat dan Daerah, memusatkan usahanya ke tiga bidang itu, yaitu infrastrukur jalan, irigasi dan pertanian, maka dampaknya pada lapangan kerja sudah akan lumayan. Ditambah oleh efek sampingan bahwa terpeliharanya daya beli rakyat akan menyerap hasil produksi barang dan jasa yang disediakan oleh Usaha Kecil dan Menegah serta Usaha Besar Nasional. Dalam hal ini Pemerintah harus menjadikan masyarakat Indonesia dengan penduduknya yang 220 juta orang pasar yang penting bagi hasil produksi nasional. Itu harus disertai usaha melindungi dunia usaha kita dari masuknya ekspor negara lain seperti China, India, dan lainnya yang semuanya mencari pasar untuk produknya. Pemerintah harus sanggup bertindak tegas dan kalau perlu keras terhadap semua unsur penyelundupan yang dapat mempersukar dunia usaha kita sendiri. Kenyataannya sekarang belum seperti itu.

Kegiatan usaha dalam masyarakat, terutama di desa-desa, akan mengembangkan dinamika perjuangan yang menimbulkan harapan dan optimisme. Kalau tahun 2009 dapat dilalui dengan cukup memuaskan dalam pencegahan dampak negatif Krisis Global, maka setelah itu harus ada usaha yang makin intensif dan luas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan menggunakan usaha tahun 2009 sebagai landasan dapat diperluas berbagai usaha yang makin menguatkan posisi Indonesia dalam perekonomian internasional. Langkah demi langkah peningkatan penghasilan per capita harus menjamin bahwa golongan miskin makin sedikit, sebaliknya golongan menengah makin banyak. Harus kita usahakan agar 20-30 tahun lagi dapat dicapai penghasilan per capita sebesar USD 10.000 setahun dengan sekurangnya 85 persen penduduk Indonesia termasuk golongan menengah, 10 persen golongan kaya dan maksimal 5 persen golongan miskin.

Hal ini bukan Utopia atau tujuan yang mengada-ada. Bahkan angka-angka itu masih konservatif kalau diperhatikan secara obyektif potensi yang ada dalam negara kita. Tidak mustahil dapat dicapai angka yang lebih tinggi dalam penghasilan per capita kalau usaha kita benar-benar terkonsentrasi, dilakukan dengan semangat dan tekad kuat dan rakyat bersatu. Namun untuk itu memang diperlukan kepemimpinan yang kuat tekadnya dan tidak hanya pandai bicara, melainkan benar-benar berbuat dan bertindak karena berhasrat kuat menjadikan Rakyat Sejahtera dan Negara Kuat berdasarkan Pancasila.

 

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post