Sayidiman Suryohadiprojo
Jakarta, 25 Juni 2010
Tidak hanya satu orang Barat menamakan Afghanistan as the graveyard of Empires. Sejak Iskandar Zulkarnaen di abad ke 4 SM hingga sekarang AS, semuanya yang mempunyai kehendak keras menguasai Afganistan, telah mendapat pukulan dan pelajaran jangan coba-coba menjajah negara dan bangsa itu.
Inggeris pada akhir abad ke 19 berusaha meluaskan daerah jajahannya di India dengan menginvasi Afganistan. Tapi ia gagal dan akhirnya dengan babak belur mengakhiri niatnya. Padahal waktu itu Imperium Inggeris menguasai banyak wilayah dunia sehingga di kekuasaan Inggeris matahari tak pernah terpendam. Kemudian Uni Soviet ketika masih negara adikuasa atau superpower pada tahun 1979 menginvasi Afganistan, tetapi juga adikuasa itu mendapat pelajaran yang amat menyakitkan sehingga harus mundur tanpa berhasil mencapai tujuannya. Bahkan kegagalan Uni Soviet itu turut menyebabkan kekalahannya dalam Perang Dingin terhadap AS dan blok Barat. Yang terakhir adalah AS yang menginvasi Afganistan pada tahun 2001 dengan alasan hendak membalas gerakan teroris Al Qaeda yang pada 11 September tahun itu telah memukul AS secara mengejutkan dan menimbulkan rasa malu besar pada bangsa Amerika dan para pemimpinnya.
Sekarang pada tahun 2010, sembilan tahun setelah invasi AS dimulai, belum juga Afganistan dikuasai AS sebagaimana keinginannya. Pada bulang Juni 2010 ini AS telah berada di Afganistan selama 104 bulan, lebih lama dari keberadaannya di Vietnam pada tahun 1970-an. Padahal yang diperoleh dalam 104 bulan itu masih jauh dari keinginannya.
Sebetulnya golongan Neo-Konservatif AS sudah lama hendak menginvasi Afganistan, jauh sebelum tahun 2001. Perusahaan Halliburton yang pimpinannya tergolong Neo-Kon, seperti mantan wakil presiden Dick Cheney, hendak memasang pipa untuk menyalurkan minyak dari Asia Tengah menuju pelabuhan di Laut Arabia untuk menghindari penyaluran ke pelabuhan di wilayah Russia. Pipa itu hendak dibangun melintasi wilayah Afganistan. Jadi penguasaan Afganistan termasuk dalam kepentingan AS yang bersangkutan dengan energi, hal yang mempunyai prioritas tinggi dalam persaingannya dengan Russia dan terutama dengan China yang makin meluas usahanya dalam penguasaan sumber energi di dunia.
Sebab itu para pemimpin Neo-Kon dan pemimpin AS lainnya yang ingin dominasi AS atas dunia makin kuat sangat berkepentingan menguasai dan masuk Afganistan, tidak kurang dari ambisinya menguasai Irak dan Timur Tengah pada umumnya.
Jadi sebenarnya serangan Al Qaeda atas AS pada 11 September 2001 sangat cocok dengan kepentingan AS. Kejadian itu memberikan hak kepada AS untuk membalas Al Qaeda. Keberadaan pimpinan Al Qaeda dekat atau di wilayah Afganistan serta hubungan dekat Taliban yang berkuasa di Afganistan dengan pimpinan Al Qaeda menguatkan niat AS menyerang Afganistan. Karena hak membalas itu sah, maka PBB mendukung serangan AS sehingga invasi AS ke Afganistan itu sah (legitimate). Sebab itu banyak negara bersedia mendukung AS menguasai Afganistan. PBB membentuk International Security Assistance Force (ISAF) terdiri atas 42 negara dengan NATO sebagai inti.. Kekuatan pasukan ISAF 64.500 orang, termasuk 30.000 orang dari AS.
Akan tetapi AS yang memegang pimpinan ISAF tidak kunjung berhasil mencapai tujuannya. Memang pada permulaan cepat diperoleh kemenangan dan AS serta sekutunya dapat menduduki tempat-tempat penting, termasuk ibukota Kabul. Akan tetapi setelah itu kaum Taliban beralih ke perlawanan wilayah dan gerilya mereka berhasil menimbulkan banyak korban pada ISAF dan membuat penguasaan atas Afganistan sebagaimana diharapkan AS, tidak mungkin terwujud. Korban tentara sejak 2001 hingga 2010 di jajaran ISAF 1837 orang, termasuk korban AS sebanyak 1121 orang.
Perlawanan gerilya Taliban demikiian efektifnya sampai presiden Obama pada tahun 2009 harus melakukan peninjauan kembali strategi AS. Selain itu masyarakat AS mulai kesal dengan perang Afganistan yang tidak kunjung menunjukkan hasil. Strategi baru AS yang diumumkan presiden Obama adalah bahwa AS lambat laun akan menyerahkan segala usaha pengamanan kepada pemerintah Afganistan yang telah dibentuk sejak ISAF beroperasi di negara itu. Presiden Hamid Karzai yang telah terpilih diharapkan dapat membentuk administrasi sipil yang efektif di seluruh negara, termasuk organisasi kepolisian dan tentara. AS akan ambil peran sebagai pendukung pemerintah itu. Sekalipun banyak pihak di lingkungan Barat menuduh Karzai tentang prosedur pemilihannya yang kotor dan melanggar aturan, AS tak ada pilihan lain kecuali mendukung Karzai. Proses penarikan pasukan AS dari Afganistan akan dimulai bulan Juli 2011. Agar supaya pada saat itu kondisi cukup baik untuk mulai proses penarikan itu, AS akan memperkuat kehadirannya dengan 30.000 orang mulai sekarang.
Akan tetapi perkembangan keadaan di Afganistan tidak sebagaimana diharapkan AS. Hal ini dibuktikan dengan peristiwa yang baru terjadi Pada tanggal 23 Juni 2010 presiden Obama telah memecat panglima pasukan AS di Afganistan jenderal Stanley McCrystal yang baru menjabat posisi itu kurang dari setahun. Alasan pemecatan yang dikatakan Obama adalah kacaunya persatuan di lingkungan para pejabat yang menangani masalah Afganistan yang terbuka ketika majalah Rolling Stones memuat ucapan-ucapan jenderal McCrystal dan orang-orang di lingkungannya yang mengritik dan mengecam para pejabat tinggi AS, termasuk presiden Obama, wakil presiden Joe Biden, penasehat utama keamanan nasional jenderal James A.Jones, duta besar AS di Afganistan Karl Eikenberry dan utusan khusus (special envoy) Richard Holbrooke. McCrystal dinilai bersalah atas terjadinya insubordinasi terhadap wewenang sipil atas militer, baik yang dilakukannya maupun anggota stafnya.
Akan tetapi di pihak lain pimpinan Pentagon juga menyayangkan McCrystal harus pergi karena ia adalah perwira dan panglima yang cakap. Banyak dugaan bahwa terselipnya kontrol atas ucapan itu disulut oleh kekecewaan pihak militer atas kurangnya dukungan dan peran pihak sipil AS terhadap jalannya operasi militer. Seperti lambatnya follow-up pihak sipil ketika tentara telah berhasil mengalahkan dan mengusir Taliban dari daerah Marja, salah satu daerah dikenal dengan gigihnya perlawanan gerilya Taliban. Setelah daerah dikuasai tentara AS, pihak sipil seharusnya melanjutkan dengan membangun dan menjalankan berbagai organisasi dan aparat yang memungkinkan berjalannya pemerintahan sehingga strategi yang hendak merebut pikiran dan perasaan rakyat (to win the hearts and the mind of the people) dapat terlaksana dan pengaruh Taliban makin didesak dan dikalahkan. Akan tetapi usaha kaum sipil itu jauh dari memadai sehingga dalam kenyataan belum berjalan pemerintahan Afganistan di daerah itu.
Hal itu antara lain disebabkan karena jauhnya hubungan pejabat sipil AS, termasuk duta besar Eikenberry dan utusan khusus Holbrooke, dengan para pejabat pemerintahan Afganistan, termasuk presiden Hamid Karzai, sehingga tidak tercapai kekompakan dalam pelaksanaan pemerintahan yang masih banyak tergantung dari dukungan AS. Sebaliknya hubungan jenderal McCrystal dengan presiden Karzai cukup dekat, dan Karzai menyatakan penyesalannya bahwa McCrystal harus pergi.
Pimpinan McCrystal juga berdampak berkurangnya korban di antara rakyat sipil Afganistan, hal mana sangat dihargai Karzai dan orang-orangnya. Hal ini disebabkan karena McCrystal sangat membatasi penggunaan bantuan tembakan artilleri dan bantuan udara kepada pasukan ISAF kalau terjadi gempuran atau pengadangan oleh pasukan gerilya Taliban. Sebab McCrystal sadar bahwa tembakan bantuan artilleri dan bantuan udara mudah sekali mengena kepada rakyat dan bukan kepada pasukan Taliban. Di masa lalu hal demikian tidak dipedulikan pimpinan militer AS dan selalu dikatakan bahwa itu tidak dapat dihindari (collateral damage). Akan tetapi McCrystal berpendapat bahwa setiap kematian rakyat Afganistan oleh tembakan pasukan AS akan membuat rakyat itu makin membenci AS dan mau tidak mau memihak Taliban, sekalipun dalam hatinya rakyat juga tidak suka kepada kekuasaan Taliban yang ekstrim dan radikal Islam.
Memang kebijakan McCrystal tentang pembatasan tembakan bantuan untuk pasukan depan menimbulkan pada kalangan bawah pasukan AS ketidakpuasan dan anggapan bahwa para jenderal tidak memperhatikan nasib bawahan yang bertempur .
Hal ini semua menunjukkan bahwa memang organisasi AS kurang mampu mengatasi perlawanan wilayah Taliban secara efektif. Pasukan AS terlalu tergantung pada daya tembak senjata besar atau secara umum terlalu tergantung pada sistem senjata teknologi dan kurang memahami kegunaan sistem senjata sosial. Memang ada usaha pimpinan tentara AS untuk memperbaiki doktrin mereka dalam lawan pemberontakan (counterinsurgency) sesuai pengalaman mereka di Irak dan Afganistan. Akan tetapi perubahan itu baru pada tahap perumusan dan masih jauh dari realisasi pada pasukan.
Jenderal McCrystal dan terutama atasannya, yaitu jenderal David Petraeus yang tadinya jadi panglima tentara AS di Irak dan kemudian dinaikkan menjadi panglima Central Command yang membawahi seluruh Timur Tengah termasuk Irak dan Afganistan, sudah sangat paham bahwa melakukan operasi mengatasi perlawanan wilayah memerlukan usaha yang titik beratnya adalah bagaimana merebut hati dan dukungan rakyat. Jadi lambat laun pimpinan tentara AS sadar akan fungsi territorial yang sudah tahunan menjadi doktrin TNI.
Namun dampak dari kurangnya kemampuan organisasi AS, baik sipil dan militer, ini menimbulkan kesangsian akan masa depan AS di Afganistan. Banyak orang berpendapat bahwa tambahan pasukan 30.000 orang seperti yang digariskan presiden Obama tidak akan mengakhiri masalah Afganistan. Presiden Hamid Karzai sendiri sudah kedengaran bicara bahwa AS tidak mampu mengakhiri perang Afganistan secara memuaskan. Itu sebabnya, belakangan ini terdengar bahwa Karzai mengadakan pendekatan kepada pihak Taliban untuk mengakhiri perang. Kalau Taliban bersedia ia tentu minta konsesi yang menguntungkan posisi dan wewenangnya. Belakangan terdengar bahwa Taliban makin bersikap independen terhadap Al Qaeda dan mungkin hal ini yang mendorong presiden Karzai untuk berusaha menarik Taliban untuk mengakhiri perang.
Yang tidak kalah pentingnya adalah penemuan yang dilakukan para pakar geologi tentara AS dalam bulan Juni ini bahwa bumi Afganistan mengandung bahan tambang yang nilainya bertrilyon dollar AS, terutama lithium yang sekarang banyak pemakaiannya dalam teknologi komputer. Hal ini mau tidak mau akan menguatkan masyarakat Afgabistan, baik yang berpihak Taliban atau yang bukan, untuk mengusahakan agar kekayaan bumi negaranya terutama meningkatkan kesejahteraan mereka dan bukan makin memperkaya kapitalis dan imperialis AS atau bangsa lain.
Pilihan presiden Obama untuk pengganti jenderal McCrystal adalah jenderal David Petraeus. Satu pilihan yang oleh banyak pihak dinilai tepat, mengingat pengalaman dan pandangan Petraeus dalam menghadapi perlawanan wilayah. Akan tetapi buat jenderal Petraeus adalah penurunan jabatan dan semoga ia tidak merasa kurang diperhatikan. Harapan Obama dan semua pimpinan serta rakyat AS terhadap jenderal Petraeus besar sekali untuk menjadikan strategi yang telah digariskan bisa terlaksana dengan sukses. Masih banyak sekali yang harus dikerjakan dan musuh AS masih kuat atau malahan makin kuat. Kalau AS tidak berhasil mencapai tujuan politiknya di Afganistan, maka kembali Afganistan menunjukkan dirinya sebagai makam kaum imperialis.
Buat kita di Indonesia masalah Afganistan adalah masalah neo-imperialisme. Penyelesaiannya adalah penarikan semua kekuatan asing dari Afganistan dan membantu rakyat dan pemerintah Afganistan dapat berdiri kembali serta berfungsi efektif untuk mencapai perdamaian dan kesejahteraan rakyatnya.
Dalam bidang operasi militer terbukti lagi kebenaran konsep territorial yang sejak semula menjadi doktrin TNI. Anehnya bahwa ada orang Indonesiai, dari kalangan cendekiawan dan malahan beberapa perwira TNi sendiri, yang mau mngakhiri doktrin territorial TNI dengan alasan bahwa itu adalah konsep yang ketinggalan zaman. Kita yang cinta Tanah Air Indonesia dan terus terjaganya keutuhan NKRI harus selalu waspada dan menolak usaha mereka yang mengingkari fungsi territorial dan dengan begitu menjadikan Indonesia lemah dan rawan.
Semoga kita berhasil dalam usaha kita itu dan selalu mendapat bimbingan serta perlindungan Tuhan Yang Maha Kuasa.
No comments yet.