MENJADI BANGSA PEJUANG

Posted by Admin on Wednesday, 1 June 2011 | Opini

Sayidiman Suryohadiprojo

Tulisan ini saya buat pada tanggal 1 Juni 2011 yang merupakan hari ulang tahunnya Pancasila yang ke 66. Pada 1 Juni 1945 Bung Karno atau Ir. Sukarno menyampaikan pendapat kepada Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Ia berpendapat bahwa Negara Indonesia Merdeka yang akan dibentuk harus mempunyai fundamen yang kokoh berupa satu philosophische grondslag atau landasan filosofis.

Kemudian Bung Karno mengemukakan bahwa landasan filosofis itu terdiri dari 5 pokok, yaitu Kebangsaan Indonesia atau Nasionalisme, Kemanusiaan atau Internasionalisme, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bung Karno mengatakan bahwa 5 pokok itu terdapat dalam kehidupan seluruh bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Menjadikan hal itu fundamen bagi Negara Indonesia Merdeka akan membuat Negara itu kokoh kuat dan hidup sepanjang zaman. Bung Karno menamakan 5 pokok itu Panca Sila.

Pimpinan dan para anggota BPUPKI menerima usul Bung Karno dan sepakat menjadikan Panca Sila Dasar Negara Republik Indonesia yang akan dibangun. Kemudian diadakan perumusan kembali agar Panca Sila sungguh cocok dengan keinginan semua pihak.

Maka Panca Sila yang menjadi Dasar Negara Republik Indonesia adalah :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan- Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

Bung Karno yang kemudian pada 17 Agustus 1945 bersama Bung Hatta atau Drs. Mohamad Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia, menyatakan bahwa Panca Sila harus menjadi kenyataan dalam Negara Merdeka yang akan dibangun. Itu pekerjaan yang tidak mudah dan tidak ringan karena kondisi bangsa Indonesia dalam penjajahan jauh dari hal-hal yang dikehendaki Panca Sila.

Sebab itu diperlukan perjuangan seluruh bangsa secara kuat dan terus menerus agar Panca Sila benar-benar menjadi kenyataan. Atas dasar itu bangsa Indonesia harus menjadi Bangsa Pejuang, bukan bangsa lembek secara lahir maupun batin.

Namun kita melihat dan merasakan bahwa pada tahun 2011 ini ketika Republik Indonesia telah 66 tahun berdiri dan bangsa Indonesia merdeka, Panca Sila masih jauh dari kenyataan dalam kehidupan dan eksistensi Negara dan bangsa Indonesia.

Mungkin saja makin banyak rakyat Indonesia yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa, tapi di pihak lain masih amat menonjol perbuatan manusia Indonesia dan kondisi masyarakat Indonesia yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukti .merajalelanya kaum teroris yang menggunakan agama Islam sebagai alasan tindakannya, merupakan satu hal mencolok dalam kehidupan Indonesia dewasa ini. Ditambah dengan mudahnya orang melakukan kekerasan terhadap pihak lain yang dianggap tidak menjalankan agama secara benar. Belum lagi berbagai perilaku yang bertentangan dengan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti perbuatan korupsi yang meluas.

Demikian pula masih banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan padahal bangsa Indonesia sudah 66 tahun merdeka dan bumi Indonesia penuh karunia Tuhan berupa sumberdaya alam yang berlimpah, hal ini juga jauh dari kehendak Panca Sila.

Sesuai kenyataan ini maka terbukti bangsa Indonesia masih belum menjadi Bangsa Pejuang. Memang untuk menjadi Bangsa Pejuang diperlukan kondisi bangsa yang sanggup hidup ulet, tangguh, berbudi luhur dengan senantiasa menunjukkan kesetiaannya kepada bangsa dan negara, kehendak kuat untuk berbuat terbaik dan lainnya. Rupanya hal ini kurang ada pada bangsa Indonesia hingga dewasa ini.

Memang tidak mungkin diharapkan mayoritas rakyat Indonesia secara otomatis menjadi Rakyat Pejuang. Mungkin sekali ada rakyat yang dari mulai awal sudah pejuang. Akan tetapi mayoritas rakyat menjadi korban penjajahan dengan dihiggapi mentalitas budak .

Bukti adanya Rakyat Pejuang adalah berhasilnya perjuangan kemerdekaan yang dapat memaksa penjajah Belanda dan kawan-kawannya untuk mengakui kemerdekaan bangsa Indonesia dan kedaulatan Negara Indonesia pada 27 Desember 1949. Meskipun sejak 1945 penjajah Belanda berusaha kuat untuk kembali berkuasa dan menjajah Indonesia, usaha itu gagal karena perjuangan yang gigih bangsa Indonesia. Akan tetapi rakyat yang berjuang itu hanya sebagian bangsa Indonesia.

Dalam perjuangan kemerdekaan itu juga terbukti bahwa mayoritas bangsa Indonesia tidak ikut secara aktif berjuang melawan penjajah. Ada yang secara kuat membantu penjajah untuk kuasa kembali, ada yang melakukan kegiatan yang menguntungkan penjajah, ada pula yang melihat angin siapa yang kuat. Sebab itu kita bersyukur bahwa sekalipun mayoritas bangsa tidak aktif melawan penjajah, akhirnya penjajah dapat dipaksa mengakui kemerdekaan Indonesia.

Sebenarnya setelah bangsa Indonesia sudah berkuasa penuh atas Tanah Air Indonesia, yaitu sejak tahun 1950, harus diadakan pembinaan bangsa agar seluruhnya dapat berkembang menjadi Bangsa Pejuang. Dan memang sejak awal para pemimpin, khususnya Bung Karno, selalu mengatakan bahwa perlu ada Nation and Chracter Building atau Pembangunan Bangsa dan Karakter secara intensif dan meluas serta terus menerus. Namun amat sayang bahwa dalam kenyataan hal itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Di waktu Bung Karno berkuasa tidak dilakukan, demikian pula sesudah itu hingga sekarang.

Itu sebabnya Panca Sila tidak pernah menjadi kenyataan. Malahan setelah bangsa kita melakukan Reformasi justru Panca Sila dilecehkan, termasuk oleh para pemimpin yang dikenal sebagai Pemimpin Reformasi. Pemimpin Reformasi yang menjadi Ketua MPR sebagai lembaga tertinggi Negara memungkinkan UUD 1945, konstitusi Republik Indonesia yang menyatakan bahwa Panca Sila adalah Dasar Negara, dirobah atau di-amandemen sampai 4 kali sehingga menjadi konstitusi yang fasal-fasalnya banyak yang bertentangan dengan Pancasila. Pemimpin Reformasi lain yang memimpin Pemerintah Republik Indonesia, terus mengiyakan atau memungkinkan perubahan itu terjadi.

Tidak itu saja konsekuensi bangsa Indonesia tidak atau belum Bangsa Pejuang. Kekayaan alam dan kekuatan positif lain yang ada pada Indonesia kurang berhasil digarap bangsa Indonesia dan dijadikan kekuatan serta kekayaan bangsa dan Negara. Malahan sebaliknya kekayaan alam Indonesia lebih dimanfaatkan bangsa lain yang lebih ulet dan pejuang dari bangsa Indonesia.

Jadi menjadi Bangsa Pejuang tidak hanya penting untuk menjadikan Panca Sila kenyataan di bumu Indonesia. Juga penting untuk mampu memanfaatkan potensi kekayaan alam karunia Tuhan melalui berbagai usaha yang akhirnya menjadikan bangsa Indonesia lebih kaya dan sejahtera.

Hanya sebagai Bangsa Pejuang kita dapat mengolah segala kekayaan bumi Indonesia yang tidak sedikit sehingga menjadikan bangsa Indonesia kaya dan sejahtera.

Hanya sebagai Bangsa Pejuang kita dapat menguasai dan mengarungi lautan luas yang ada dalam wilayah nasional kita serba penuh kekayaan ikan dan sumberdaya energi. Apalagi untuk menguasai lautan di luar wilayah nasional, baik yang masuk Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang masih menjadi hak kita untuk diolah maupun lautan luas samudera Pasifik dan samudera Hindia.

Hanya sebagai Bangsa Pejuang kita dapat memanfaatkan ruang angkasa luas yang terbentang di atas wilayah nasional dan memberikan begitu banyak peluang untuk makin meningkatkan kehidupan bangsa.

Kalau kita tetap bukan Bangsa Pejuang semua peluang emas karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia itu, akan dimanfaatkan bangsa lain, seperti sekarang terjadi.

Menjadikan bangsa kita Bangsa Pejuang memerlukan proses atau berbagai kegiatan yang pokoknya berupa pendidikan.

Pendidikan di lingkungan keluarga untuk membuat anak Indonesia sejak lahir berkembang menjadi Pejuang, yaitu menjadikannya hidup berdisiplin dan self-disiplin, biasa hidup bersama orang lain secara harmonis dan produktif, rajin kerja, senang menambah pengetahuan dan kecakapan, hidup jujur dan hemat, serta sanggup dan berani bertanggungjawab.

Pendidikan di lingkungan keluarga dilengkapi dan disempurnakan melalui Pendidikan di Sekolah. Di sini berbagai sifat atau karakter kuat yang ditumbuhkan di keluarga diperluas dan diperkuat dengan hubungannya dengan orang lain bukan keluarga. Anak memperoleh Ilmu Pengetahuan aneka ragam yang memperluas pandangannya. Kecakapan hidupnya bertambah dan disertai penguasaan Teknologi.

Pendidikan dalam Masyarakat juga memperkuat kemampuan serta karakter manusia Indonesia sehingga turut membangun Bangsa Pejuang.

Pendidikan ini semua amat penting tetapi tidak kalah oenting adalah Kepemimpinan. Sebab anak, terutama kalau masih muda, amat memerlukan Tauladan yang menjadi pedoman hidup baginya. Para Pendidik tidak cukup bicara atau menguraikan, tapi lebih penting memberikan Tauladan.

Ki Hadjar Dewantara selalu mengatakan : Kita tidak bisa mendidik apa yang kita Tahu, Kita tidak bisa mendidik apa yang kita Mau, Kita hanya bisa mendidik apa yang kita Perbuat.

Orang tua di keluarga, guru di sekolah, pemimpin organisasi di masyarakat, semua harus menunjukkan Tauladan yang sesuai dengan apa yang dikatakannya.

Kita ,melihat kelemahan amat besar dalam kepemimpinan banyak pihak mulai Bung Karno dan lebih-lebih sekarang. Panca Sila banyak diomongkan zaman Bung Karno dan Pak Harto, tapi dalam kenyataan perbuatan para Pemimpin berbeda dari yang diomongkan. Sekarang lebih-lebih lagi, karena sekarang Pemimpin menganggap bahwa dengan berwacana semua sudah akan beres, tak perlu perbuatan menjadikan wacana yang diomonkan satu kenyataan. Sebab kenyataan atau Realitas hanya terjadi kalau ada perbuatan.

Maka melihat kenyataan sekarang masih amat jauh perjalanan kita mewujudkan Bangsa Pejuang. Akan tetapi seorang Pejuang tidak pernah putus asa dan pessimis. Pejuang selalu mencari jalan untuk perbaikan. Sebab itu marilah kita mengajak semua pihak di Indonesia untuk menjadikan bangsa kita Bangsa Pejuang. Dimulai dengan membuat dirinya sendiri Pejuang dan mengajak serta memotivasi orang lain untuk jalan bersama menjadi Pejuang. Insya Allah akan terwujud Kepemimpinan dan Pendidikan yang berinti sifat Pejuang. Memang belum tampak kapan dan bagaimana hasil itu semua , namun justru dengan Keyakinan Pejuang pasti akan tercapai apa yang kita perjuangkan.

Marilah kita jadikan semboyan kita bahwa For a Fighting Nation there is no Journey’s End atau Untuk Bangsa Pejuang tiada Akhir Perjalanan.

 

Jakarta , 1 Juni 2011 .

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post