Memecahkan Persoalan Secara Mendasar

Posted by Admin on Saturday, 9 December 2000 | Opini

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Perasaan kecewa meliputi banyak orang Indonesia dewasa ini. Semula dikira bahwa setelah ada pemerintahan yang berlegitimasi , yaitu dipilih secara konstitusional dan demokratis, segala persoalan yang disebabkan oleh Krisis Ekonomi dapat diatasi. Bahkan lebih dari itu, karena Reformasi yang dimulai pada tahun 1998 mempunyai agenda yang jauh lebih luas dari pemecahan masalah ekonomi. Yang paling banyak menjadi tuntutan adalah hapusnya KKN, berkembangnya demokrasi politik dan ekonomi serta tegaknya kekuasaan hukum. Ini semua diharapkan penyelenggaraannya, atau setidak-tidaknya nampak momentum gerak menuju tuntutan itu.

Namun setelah pemerintah Abdurrachman Wahid berjalan lebih dari 6 bulan, tidak dilihat adanya perkembangan yang cukup memuaskan orang banyak. Kondisi ekonomi tidak kunjung membaik sekalipun seluruh dunia Barat dengan dipelopori AS memberikan dukungan kepada pemerintah ini. Penegakan kekuasaan hukum belum terasa. Malahan ada indikasi bahwa KKN rebak kembali.

Untuk kesekian kalinya kita kecewa terhadap kepemimpinan negara kita. Hanya kekecewaan sekarang datangnya jauh lebih cepat ketimbang sebelumnya. Dulu kita kecewa ketika pada tahun 1950-an pemerintahan silih berganti tanpa menghasilkan kemajuan nyata bagi kehidupan rakyat. Padahal setelah kedaulatan bangsa Indonesia diakui seluruh dunia, kita mengira akan dapat mewujudkan kesejahteraan dengan mengolah potensi kekayaan alam kita yang besar. Akan tetapi waktu itu kita mempunyai ekskus, karena pemerintahan tidak dilakukan berdasarkan UUD 1945. Kemudian Presiden Soekarno mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 pada tahun 1959. Kita semua penuh harapan bahwa sekarang keadaan akan berubah secara mendasar . Namun ternyata pemerintahan Presiden yang pertama mengecewakan kita semua karena sama sekali tidak mengusahakan kesejahteraan. Bahkan pemerintahannya berakhir secara tragis setelah 7 tahun mememerintah berdasar UUD 1945. Kemudian datang pemerintahan Presiden Soeharto yang hendak menegakkan UUD 1945 dan Panca Sila secara murni dan konsekuen. Selama kurang lebih 10 tahun kita penuh kepercayaan bahwa sekarang akan baik bagi Indonesia. Namun ternyata kita harus kembali kecewa karena berkembangnya korupsi secara meluas dipelopori oleh keluarga Presiden. Memang kesejahteraan Indonesia jauh membaik dibandingkan sebelumnya, tetapi tidak disertai keadilan dan kebersamaan. Datang Reformasi, Presiden Soeharto lengser dan digantikan Presiden B.J.Habibie. Meskipun ada yang mempersoalkan sahnya penggantian itu, pemerintahan Habibie memberikan harapan ketika melaksanakan sistem demokrasi yang tidak ada sama sekali sebelumnya. Namun kemudian kembali rakyat kecewa karena penanganan yang salah menyebabkan Timor Timur lepas dari pangkuan Republik Indonesia. Datanglah pemerintahan A.Wahid yang untuk pertama kali dalam sejarah Republik Indonesia dapat terbentuk melalui proses yang secara nasional dan internasional diakui demokratis dan konstitusional. Namun ternyata dalam enam bulan saja kita sudah dikecewakan karena manajemen, kepemimpinan dan kenegarawanan yang tidak memadai bagi bangsa Indonesia. Apalagi disertai indikasi KKN yang cukup memalukan.

Kalau begini perjalanan bangsa Indonesia patut sekali kita bertanya pada diri sendiri. What is wrong with this nation ? Kemudian kita sadar bahwa satu bangsa mendapatkan pimpinan sesuai kondisi bangsa itu sendiri (A Nation get the leaders it deserves!) Ini masuk akal karena orang yang berkembang sebagai pemimpin adalah produk dari masyarakatnya. Dia diakui dan dipilih menjadi pemimpin oleh orang-orang yang ada dalam masyarakatnya. Kalau kita sebagai bangsa ingin mempunyai pimpinan yang baik dan bermutu kenegarawanannya, maka kita harus terdiri dari manusia yang baik. Manusia yang mempunyai sifat dan sikap sesuai dengan gambaran kita tentang bangsa Indonesia yang maju dan sejahtera. Sekurang-kurangnya mayoritas atau arus utama (main stream) manusia Indonesia harus memenuhi syarat itu.

Kalau kondisi manusia Indonesia belum berubah secara mendasar, maka setiap pergantian pimpinan bangsa akan mendatangkan kekecewaan kembali seperti yang kita alami selama lebih dari 50 tahun ini. Reformasi harus mendorong kita semua untuk mempunyai sifat dan sikap yang sesuai dengan gambaran kita tentang Indonesia yang maju dan sejahtera. Ada orang mengatakan bahwa yang penting adalah sistemnya. Akan tetapi setiap sistem adalah produk manusia; sistem tidak terjadi begitu saja. Dalam umat manusia sekarang ini kemajuan dan kesejahteraan bangsa menuntut sifat dan sikap tertentu. Harus kita akui bahwa mayoritas manusia Indonesia belum mempunyai sifat dan sikap itu, seperti kemampuan kendali diri, selalu berusaha berprestasi berdasarkan kecakapan tertentu, bersifat jujur dan biasa hidup serta bergiat bersama orang lain, dan lainnya.. Yang kita perlukan adalah perubahan mendasar sifat dan sikap kita semua. Inilah kewajiban kita utama untuk membuat Reformasi sukses. Dan itulah jalan yang harus kita tempuh untuk mencapai kehidupan yang Maju. Adil dan Sejahtera.

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post