Sepakbola Indonesia Kalah Dari Singapore

Posted by Admin on Wednesday, 10 December 2008 | Catatan

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Jakarta, 10 Desember 2008

Buat para penggemar olahraga, khususnya sepakbola, adalah menyedihkan ketika melihat atau mendengar Indonesia kalah lagi pertandingannya melawan Singapore dengan 2-0 pada tanggal 9 Desember lalu. Terutama buat mereka yang umurnya di atas 70 tahun dan mengalami tahun-tahun 1960-an hal ini amat memukul.

Sampai sekitar tahun 1970 team nasional Indonesia termasuk yang terkuat di Asia Tenggara. Paling-paling pesaingnya yang serieus adalah Thailand. Malahan ketika team Indonesia terdiri atas Van der Vin atau Maulwi Saelan sebagai keeper, pemain-pemain belakang yang terdiri atas Sidi sebagai stopperspil, Him Tjiang sebagai back bersama-sama Tan Liong Houw, Sidik dan Saderan di garis tengah, dan di depan Ramang sebagai centre-forward yang produktif dibantu Jamiat, Ing Hien, Jusuf Siregar, Sugiono, Witarsa, Tan San Liong dan Siang Liong, team Indonesia tidak ada saingannya di Asia Timur. Ketika itu Jepang belum serieus bermain sepakbola (baru mulai serieus setelah tahun 1980an) dan tidak pernah bisa menang dari Indonesia. Ketangguhan sepakbola Indonesia diakui ketika dalam Olympic Games 1956 di Melbourne, Australia, bermain seri 0-0 dengan team Uni Soviet yang ketika itu termasuk team unggulan di dunia. Baru dalam pertandingan berikut Indonesia kalah 3-0. Yugoslavia yang pada akhir tahun 1950-an masih tergolong kuat di Eropa dan membuat tour ke Asia, mengalahkan team PSSI hanya dengan 2-0 pada tahun 1954 di Jakarta.

Juga ketika ada peremajaan team Indonesia dengan pemain-pemain seperti Abdul Kadir, Iswadi Idris, Yakob Sihasale, Ronny Pattinasarani dan lainnya, Indonesia masih terkuat di Asia Tenggara dengan disaingi Thailand. Oleh sebab itu sangat menyedihkan ketika Indonesia mulai amat turun kemampuannya sejak tahun 1980-an sehingga pernah dikalahkan Kambodia, satu negara kecil dan miskin. Hingga sekarang Indonesia belum dapat kembali pada posisi yang baik di wilayah ini, sehingga selalu kurang ada kepastian kalau menghadapi Birma (sekarang Myanmar), Malaysia, Vietnam, apalagi Thailand. Sekarang ditambah lagi oleh Singapore yang sejak tahun 2000-an sukar sekali kita imbangi, apalagi kalahkan.

Kemajuan dalam sepakbola Singapore adalah hal yang patut kita pelajari sejak negara-kota itu berhasil menjadi juara Asia Tenggara. Ternyata kekuatan Singapore sangat ditunjang oleh kedatangan pemain-pemain baru yang datang dari negara lain dan menjadi warganegara baru. Mereka sudah pemain baik di negara asalnya; ada yang datang dari Eropa dan Amerika Latin. Sebagai warga negara Singapore mereka boleh mewakili negara barunya dalam pertandingan internasional. Banyak dari mereka yang pindah dan memilih tinggal di negara-kota itu karena daya tarik kemajuan dan kesejahteraannya. Tentu mereka bisa menjadi warga negara baru karena di negara itu ada sponsor yang menarik mereka. Akan tetapi andai kata Singapore bukan negara-kota yang maju dan sejahtera belum tentu para pemain sepakbola yang sudah punya nama dan posisi baik di negaranya akan berminat pindah kewarganegaraan Singapore.

Itulah keuntungan negara-negara yang maju dan sejahtera. Hal serupa juga kita lihat ketika pesenam-pesenam ulung Eropa Timur pindah ke AS yang pada tahun 1970-an sama sekali belum mempunyai nama dalam persaingan senam tingkat dunia.

Akan tetapi faktor daya tarik negara maju-sejahtera itu sebenarnya dapat diimbangi dengan pembinaan olahraga yang serieus dan konsisten. Hal itu dapat dilihat pada negara-negara komunis di masa lampau. Meskipun Republik Demokrasi Jerman atau Jerman Timur kalah sekali kesejahteraannya dari negara-negara Eropa Barat dan AS, namun di pertandingan olahraga tingkat dunia, khususnya dalam atletik, renang dan senam, negara itu selalu tergolong paling unggul. Demikian pula Uni Soviet dan RRC, dan karena itu hingga sekarang China yang bukan lagi sepenuhnya negara komunis dapat menjadi juara Olympiade 2008 di Beijing. Keserieusan yang sistematis dan intensitas pembinaan olahraga di masa lalu oleh China dilanjutkan sekarang dengan didukung kesejahteraan yang makin meningkat. Menjadi pertanyaan mengapa Republik Federasi Jerman tidak dapat melanjutkan prestasi Jerman Timur yang sekarang menyatu sejak tahun 1990. Seperti tidak ada lagi para atlit Jerman Timur yang di masa lalu selalu merajai kolam renang dan perlombaan atletik.

Ketika pada tahun 1977 Indonesia untuk pertama kali menjadi peserta Southeast Asian Games di Kuala Lumpur, kita berhasil menjadi juara pertama karena prestasi kita yang merata di seluruh cabang olahraga, khususnya waktu itu di renang, badminton dan tennis. Sejak itu Indonesia langganan menjadi juara Sea Games yang diadakan secara teratur setiap 3-4 tahun. Baru sejak akhir tahun 1980-an Indonesia tampak mundur. Malahan pernah menjadi nomer tiga saja tidak mampu. Kelihatan sekali bahwa prestasi olahraga mengalami kemunduran yang cukup besar. Bahkan badminton yang dulu langganan menjadi juara Thomas Cup dan dunia, sekarang kepastian menang sudah jauh sekali.

Hal ini juga diakibatkan oleh kenyataan bahwa negara lain makin maju ketika pembinaan olahraga kita justru berkurang.

Kalau para pemimpin Indonesia menginginkan Indonesia memegang peran yang menonjol dalam prestasi olahraga, khususnya di Asia Tenggara tetapi lebih penting lagi di Asia dan dunia, maka harus ada kesadaran bahwa hal itu tidak dapat hanya menjadi urusan cabang olahraga dan bahkan KONI. Sebagaimana dibuktikan oleh China dan dulu Republik Demokrasi Jerman serta Uni Soviet, peran Negara dalam pembinaan olahraga adalah keharusan kalau ingin mencapai prestasi menonjol, apalagi unggul. Kalau dalam hal ini diambil sikap yang lepas tangan dari pihak Negara juga harus ditanggung konsekuensinya bahwa prestasi akan amat biasa-biasa saja. Paling-paling tercapai prestasi karena atlit mempunyai bakat tinggi, mempunyai ambisi juara yang kuat dan pembina cabangnya cukup memberikan minatnya. Akan tetapi betapa pun pembina cabang amat serieus dan memberikan banyak pengorbanan, hal itu sukar menyamai peran Negara yang sistematis dan konsisten.

Hal ini juga tidak lepas dari kondisi fisik atau jasmani rakyat negara itu pada umumnya. Dengan kondisi jasmani Manusia Indonesia, maka akan mengalami cukup banyak hambatan dalam berbagai cabang olahraga kalau harus berhadapan dengan bangsa lain yang kondisi jasmaninya lebih sesuai. Seperti sekarang sprint dunia dirajai atlit Jamaika, merupakan kombinasi dari pembinaan serieus dan kondisi jasmani Manusia Jamaika atau orang Kulit Hitam umumnya.

Di masa lalu ketika Jepang masih besar ambisinya untuk menonjol dalam prestasi olahraga dunia para pemimpinnya sadar bahwa harus ada kebijakan Negara yang membuat kondisi jasmani Manusia Jepang lebih kondusif, yaitu harus menjadi lebih tinggi dan lebih kuat. Untuk itu Negara menentukan konsumsi makan yang sesuai dan setelah satu generasi memang pemuda Jepang menjadi lebih tinggi.

Selama kondisi jasmani Manusia Indonesia tetap seperti sekarang, maka akan sukar bersaing dalam sepakbola, bola basket, bolavolli dan lain cabang dengan team dari Eropa, Afrika dan Amerika.

Apalagi kalau masih ada faktor mental, seperti tidak adanya mental juara, kurang patriotik dan kekuatan kehendak, dan lainnya, maka juga melawan bangsa lain yang kondisi jasmaninya serupa dengan kita, seperti Thailand, Jepang, China Selatan, Indonesia mengalami kesulitan menang.

Jelas sekali bahwa prestasi olahraga bukan hal yang mudah dicapai, apalagi di masa kini ketika banyak bangsa juga berusaha mencapai prestasi tinggi. Lihat saja usaha Russia menarik pelatih badminton Indonesia untuk membuat badminton Russia juga mencapai prestasi dunia yang sekarang belum ada. Sama halnya ketika Jepang pada akhir tahun 1970-an mulai berminat untuk berprestasi dalam sepakbola. Ia mendatangkan pelatih yang ulung dari Amerika Latin. Kemudian kemajuan telah dibuktikannya ketika team Jepang turut dalam Kejuaraan Dunia. Sekarang sukar bagi Indonesia untuk mengimbangi prestasi sepakbola Jepang, padahal sampai permulaan 1970-an Indonesia lebih unggul dalam sepakbola menghadapi Jepang.

Mudah-mudahan timbul kepemimpinan di Indonesia yang mewujudkan Renaissance dalam pembinaan dan prestasi olahraga sehingga orang kita tidak hanya pandai mengelu-elukan pertandingan sepakbola Liga Inggeris dan Liga Italia, tetapi juga di Indonesia berkembang Liga Sepakbola dan cabang lainnya yang bermutu.

Namun itu semua sukar dilakukan tanpa ada peningkatan kesejahteraan serta kemajuan pendidikan rakyat. Dan itu sangat tergantung adanya kepemimpinan yang efektif dan penuh inspirasi, baik di Pusat maupun di Daerah.

RSS feed | Trackback URI

7 Comments »

Comment by rio
2009-04-24 00:04:34


halo om,apakah punya foto nya waktu team sepakbola indonesia meraih medali emas pada seagames manila 1991 ? kalau tidak dimana aku bisa dapatkan ? kalo ngga salah aktu itu melahirkan pahlawan kiper EDDY Harto. kalau ada aku request utk kirim ke mail aku.

rio.krismawan@gmail.com

2009-04-24 09:06:19


Sdr. Rio,

Maaf, saya tak punya foto itu. Tapi saya yakin di Sekretariat KONI Pusat bagian Dokumentasi disimpan foto itu. Seharusnya juga di Dokumentasi PSSI ada. Jadi sebaiknya Anda hubungan dengan dua badan itu. Juga KOMPAS sebagai harian nasional tua mungkin sekali punya dokumentasi itu. Silakan tanya. Maaf saya tak dapat membantu. Salam,

Sayidiman S

 
 
Comment by Daniel Simanjuntak
2008-12-24 11:53:58


Halo om,

senang sekali om juga termasuk orang yg peduli dengan sepakbola indonesia. Mungkin saya mau nambahin bukan dari segi mental tapi lapangan sepakbola di indonesia SANGAT sedikit, sehingga potensi dan bakat terbaik dan masif tidak pernah ada dan bahkan makin menurun drastis kuantitas lapangannya dibanding jaman om. Pemain pro yg ada skrg tidak mencerminkan animo sangat besar orang indonesia.

Contoh yg mungkin dapat ditiru adalah Belanda. Kenapa Belanda? negara yg sangat pelit dan perhitungan dalam duit dengan luas wilayah nya hanya sebesar jawa barat tapi lapangan bola siap untuk dipakai kompetisi dan PASTI ada di setiap kecamatan. ada banyak lapangan bola berarti ada kompetisi yang teratur dan kompetitif setiap minggu berjenjang. tingkat amatir ada 7 level dan tingkat profesional ada 2 level yaitu “eerste divisie” dan “ere divisie” (divisi utama). Lapangan bola tidak perlu yg mewah dimana untuk standar bintang 5 UEFA, belanda “cukup” hanya punya 2 dan sisanya untuk kompetisi lokal tapi sgt teratur. Lapangan tsb dipakai juga oleh sekolah2 dari murid usia 7 tahun untuk kompetisi antara sekolah. Lapangan bola dimiliki oleh Kotapraja, sebagai contoh lapangan bolanya Ajax, punya gementee amsterdam. Dgn dana yg minim dan sgt cost-effective pemain2 muda terbaik dunia belajar ke belanda. Indonesia sudah punya “kegilaan” dan fanatisme akan bola tapi ngga punya infrastruktur. jika lapangan bola diwajibkan ada di tiap kecamatan, saya yakin dalam 10 tahun ke depan kita akan punya banyak pemain bintang, creme de la creme.

Mungkin om bisa pimpin mendorong indonesian public figures untuk mendorong kesadaran agar setiap kecamatan di indonesia mesti punya lapangan bola sebagai public space esensial. Hal ini bisa dijalankan sejalan dengan program pemerintah pusat (dan juga daerah) untuk mendorong public spending di masa krisis ekonomi dgn memasukkan lapangan bola sbg infrastruktur penting masyarakat. (waktu depresi berat di AS tahun 30an, Presiden Roosevelt mengkategorikan public spending itu juga termasuk pembuatan berbagai parks, bahkan beberapa states memasukkan lapangan golf, sehingga contohnya saja Bethpage park untuk US open 2009 mendatang dibuat masa “new deal” tersebut).

thanks om

2008-12-25 09:11:52


Sdr Daniel,
Saya dan kawan2 saya dalam dunia olahraga sepenuhnya setuju dgn Anda. Sejak kita melakukan Pembangunan Nasional pada tahun 1968 makin banyak lapangan olahraga dirobah menjadi tempat pembangunan gedung sehingga makin berkurang lapangan olahraga. Sebab itu kami di KONI Pusat waktu itu di bawah pimpinan alm Sultan HB IX minta kepada Pem agar ditentukan bahwa setiap pembangunan kompleks perumahan harus disertai pembangunan lapang OR. Tapi rupanya suara kita kalah dari lobby kaum real estate. Usul kami tak pernah menjadi kenyataan. Akibatnya sekarang makin kurang lapang OR. Saya juga pernah usulkan kpd Menteri OR yg sekarang, tapi juga belum cukup mendorong utk menjadi kenyataan. Tapi kita hrs terus mendorong, satu saat pasti berhasil. Selamat Berjuang Bersama. Sayidiman S

 
 
Comment by aramichi
2008-12-20 12:32:23


Yth Pak Sayidiman

Saya setuju sekali dengan bapak, saya terharu kalau mendengar cerita orang orang tua tentang semangat patriotik membela Merah Putih yang ditunjukkan pemain PSSI era 50-60an, mereka seolah siap mati mati dilapangan bahkan ada yang sampai patah kaki demi mempertahankan nama Indonesia. Dulu pemain kita gizinya tidak begitu bagus tapi dengan semangat yang bergelora kita bisa menahan juara olimpiade Uni Soviet 0-0.

Kita juga pernah juara SEA GAMES 1991 di Manila itu disebabkan latihan keras ala militer yang diterapkan oleh pelatih asal Rusia Anatoly Polosin dan Vladimir Urin, dengan kedisiplinan ternyata kita bisa juara. Itu terjadi di bawah kepemimpinan bapak Kardono. Saya optimis sebenarnya kita punya kemampuan asal kita mau disiplin, kerja keras, serta punya kecintaan terhadap tanah air yang tinggi, para pendahulu telah membuktikannya dengan prestasi yang mereka hasilkan.

Comment by Sayidiman Suryohadiprojo
2008-12-22 09:35:34


Anda benar Sdr Aramichi. Lihat saja kejuaraan Asia Tenggara sekarang ini. Yang masuk final Thailand dan Vietnam. Kita dua kali dikalahkan Thailand, termasuk di rumah sendiri. Sebaliknya Vietnam mengalahkan Singapore di rumahnya. Bukti dari fighting spirit team Vietnam, hal mana kurang ditunjukkan team PSSI/Indonesia.
Semoga satu saat PSSI dapat pimpinan yang dapat menarik persepakbolaan Indonesia dari lumpur.

 
 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post