Jangan Sampai Reformasi Gagal

Posted by Admin on Thursday, 23 March 2000 | Artikel

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

 

Kamis, 23 Maret 2000

REFORMASI yang dilakukan oleh satu bangsa belum tentu berhasil. Dukungan dan bantuan yang diberikan negara terkuat di dunia pun bukan jaminan keberhasilan reformasi. Hal itu terbukti dari perkembangan Amerika Latin yang pada permulaan tahun 1990-an selalu mendapat pujian dari tokoh-tokoh negara Barat dan khususnya AS, karena dinilai telah meninggalkan masa lalu yang diwarnai diktator dan kekacauan ekonomi, kemudian melangkah ke reformasi politik dan ekonomi dengan menjalankan demokratisasi dan liberalisasi ekonomi. Khususnya negara-negara yang dipimpin orang-orang yang dekat dengan AS, seperti Meksiko dan Argentina, selalu mendapat pujian dan liputan pers yang amat baik di AS dan negara-negara Barat.

Akan tetapi, tulisan Anthony Faiola dalam harian Washington Post tanggal 13 Maret 2000 betapa reformasi di semua negara Amerika Latin telah mengalami kegagalan, dan sama sekali tidak memenuhi harapan yang dikandung pada permulaan tahun 1990-an.

Padahal semua negara Amerika Latin kecuali Kuba sejak tahun 1990 melakukan demokratisasi dan liberalisasi ekonomi. Itu semua sesuai dengan resep AS dan karena itu juga memperoleh bantuan keuangan yang besar melalui Bank Dunia dan IMF. Akan tetapi, sekarang setelah proses itu berjalan 10 tahun, ternyata di kebanyakan negara itu justru korupsi makin meluas dan merugikan kehidupan rakyat kecil. Ada yang mengatakan bahwa kegagalan reformasi di Amerika Latin dapat disamakan dengan keberantakan Rusia setelah jatuhnya komunisme.

Argentina yang diharapkan akan maju di bawah pimpinan Presiden Carlos Menem yang amat bersemangat melakukan liberalisasi ekonomi malahan menghasilkan kesengsaraan jauh lebih pahit bagi sekitar empat juta warga pensiunan karena dana pensiunnya dikorup habis-habisan oleh pimpinannya bernama Alderete. Akibatnya, Menem yang tadinya begitu dielu-elukan diturunkan dari jabatan Presiden. Demikian pula Carlos Salinas de Gortari di Meksiko harus turun, sedangkan di Venezuela rakyat yang marah telah memilih Hugo Chavez menjadi presiden baru. Padahal Chavez dikenal sebagai bekas pemimpin coup d’etat dan pandangannya agak kiri.

 

***

 

SEBAGAI akibat perkembangan yang merugikan, rakyat cenderung kehilangan kepercayaan kepada demokrasi dan terhadap kaum politik yang katanya pejuang demokrasi. Memang proses demokrasi seperti melakukan pemilihan tetap digunakan, tetapi yang dipilih adalah justru pemimpin yang cenderung otoriter dan dianggap sanggup menangani korupsi. Ini merupakan bukti bahwa belum tentu dukungan dan bantuan AS disertai kepemimpinan di tangan yang dekat AS membawa negara kepada keadaan politik dan ekonomi yang menguntungkan mayoritas rakyat.

Mudah-mudahan pengalaman Amerika Latin ini menjadi pelajaran bagi kita. Sekarang kita suka sekali bicara tentang Indonesia Baru dan Masyarakat Madani yang semuanya lebih memberikan harapan kebahagiaan bagi rakyat semua. Juga sekarang nampaknya dukungan AS terjamin, sekalipun IMF masih sering mendesak kita mengikuti segala kehendaknya. Akan tetapi kalau belum jelas adanya perubahan dalam sikap hidup dan perilaku manusia Indonesia, khususnya mereka yang memegang fungsi kepemimpinan, maka belum tentu Indonesia Baru lebih sejahtera dan bahagia dari Orde Baru, khususnya bagi mayoritas rakyat.

Di Amerika Latin, kritik rakyat terutama tertuju kepada kaum politik yang katanya memperjuangkan demokrasi. Tetapi dalam kenyataan hanya membuat kantungnya sendiri lebih tebal. Sebab itu menurun kepercayaan kepada demokrasi. Hal demikian jangan terjadi di Indonesia dan ini terutama harus diperhatikan oleh para pemimpin partai-partai politik yang sekarang menguasai pemerintah dan DPR. Sebab kalau reformasi di Indonesia gagal, besar kemungkinan malahan kekuasaan otoriter akan kembali. Entah dalam bentuk fasisme atau komunisme.

 

***

 

JAKSA Agung Marzuki Darusman mendapat pujian tinggi dalam pers AS sebagai orang yang bertekad membersihkan Indonesia dari korupsi dan berbagai pelanggaran HAM dan hukum pada umumnya. Akan tetapi, dalam kenyataan belum terlihat bahwa tekad yang kuat itu menjadi tindakan konkret. Mudah-mudahan Marzuki Darusman tidak hanya kuat tekadnya, tetapi juga kuat daya tindaknya untuk tidak mengalami nasib yang sama dengan Salinas dan Menem yang sekarang dikecam rakyatnya sendiri.

Bahwa Indonesia sukar untuk menolak berbagai kehendak AS, merupakan realitas yang tidak dapat dihindarkan. Posisi Indonesia terlalu lemah dan rawan untuk mengambil sikap melawan. Indonesia tidak dapat mengambil sikap seperti Kuba umpamanya. Padahal dapat diperkirakan bahwa tekanan AS akan terus datang mengenai berbagai keperluannya. Akan tetapi semoga para pemimpin kita masih cukup kuat kepribadiannya untuk mencari jalan yang arif bijaksana sehingga keputusan dan tindakannya tidak merugikan kepentingan rakyat banyak.

Di pihak lain diharapkan agar kepemimpinan di semua bidang dan eselon dapat menghasilkan perbuatan nyata yang memperbaiki keadaan dan tidak puas dengan hanya berbicara dan membuat konsep yang bagus sekali di atas kertas.

*) Sayidiman Suryohadiprojo, mantan Gubernur Lemhannas.

Source : http://64.203.71.11/kompas-cetak/0003/23/OPINI/jang04.htm

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post