Membangun Model Mental Yang Tepat

Posted by Admin on Friday, 9 June 2000 | Opini

Oleh Sayidiman Suryohadiprojo

Banyak orang sedang mengalami rasa kecewa karena melihat bahwa Reformasi yang semula memberikan banyak harapan bagi perbaikan dan kemajuan, ternyata tidak atau belum menunjukkan perubahan yang memuaskan. Memang telah ada perubahan dalam kondisi politik dan orang yang memegang kekuasaan. Pemerintahan otoriter telah diganti dengan sistem politik yang demokratis. Orang yang berkuasa mencapai kedudukannya menurut ketentuan konstitusi sehingga mempunyai legitimasi untuk memerintah. Bersamaan dengan itu sudah ada kebebasan menyatakan pendapat. Akan tetapi di luar itu belum terwujud perubahan yang substansial.

Semula orang berharap bahwa pemerintah yang mempunyai legitimasi akan membawa perubahan yang meliputi semua aspek kehidupan untuk mewujudkan kenajuan di segala bidang. Terutama diharapkan adanya perbaikan ekonomi yang sejak tahun 1997 telah amat terpuruk. Dikira semula bahwa berdirinya pemerintah dengan legitimasi tinggi bakal menarik investasi secara luas yang dapat menciptakan kesempatan kerja bagi sekian banyak orang yang telah menjadi penganggur akibat kemunduran ekonomi. Namun ternyata segala harapan itu tidak terwujud setelah pemerintah itu berjalan selama lebih dari setengah tahun. Sekarang orang kembali pessimis memandang masa depan.

Namun kalau kita berpikir cukup jernih sebenarnya segala perkembangan ini bukan sesuatu yang aneh. Sudah sejak permulaan kemerdekaan kita melihat pola yang hampir sama. Ketika baru merebut pengakuan kedaulatan nasional, pada tahun 1950 kita penuh harapan untuk mengisi kemerdekaan yang telah direbut dengan menciptakan kesejahteraan yang luas. Bukankah Indonesia tersohor sebagai bagian planit Bumi yang kaya dengan segala macam sumberdaya alam. Dulu Belanda menjadi kaya karena mengeksploitasi kekayaan bumi Indonesia. Betapa kita kecewa ketika kemudian ternyata segala harapan itu tidak terkabul. Bahkan sebaliknya yang terjadi, yaitu penghasilan rakyat makin menurun akibat makin merosotnya ekonomi nasional dan politik nasional yang serba kacau. Pemerintahan Soekarno berakhir secara tragis disertai inflasi yang melebihi 600 persen.

Para penguasa baru yang dipimpin Presiden Soeharto pada tahun 1966 dengan penuh semangat hendak mendatangkan perbaikan dan menciptakan kemajuan serta kesejahteraan. Mula-mula memang cukup menggembirakan, tetapi setelah 10 tahun memegang kekuasaan ternyata juga segala pernyataan dan keinginan hampa belaka. Bahkan Indonesia menjadi terkenal sebagai bangsa yang korupsinya tertinggi di dunia. Maka ketika terjadi krisis ekonomi terbuka peluang mengadakan Reformasi di segala bidang agar tercapai keinginan lama untuk membuat Indonesia maju dan sejahtera.

Namun seperti sudah dikatakan ternyata Reformasi tidak menghasilkan hal-hal yang diharapkan. KKN yang dianggap sebagai dosa besar pemerintahan Soeharto ternyata tidak kunjung diakhiri oleh pemerintahan yang legitimate, bahkan terlibat sendiri dalam praktek KKN. Maka ada yang kemudian begitu putus asa dan berkata bahwa memang Indonesia tidak mungkin menjadi bangsa yang maju dan sejahtera.

Sebenarnya tidak perlu kita putus asa tetapi kita harus sanggup mempelajari masalah kita lebih mendalam untuk menemukan sebab-sebab kegagalan yang terus terjadi selama 50 tahun. Persoalan ini ternyata bukan hal yang unik. Negara-negara Amerika Latin, termasuk Argentina dan Brazil, yang telah merdeka lebih dari 150 tahun dan mempunyai potensi kekayaan alam yang amat besar, juga tidak kunjung maju dan sejahtera. Ketika para pemikir, termasuk dari Amerika Latin, mempelajari persoalan itu, maka disimpulkan bahwa sebab utama adalah karena faktor budaya. Akan tetapi karena merombak budaya merupakan usaha yang terlalu raksasa, disimpulkan bahwa lebih praktis dan kongkrit untuk melakukan perubahan dalam pola pikir atau model mental.

Peter Senge mendefinisikan model mental sebagai semua asumsi, generalisasi, bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan dunia pada umumnya. Hubungannya dengan budaya atau kultur adalah bahwa budaya berada pada tingkat makro, sedangkan model mental ada pada individu dan kelompok individu atau tingkat mikro. Penelitian para pakar menyimpulkan bahwa model mental orang Amerika Latin belum sesuai untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.

Stace Lindsay mengatakan dalam buku Culture Matters ( LawrenceE.Harrison & Samuel P.Huntington, Basic Books,2000) bahwa yang diperlukan satu bangsa untuk maju adalah model mental yang membuat dunia usaha sukses. Sebab hanya dunia usaha sukses yang menciptakan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memungkinkan pembiayaan pendidikan, kesehatan, pembuatan prasarana dan lainnya. Itulah yang akhirnya menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.

Pan American Dream mengajukan 10 nilai atau sikap hidup yang penting bagi model mental yang sesuai dengan kemajuan : Berorientasi pada Masa Depan, Suka Bekerja, Hidup Hemat, Mengejar Pendidikan, Merit sebagai ukuran keberhasilan, Hubungan Masyarakat melampaui Keluarga, Kode Etik yang kuat, Keadilan dan Fair Play, Kekuasaan Desentralisasi, Kehidupan Agama yang tidak dogmatis.

Namun yang menjadi amat menentukan adalah model mental yang mampu membuat inovasi melalui tindakan nyata. Umumnya orang sudah memahami bahwa harus bersikap begini dan begitu untuk maju. Akan tetapi tidak jarang pemahaman saja tidak menghasilkan perubahan karena orang itu tidak sanggup mengubah satu hal yang sudah lama ada padanya. Contoh yang sederhana : semua orang paham bahwa Tepat Waktu adalah syarat bagi efektivitas usaha. Akan tetapi sangat sedikit pemimpin di Indonesia, termasuk di kalangan muda terpelajar, yang secara sadar dan konsisten menerapkan hal itu. Jadi pemahaman saja tidak mengubah model mental menjadi lebih sesuai dengan kemajuan. Yang diperlukan adalah kesediaan dan kemampuan meninggalkan model mental lama, termasuk perilaku dan cara berpikir, yang tidak cocok dengan kemajuan; sebaliknya menerapkan model mental baru yang sesuai dengan tuntutan kemajuan.

Kalau terjadi perubahan model mental secara luas dalam masyarakat, maka dengan sendirinya terjadi perubahan dalam budaya bangsa. Maka perlu kita usahakan agar terjadi perubahan atau Reformasi dalam model mental manusia Indonesia. Usaha demikian merupakan perjuangan kongkrit membangun masa depan. Dan ini harus dan dapat dilakukan sekalipun bangsa kita sedang menghadapi kondisi politik dan ekonomi yang jauh dari memuaskan. Sebaliknya, justru usaha demikian yang memberikan harapan bagi masa depan yang lebih baik. Sebab telah terbukti kebenaran dari pepatah bahwa satu bangsa memperoleh kepemimpinan sesuai dengan kondisinya (A nation get the leaders it deserves). Artinya, bangsa yang terdiri dari manusia-manusia yang tangguh akan mendapat pimpinan yang tangguh pula. Sebaliknya, kalau manusia Indonesia lemah fisik dan mentalnya kita tak usah heran mendapat pimpinan yang tidak baik pula.

Adalah penting sekarang untuk meluaskan kesadaran ini dan mengajak semakin banyak manusia Indonesia, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta dalam perjuangan ini yang akan menentukan Masa Depan Indonesia.

RSS feed | Trackback URI

11 Comments »

Comment by Astri
2017-11-24 09:41:38


Mohon maaf pak kalau boleh tau alamat ukur mental model itu seperti apa terjamah kasih

 
Comment by mangun
2014-09-21 17:30:31


mohon share alat ukur model mental

salam

 
Comment by M. ASMAN
2013-05-12 00:00:55


terima kasih pak atas tulisannya, memberikan ‘sedikit’ penerangan bagi saya.
menurut saya yg menjadi masalah di dunia ini adalah metode aplikatif yg ideal untuk mewujudkan model mental ideal.
saya berencana meneliti utuk studi lanjut saya dengan judul DAKWAH (KHURUJ FISABILILLAH) SEBAGAI METODE APLIKATIF UNTUK PEMBENTUKKAN MODEL MENTAL PENDIDIK BERDASARKAN AMANAT UUD 1945 MENUJU INDONESIA JAYA.
mohon masukkannya pak. tks

 
Comment by Fajrin
2009-09-17 22:27:28


Salam Hormat,
setelah saya baca artikel ini, saya dapat gambaran, bahwasannya kemajuan & kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh “Mental” dari Masyarakatnya sendiri sedangkan pada akhir tulisan disebutkan ; “…(A nation get the leaders it deserves). Artinya, bangsa yang terdiri dari manusia-manusia yang tangguh akan mendapat pimpinan yang tangguh pula. Sebaliknya, kalau manusia Indonesia lemah fisik dan mentalnya kita tak usah heran mendapat pimpinan yang tidak baik pula”…. .

Ketika sudah dimulai dari diri sendiri, terkadang, bahkan sering kali lingkungan kita tidak “BERSAHABAT” kepada perilaku kita yg notabene “SESUAI” ke arah “MENTAL YG BAIK” sesuai dasar Pancasila dan UUD 45 serta Shanti Aji & Kharma , Sementara dari sisi “Pemimpin” tersebut telah membuat “keputusan” dan “KEBIJAKAN” yg menurut saya “TIDAK SESUAI” dengan “MENTAL YG BAIK” bahkan : maaf kata KEBIJAKAN ITU MENYIMPANG dari Norma dan Doktrin Institusi dan PANCASILA, mohon saran dan arahan bapak ?Terimakasih

2009-09-19 10:22:55


Yth. Sdr Fajrin,

Sebetulnya secara panjang lebar saya uraikan dalam buku saya Rakyat Sejahtera Negara Kuat. Di sini utk menjawab Anda secara singkat :
1) Karena sudah kita terima dan tetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara, maka Pancasila harus menjadi kenyataan dalam kehidupan bangsa.
2) Kepemimpinan Nasional harus berjiwa dan bersemangat Pancasila untuk menjadikan Pancasila kenyataan.
3) Harus diusahakan bahwa Pancasila dipahami masyarakat dan kemudian dilaksananakan dlm segala aspek kehidupan.
4) Karena Mental yang baik bagi bangsa Indonesia tidak lepas dari Pancasila, maka dengan pendalaman serta perwujudan Dasar Negara itu kita menciptakan bangsa Indonesia yang kuat dan tangguh sesuai Pancasila.
Sayidiman S.

 
 
Comment by akhmad
2009-09-08 14:50:32


mohon dijelaskan tentang mental yang kuat itu ?

2009-09-16 11:48:57


Sdr. Akhmad,

Harap baca tulisan itu kembali dengan tenang dan cermat. Akan Anda temukan jawaban atas pertanyaan Anda.

Salam,

Sayidiman S.

 
 
Comment by ratih dwi lestari
2008-12-24 00:06:36


sering pesimis pak sebagai pns, mental model saya jarang yang positif dengan kebijakan dan birokrasi

2008-12-25 09:03:08


Sdr Ratih,

Mengapa Anda pessimis ? Tidak ada gunanya bersijap seperti itu. Berpikirlah positif dgn menetapkan apa yang Anda ingin capai dan kerjakan pikiran itu dengan tekad kuat untuk berhasil. Kalau ternyata sikap itu tidak sesuai dengan kebijakan atasan Anda, usahakan lah dengan jalan yang baik untuk meyakinkannya bahwa apa yg Anda kerjakan juga menguntungkannya. Memang tujuan tak pernah tercapai sekali jadi. Mohon bantuan Tuhan agar Anda diberi kekuatan untuk berhasil. Dgn sikap aktif itu Anda tak akan pernah putus asa dan pessimis. Wass,
Sayidiman S.

 
 
Comment by linda
2008-11-29 09:00:22


Terimakasih artikelnya pak…

Comment by Sayidiman Suryohadiprojo
2008-12-01 09:00:33


Sdr Linda, saya juga terima kasih pada Anda bersedia membaca tulisan saya. Wassalam, Sayidiman

 
 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post