Sayidiman Suryohadiprojo
Pengaruh China terhadap dinamika Asia Timur
Dinamika Asia Timur meningkat dalam tahun 2010 dan itu disebabkan terutama oleh pengaruh China.
Perkembangan ekonomi China yang amat kuat merupakan sumber dari peningkatan peran negara itu. Pertumbuhan ekonomi yang setiap tahun lebih dari 6 % membuat China kekuatan ekonomi yang makin andal dan telah menjadi yang kedua terbesar di dunia di belakang AS serta telah melampaui Jepang. Pada tahun 2010 GDP AS sebesar USD 14.799 milyard, diikuti China dengan USD 5.364 milyard dan Jepang USD 5.272 milyard [1]. Di lingkungan pemimpin China diperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi sampai tahun 2020 akan sebesar 6% setahun, setelah itu hingga tahun 2030 sekitar 5% dan kemudian sampai tahun 2050 4% setahun.
Perkembangan ekonomi China itu telah menjadikannya negara dengan cadangan valuta asing terbesar dengan USD 2.454 milyard, melampaui Jepang dengan USD 1.019 milyard.
Perkembangan ekonomi itu memungkinkan China memperkuat kemampuan militernya secara besar-besaran. Pada tahun 2010 anggaran pertahanan China sebesar 532.115 milyard yuan atau sekitar USD 76 milyard, satu kenaikan 7,5% dari tahun 2009. Akan tetapi China akan mengadakan pelaksanaan anggaran pertahanan (military spending) melampaui anggarannya, sekitar 1,5 kali, yaitu sebesar 788 milyard yuan. Dan kalangan pemerintah China memperkirakan bahwa pada tahun 2020 pelaksanaan aggaran pertahanan itu sebesar 1410 milyard yuan, tahun 2030 2300 milyard yuan dan tahun 2050 5000 milyard yuan. Perkiraan peningkatan pelaksanaan anggaran pertahanan itu mereka dasarkan atas pertumbuhan ekonomi China hingga tahun 2050.
Pelaksanaan anggaran itu sesuai dengan strategi China untuk masa depan. Sebagaimana diutarakan para pejabat China, tidak ada maksud China untuk menjadi kekuatan utama dunia (global super power) seperti AS. Akan tetapi China berkepentingan menjadi kekuatan utama kawasan (regional major power), yaitu kekuatan utama di Asia Timur, dan dengan kekuatan itu menjalankan pengaruhnya terhadap perkembangan dunia. Sebab makin nyata bahwa kawasan Asia Timur akan amat menonjol di masa depan dengan adanya negara-negara, China, Jepang, dan kumpulan ASEAN yang semuanya menunjukkan kemajuan yang amat dinamis dan dramatis.
China berkepentingan menguasi Laut China Timur dan Laut China Selatan serta pulau-pulau di lautan itu. Sejak lama hal itu telah dinyatakan sebagai bagian wilayah China. Oleh sebab itu pelaksanaan anggaran pertahanan terutama tertuju untuk memperkuat angkatan laut dan angkatan udara sehingga menjamin kehendaknya menguasai wilayah Asia Timur. Angkatan darat China dinilai sudah cukup berkembang untuk mengimbangi kekuatan negara lain, termasuk AS. Itu harus diimbangi kekuatan laut dan udara yang lebih mampu memproyeksi kekuatan China di seluruh Asia dan Pasifik. Sekarang pun sudah mulai nampak peningkatan angkatan lautnya dengan kehadiran kekuatan kapal selam yang jauh lebih mampu. Tidak mustahil di masa depan China juga akan membangun kapal induk (aircraft carrier) untuk menjamin jangkauan kekuasaannya di wilayah Asia Timur dan sekitarnya.
Perkembangan kekuatan pertahanan itu dibarengi perluasan dominasi ekonomi China di dunia. Dalam pemberitaan belakangan ini tersiar bahwa pemerintah China berpikir untuk menjadikan yuan mata uang dunia mendampingi dollar AS atau USD dan Euro. Hal ini masuk akal karena USD nampak berkurang nilainya sejak AS diliputi krisis ekonomi yang tak kunjung dapat diatasi secara memuaskan. Mulai timbul keraguan bahwa AS dan Barat mampu membawa ekonomi mereka kembali kepada kondisi sebelum krisis. Padahal jumlah USD yang ada di tangan China amat besar seperti terlihat dari cadangan valuta asingnya. Tentu China tidak mau terjadi penurunan besar dari apa yang dimilikinya.
Selain itu China terus meningkatkan jangkauan dan volume pengaruh ekonominya di dunia, khususnya di Asia, Afrika dan Amerika Latin . Hal itu telah sejak beberapa tahun dimulai untuk menjamin suplai bahan energi yang diperlukan. Tampak sekali betapa giat China melakukan investasi di Amerika Latin, Afrika dan Asia, khususnya untuk minyak, gas bumi dan batubara. Di masa depan mungkin sekali investasi itu tidak terbatas pada bidang energi, tetapi juga bidang ekonomi lainnya sehingga kontrol China terhadap ekonomi di Asia, Afrika dan Amerika Latin makin kuat. Bahkan belakangan ini nampak move China masuk Eropa.
Kontrol China terhadap energi meliputi produksi maupun suplai bahan energi itu ke China. Untuk mengamankan produksi energi China telah melakukan investasi besar-besaran di negara-negara Amerika Latin, Afrika , Asia Timur, Asia Tengah dan Timur Tengah besar-besaran . Sedangkan untuk pengamanan suplainya pun China mengadakan investasi besar-besaran dalam pembangunan pelabuhan di Myanmar, Pakistan, Sri Langka dan negara lain untuk mengontrol Samudera Hindia, bahkan di Yunani (Eropa) untuk mendukung usahanya di Afrika Utara serta membuat pintu masuk ke Eropa. Selain itu ia mengadakan usaha pipanisasi dari negara-negara Asia Tengah langsung ke China Barat.[2] Juga usaha untuk bypass Selat Malaka dengan pipa dari pelabuhan Myanmar. Penguasaan Laut China Selatan dan Laut China Utara merupakan juga usaha control suplai itu di samping produksi energi dan maksud politik.
Dengan sendirinya pefkembangan ekonomi dan pertahanan China sebagaimana diuraikan ini mempunyai dampak politik yang tidak kecil. Jadi sekalipun para pemimpin China mengatakan bahwa merteka tidak bermaksud menjadi kekuatan utama dunia, dengan alasan bahwa hal itu tidak dapat didukung dan melebihi kemampuan yang dikembangkannya, dalam kenyataan pengaruh politik China di seluruh dunia akan amat meningkat. Maka tanpa menjadi super power China menjadi rintangan berat bagi super power seperti AS yang tetap bernafsu untuk menguasai dunia.
Yang pasti adalah bahwa dominasi AS di Asia Timur sebagaimana dilakukan hingga beberapa waktu yang lampau, tidak akan mungkin berlanjut begitu saja.
Karena hal ini kemungkinan besar tidak dapat diterima para pemimpin di AS yang sejak Perang Dunia 2 sudah terbiasa menguasai seluruh dunia, apalagi setelah menang dalam Perang Dingin dengan Uni Soviet, maka hal ini membuat kondisi Asia Timur amat memuncak ketegangannya.
Tindakan AS untuk memelihara dominasi
Sejak China menunjukkan sikapnya untuk menguasai Asia Timur, khususnya dengan menguasai wilayah Laut China Timur dan Selatan, maka AS telah melakukan berbagai tidakan untuk menggagalkan kehendak China itu dan terpelihara kekuasaan AS di wilayah itu.
Dalam aspek militer AS telah mengirimkan kapal induknya ke Laut China Selatan dan Timur, mendekati daratan China. AS mengadakan latihan-latihan militer dengan sekutu-sekutunya dekat seperti Korea Selatan.
AS telah memperkuat pertahanan Taiwan yang selalu menjadi sasaran China untuk diintegrasikan dengan China.
Selalu ada protes keras China apabila AS melakukan tindakan-tindakan itu, terutama kalau memberikan tambahan kekuatan pertahanan kepada Taiwan. Akan tetapi AS tidak menghiraukan protes-protes itu. Buat AS tindakan itu selain mempunai manfaat pertahanan juga memberikan manfaat ekonomi dengan terjualnya sistem-sistem senjata yang tidak murah. MIC (military industrial complex) AS berkepentingan bahwa produksi alat militer mereka terus berjalan dan dibeli pemerintahnya dan negara lain.
AS telah pula menjalankan kegiatan diplomasi untuk memperkuat posisinya vis-à-vis China. Yang cukup mengejutkan adalah usahanya menjadikan India sekutunya dengan memberikannya kemampuan nuklir yang amat berarti. India yang sejak permulaan kemerdekaannya tidak pernah dekat dengan AS dan dalam Perang Dingin malahan dekat kepada blok komunis dan Uni Soviet, sekarang bersedia menjadi sekutu AS. Tentu para pemimpin India melihat berbagai manfaat dari perubahan sikap itu. Pertama adalah untuk meniningkatkan kemampuan India menghadapi China sebagai tetangga yang menimbulkan persoalan bagi India. Sejak tahun 1960-an selalu terjadi selisih antara dua negara itu mengenai perbatasan. Sekarang juga karena dua negara itu sedang meningkat sebagai kekuatan ekonomi dunia. Pengaruh India di Tibet juga selalu menimbulkan kegusaran pada China. Selain itu para pemimpin India melihat bahwa dengan menjadi sekutu AS mereka akan lebih mampu mengatasi berbagai persoalannya dengan Pakistan. Akan tetapi yang utama adalah sebagai sekutu AS India dapat mengembangkan aspirasinya menguasai wilayah Samudera Hindia dengan lebih leluasa.
Hal terakhir pasti akan menjadi perhatian China karena harus menjamin lancarnya suplai bahan energi yang ia datangkan dari Afrika dan Timur Tengah. Itu sebabnya China mendekati Myanmar yang dikucilkan oleh negara-negara lain. Tidak mustahil China berusaha mendapat persetujuan Myanmar untuk membangun pangkalan angkatan laut di negara itu. Dari pangkalan itu China akan berusaha menjaga agar suplai ke negaranya yang melalui Samudera Hindia akan aman. Dapat diperkirakan bahwa di masa depan akan ada ketegangan yang kuat di wilayah Samudera Hindia, khususnya antara India dan China.
Tentu AS memperkuat hubungannya yang sudah dekat dengan beberapa negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea Selatan, Filipina, Singapore, Thailand dan Australia. Menjadi pertanyaan bagaimana sikap para pemimpin Singapore yang hingga kini memang amat dekat dengan AS, tetapi di pihak lain tidak dapat menolak kenyataan bahwa dengan sikap demikian mereka menjadi jauh dari leluhurnya China. Hal ini mau tidak mau akan mengalami perkembangan di tahun-tahun mendatang, yaitu pengaruh mana yang lebih kuat dirasakan para pemimpin Singapore.
AS belakangan juga mengadakan pendekatan kepada Indonesia dan bersedia mengabaikan masa lalu ketika ia selalu mengecam Indonesia mengenai berbagai hal, khususnya masalah HAM di Timor Timur. Hal ini nanti akan kita bicarakan tersendiri.
Akan tetapi yang juga menarik adalah perubahan sikap AS terhadap Vietnam, bekas musuhnya yang telah menimbulkan akibat trauma yang berat bagi banyak sekali warga AS ketika AS gagal menundukkan bangsa itu. Mungkin sekali AS telah mengatasi kerisauan masa lampau karena menghadapi masalah China yang jauh lebih penting.
Sebaliknya antara bangsa Vietnam dan China sudah berabad lamanya ada perasaan yang kurang cocok. Inilah yang dimanfaatkan AS dan sebab itu tidak mustahil Vietnam menjadi sekutu kuat AS selama maalahnya adalah China. Vietnam tentu juga menggunakan AS untuk mendapatkan keinginannya atas kepulauan Paracel dan Spratley yang ia sengketakan dengan China
Semua usaha AS dalam bidang militer dan diplomasi ini turut meningkatkan ketegangan di Asia Timut.
Bagaimana kiranya sikap Jepang dalam perkembangan ini ?
Sejak berakhirnya Perang Dunia 2 Jepang telah berubah radikal dari bangsa yang memusuhi AS secara fanatik menjadi sekutu utama AS di Asia. Maka hal itu tidak akan berubah dengan mudah ketika China menjadi masalah berat bagi AS.
Sedangkan dalam hubungannya dengan China, Jepang sejak dahulu kala mempunyai semacam love-hate relationship. Kondisi itu disebabkan di satu pihak oleh kenyataan bahwa Jepang berhutang banyak kepada China dalam perkembangan budayanya di masa lalu. Bahasa tulis Jepang amat bersandar pada pengambilannya dari China, demikian pula budaya berpakaian dan pembangunan rumah. Hal itu membuat bangsa Jepang dekat kepada China. Akan tetapi sifat manusia Jepang dengan harga diri yang tinggi membuatnya tidak suka menerima hal yang menggambarkan satu inferioritas. Bangsa Jepang tidak pernah lupa bahwa di masa lalu Jepang hampir saja ditaklukkan Kublai Khan , pemimpin Mongol yang menguasai China dan banyak bagian kawasan Eurasia. Hanya dengan bantuan Kamikaze atau Angin Bantuan Tuhan (Divine Wind) armada China yang sudah mendekati Jepang dapat dihancurkan. Oleh sebab itu para penguasa Jepang sejak abad ke 17 selalu berusaha menaklukkan China.
Usaha itu mencapai puncaknya sejak Jepang menjadi bangsa dengan kekuatan modern setelah melakukan Restorasi Meiji sejak 1868 dan Jepang berhasil menguasai bagian-bagian wilayah China, terutama Taiwan, Manchuria dan daerah pantai timur China. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia 2 memaksanya meninggalkan Taiwan dan daratan China. Malahan menjadi pihak yang kalah perang, tidak hanya kalah dari pihak bangsa-bangsa Amerika dan Eropa, tetapi juga dari China.
China yang bergabung dalam blok komunis dalam Perang Dingin menjadikannya musuh Jepang kembali sebagai sekutu kuat AS. Dalam masyarakat Jepang rasa permusuhan dengan China yang komunis menjadi kuat sekali karena selain umumnya orang Jepang tidak suka komunisme, juga ada naluri mengatasi inferioritas budaya yang telah disinggung sebelumnya.
Namun demikian, sekitar tahun 1983 ketika diadakan survey terhadap anak sekolah SMP Jepang tentang pandangannya terhadap bangsa-bangsa lain, tampak bahwa orang Jepang memandang tinggi kepada China. Anak-anak SMP itu menganggap bangsa Caucasian (kulit putih), yaitu Amerika-Eropa, unggul di dunia dan harus disamai oleh Jepang. Dianggap unggul karena kemampuan mereka dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Baik mereka itu masuk blok Barat maupun blok Komunis. Sebaliknya anak-anak Jepang itu memandang rendah terhadap bangsa-bangsa Asia yang dianggap tertinggal. Akan tetapi di antara bangsa Asia mereka kecualikan China yang mereka pandang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Jepang tetap tidak mampu mengatasi rasa inferiornya terhadap China, sekalipun waktu itu dipimpin partai komunis yang dimusuhi rakyat Jepang.
Ketika di China terjadi perubahan radikal yang ditimbulkan Deng Xiaoping pada tahun 1979 dan kemajuan pesat yang kemudian terjadi di China, Jepang sangat antusias melihat perkembangan China dan memandang hal ini sebagai satu opportunitas besar bagi ekonominya. Ketika itu Jepang masih merasa superior terhadap China dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian perusahaan-perusahaan Jepang berbondong-bondong masuk China, melakukan investasi dan membangun industri serta produksi bangsa itu. Usaha Jepang itu turut membangun China menjadi kekuatan ekonomi yang sekarang melampaui Jepang. Maka menjadi pertanyaan, bagaimana bangsa Jepang sekarang memandang China.
Meningkatnya kekuatan ekonomi yang membawa peningkatan militer menimbulkan persoalan bagi Jepang ketika China secara fisik-militer berusaha menunjukkan kehendaknya menguasai wilayah Laut China Timur yang diketahui mengandung bahan energi gas dan minyak yang besar. Belakangan ini terjadi insiden di kepulauan Senkoku yang oleh Jepang dianggap miliknya tapi China pun menganggap bagian wilayahnya dengan nama China kepulauan Diaoyu. Insiden ini menunjukkan bahwa emosi persaingan, bahkan pertentangan, antara dua bangsa itu cukup kuat ketika terjadi demonstrasi baik di Jepang maupun China yang mendukung sikap pihak masing-masing.
Dalam pada itu dalam masyarakat Jepang terjadi perubahan, khususnya dalam memandang hubungannya dengan AS. Ada keinginan agar Jepang berdiri sendiri dan tidak menjadi pembantu AS semata-mata. Meskipun sikap demikian belum merata, tetapi terus meningkat. Hal ini sebenarnya tidak mengherankan mengingat sikap orang Jepang terhadap pentingnya harga diri.
Kalau sikap demikian meluas maka belum tentu Jepang mau berpihak AS menghadapi China dengan tujuan menjamin terpeliharanya dominasi AS di Asia Timur. Sebaliknya sikap demikian juga tidak akan membuat Jepang berpihak kepada China. Sikap demikian lebih mengarah kepada Jepang yang memainkan peran independent antara pihak AS dan China.
Akan tetapi hal itu hanya mungkin menjadi kenyataan kalau Jepang berhasil mengatasi berbagai masalah ekonominya. Sejak tahun 1990-an Jepang menghadapi berbagai persoalan ekonomi. Telah berakhir masa keemasan ekonomi Jepang yang pada tahun 1970-an begitu memukau dunia. Selain itu ekonomi itu juga dipengaruhi oleh kondisi demografi Jepang. Penduduknya berkurang dan jumlah orang lansia melebihi jumlah anak muda. Hal ini sekarang amat menekan produktivitas Jepang.
Kalau Jepang tetap terjerat oleh ekonominya yang turun, maka kemungkinan besar pihak yang menginginkan independensi Jepang tidak akan mampu berkembang. Dalam hal demikian kuat kemungkinan Jepang tetap berpihak kepada AS. Akan tetapi juga tidak mustahil Jepang mendekati China kalau kekuatan China terus meningkat sedangkan AS tetap kurang mampu mengatasi akibat krisis ekonominya. Ini semua akan dipengaruhi oleh kemampuan Jepang mengatasi kelemahan ekonominya dan kembali menjadi kekuatan ekonomi yang dinamis, tidak stagnant seperti sekarang. Menjadi amat menarik perkembangan yang akan terjadi di Jepang.
Bagaimana ASEAN dan Indonesia ?
Usaha AS untuk mempengaruhi negara-negara di Asia Tenggara untuk berpihak kepadanya dan sebaliknya konter-usaha China untuk menetralisasi usaha AS itu akan menyebabkan kesulitan besar bagi ASEAN untuk memelihara keutuhan dan kekompakannya .
ASEAN dapat kompak kalau semua anggotanya mempunyai sikap yang sama atau sekurangnya serupa terhadap dua usaha itu. Semua anggota ASEAN berpihak AS menghadapi China , atau semua berpihak China, atau semua bersikap independent. Nampaknya akan sukar terjadi persamaan sikap itu, kalau di ASEAN sendiri tidak berkembang kekuatan yang andal.
Usaha AS yang sudah nampak intensitasnya membuat beberapa anggota ASEAN yang sejak lama dekat kepada AS makin dekat kepadanya. Filipina dan Thailand dapat di masukkan kelompok itu. Singapore yang juga dekat AS akan menghadapi masalah berhubung dengan besarnya jumlah warganya yang dekat kepada China sebagai tanah leluhurnya. Dapat diperkirakan bahwa Singapore akan mengalami kesulitan besar, sebab kelompok elitnya cenderung berpihak AS, mungkin juga termasuk elitnya yang keturunan China tapi sejak lama berorientasi Barat. Akan tetapi bagian terbesar grassroot Singapore adalah keturunan China yang sejak tampilnya China sebagai kekuatan besar, kuat orientasinya kepada negara itu. Tentu China tidak akan membiarkan AS main leluasa dalam usaha mempengaruhi bangsa-bangsa lain itu. Sukar dipredik ke mana Singapore akan berpihak. Hal demikian tentu amat merugikan AS yang sejak lama menggunakan negara-kota itu sebagai pangkalan angkatan lautnya.
Menjadi pertanyaan penting bagaimana solusi Vietnam menghadapi pendekatan AS yang jelas memberikan banyak keuntungan baginya. Pertama, kesediaan AS untuk membantu Vietnam meningkatkan berbagai kemampuannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang pasti juga memberikan dampak ekonomi yang penting bagi Vietnam. Ada berita bahwa bantuan AS bahkan menjurus ke aspek nuklir, serupa dengan kerjasamanya dengan India. Hal demikian mau tidak mau akan meningkatkan posisi Vietnam dalam percaturan internasional, termasuk posisi dan perannya di lingkungan ASEAN.
Yang amat penting bagi Vietnam adalah kemungkinan memperoleh bantuan militer dan diplomasi dalam sengketanya dengan China mengenai kepulauan Spratley dan Paracel.
Melihat berbagai kemungkinan itu maka dapat diperkirakan bahwa AS akan mampu membawa Vietnam ke pihaknya kalau ia bersedia memberikan uluran bantuan seperti yang disebutkan ini. Dan bantuan demikian tidak terlampau berat bagi AS.
Menjadi pertanyaan apakah dengan Thailand dan Vietnam di pihaknya, AS akan dapat mengajak Kambodia dan Laos juga bergabung. Secara tradisional dua bangsa ini cenderung dekat ke China. Tentu hal ini akan dimanfaatkan China, sedangkan AS akan gunakan Thailand dan Vietnam untuk bersama-sama mempengaruhi Laos dan Kambodia. Sukar diprediksi kekuatan mana yang akan dominant, tetapi mungkin sekali tidak terlalu penting bagi AS kalau dua negara itu menjadi grey areas atau daerah kelabu.
Di Myanmar kemungkinan terbesar adalah dominantnya pengaruh China. Hal itu diperkuat oleh kenyataan bahwa para pemimpin yang berkuasa di negara itu sudah lama dikucilkan oleh dunia Barat dan juga ASEAN. Sedangkan China mempunyai kepentingan strategi yang amat penting untuk menjadikan Myanmar sekutunya. Sehingga tidak pernah menunjukkan campur tangan dalam urusan dalam negeri negara itu.
China punya banyak kepentingan di Myanmar, baik kepentingan strategis militer seperti pangkalan angkatan laut dan juga angkatan udara, maupun kepentingan untuk memperoleh tambahan bahan energi.
Malaysia akan menghadapi persoalan yang hampir serupa dengan Singapore. Meskipun proporsi keturunan China yang sekitar 30% penduduk Malaysia tidak sebesar di Singapore yang dekat ke 90%, namun dalam angka absolut merupakan jumlah yang tidak kecil. Kita ingat bahwa di masa lalu setelah berakhirnya Perang Dunia 2 pihak komunis berhasil menggerakkan perlawanan terhadap Inggeris yang kembali menduduki dan menguasai Malaysia berupa perlawanan gerilya di Malaysia Barat yang terutama terdiri dari orang-orang China dan keturunan China. Pasti China akan memanfaatkan keadaan masa lalu itu yang pasti tidak akan hilang begitu saja, apalagi ketika China berkembang menjadi kekuatan yang besar di Asia Timur dan bahkan dunia.
Maka elit dan pimpinan Malaysia di bidang politik, ekonomi dan militer akan menghadapi persoalan yang tidak sederhana. Sebab baik AS maupun China akan menjalankan usaha yang kuat. Buat China jalurnya dari Myanmar ke Malaysia terus Singapore amat penting, sebaliknya buat AS adalah jalurnya dari Thailand ke Malaysia dan Singapore pula.
Akan tetapi yang terpenting bagi masa depan ASEAN adalah hal apa yang akan terjadi di Indonesia. Adalah satu kenyataan obyektif bahwa ASEAN pada tahun 1967 dapat terbentuk setelah Indonesia bersedia turut bergabung. Sebelum itu yang ada hanyalah satu kumpulan negara-negara di Asia Tenggara yang jelas berpihak AS dan Inggeris belaka, sehingga lebih berfungsi sebagai perpanjangan tangan dua negara Barat tersebut. Baru setelah Indonesia bergabung dan ada peran Indonesia yang jelas melalui politik regional yang ditetapkan Presiden Soeharto dan menteri luar negeri Adam Malik, maka ASEAN secara langkah demi selangkah menjadi satu kenyataan obyektif. Mula-mula masih sangat terbatas pada aspek kultural dan ekonomi , tetapi kemudian meluas ke aspek politik dan bahkan pertahanan.
Akan tetapi peran Indonesia itu dimungkinkan karena Indonesia waktu itu cukup kuat dan stabil secara ekonomi dan pertahanan sehingga juga ada dampak politik yang cukup kuat untuk disumbangkan kepada ASEAN untuk menjamin eksistensi dan kekompakannya. Dan memang adanya ASEAN yang kuat merupakan kepentingan Indonesia juga.
Akan tetapi sekarang setelah terjadi Reformasi Indonesia jauh dari kuat, bahkan tidak terlalu salah kalau dikatakan bahwa Indonesia sekarang lemah. Sebab itu pula ASEAN turut jadi lemah, karena memang sukar melepaskan ASEAN dari Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia serta posisi geografinya yang begitu strategis sukar diabaikan bagi makna ASEAN.
Terutama kelemahan dalam kepemimpinan nasional Indonesia menimbulkan persoalan besar, tidak hanya bagi ASEAN tapi juga bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri. Kelemahan ini mengundang terjadinya berbagai persoalan dalam dan luar negeri , seperti rendahnya usaha kesejahteraan rakyat banyak sehingga mengakibatkan meningkatnya kriminalitas dalam kuantitas maupun kualitas, juga memungkinkan meningkatnya gerakan Islam radikal dan terorisme serta separatisme. Dalam hubungan luar negeri tidak ada kesanggupan bersikap lugas ketika kedaulatannya diganggu Malaysia sehingga mengundang gangguan yang lebih banyak dan lebih luas. Kalau dengan sesama anggota ASEAN yang bahkan serumpun Melayu tidak mampu bersikap lugas, apalagi kalau terjadi gangguan kedaulatan oleh China mengenai Natuna dan pulau-pulau lain di Laut China Selatan.
Maka dapat disimpulkan bahwa kecil sekali kemungkinan ASEAN dapat memelihara relevansinya sebagai keutuhan politik dan strategis apabila terjadi intensifikasi usaha AS dan China untuk mempengaruhi anggotanya.
Indonesia untuk dirinya sendiri menghadapi persoalan yang tidak ringan kalau tidak mampu memperkuat kepemimpinan nasionalnya. Kepemimpinan yang lemah itu cenderung mengikuti pengaruh AS, hal mana sekarang sudah sangat tampak dan terasa. Kalau itu tidak sanggup dibatasi maka Indonesia akan meninggalkan politik luar negeri bebas aktif yang sejak 1945 menjadi haluan politik luar negeri Indonesia.
Mungkin dengan cara itu Indonesia dapat memperoleh bantuan AS untuk meningkatkan alutsista atau sistem senjata teknologi TNI dan Polri. Akan tetapi tidak ada jaminan bahwa juga terpelihara kekuatan mental dan semangat perjuangannya. Kalau ada kepemimpinan politik yang kuat tidak terlalu dikhawatirkan turunnya semangat perjuangan, seperti ketika pada tahun 1960-an TNI memperoleh banyak sistem senjata dari Uni Soviet. Akan tetapi dengan lemahnya kepemimpinan yang cenderung ikut segala kehendak AS tidak mustahil Indonesia akan menyamai Vietnam Selatan yang dipersenjatai AS untuk mengatasi Perang Vietnam. Terbukti bahwa usaha AS itu gagal dan Republik Vietnam Selatan berakhir eksistensinya.
Selain itu sikap yang memihak AS besar kemungkinan tidak didukung oleh mayoritas bangsa yang sejak lama kurang suka berpihak kepada dunia imperialis seperti AS. Kondisi itu pasti dimanfaatkan China untuk menimbulkan tantangan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahnya sendiri.
Sebaliknya kalau ada usaha untuk membelokkan Indonesia berpihak China juga tidak akan menjadikan Indonesia kuat. Mayoritas bangsa Indonesia juga kurang suka kepada pihak komunis, sedangkan China secara resmi masih dikuasai kaum komunis. Selain itu AS dan sekutunya akan mengacau Indonesia agar berakhir kemampuannya berfungsi efektif. Contohnya adalah terjadinya pemberontakan PRRI/Permesta pada tahun 1958.
Indonesia hanya dapat menjamin eksistensinya kalau dapat tetap bersikap independen atau mandiri secara politik dengan menjalankan politik luar negeri bebas aktif. Namun untuk menjalankan politik bebas aktif itu tidak mungkin dengan melakukan diplomasi setengah hati seperti yang sekarang dilakukan pemerintah Indonesia[3]. Politik luar negeri bebas aktif memerlukan sikap yang kuat dan percaya diri dengan didukung oleh pengelolaan atau manajemen nasional yang efektif dalam mengurus berbagai potensi dan asset nasional yang ada pada bangsa Indonesia.
Sikap kuat itu memerlukan sikap yang tegas-lugas menghadapi persoalan dalam negeri. Harus disadari bahwa kuncinya adalah melaksanakan Pancasila Dasar Negara secara kongkrit, tidak hanya di-omongkan atau diwacanakan belaka. Itu berarti secara sungguh-sungguh diusahakan peningkatan kesejahteraan rakyat, ditegakkan hukum dengan ditindaknya segala macam korupsi, pelanggaran berupa kerusuhan antar-agama, antar-etnik dan lainnya. Meningkatnya kesejahteraan rakyat akan memudahkan mengatasi terorisme dan separatisme. Ditegakkan pendidikan nasional yang tepat untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan mengatasi segala usaha pihak luar untuk menginfiltrasi lembaga pendidikan untuk keperluannya. Dibangun ekonomi nasional yang berorientasi kepada kesejahteraan rakyat dan mampu berperan dengan daya saing tinggi dalam ekonomi internasional. Untuk itu dibangun kemampuan industri yang makin kuat untuk sanggup membangun Indonesia Incorporated yang kuat bersaing dengan usaha luar negeri dan mampu menguasai pasar dalam negeri.
Dengan berbagai usaha untuk menjadikan Indonesia kuat sekurang-kurangnya bangsa kita dapat diselamatkan dari pertarungan yang makin nampak antara AS dan China. Meskipun usaha itu mungkin sekali masih belum cukup memadai untuk kembali mempersatukan ASEAN, mudah-mudahan sekurangnya dapat menjadi contoh bagi bangsa lain di Asia Tenggara bahwa jalan terbaik adalah memelihara independensi nya. Bahkan mungkin juga dapat berdampak sebagai alternatif bagi Jepang dan Korea, dari pada mereka berpihak AS.
Mungkinkah pecah perang ?
Pertanyaan yang paling penting adalah apakah ketegangan yang makin meningkat itu dapat bereskalasi menjadi perang yang benar, bukan sekedar perang dingin. Pasti para pemimpin China tidak mau terjadi perang benar. Mereka tahu bahwa keunggulan China sekarang ada pada bidang ekonomi dan menyadari bahwa keunggulan militer AS tetap masih ada. Sekalipun China secara militer juga dapat menimbulkan kehancuran besar pada AS, tetapi buat China perang meniadakan kesempatan ekonominya yang demikian menonjol.
Juga di kalangan luas AS ada penolakan terhadap perang yang tidak pasti kesudahannya. Apalagi rakyat AS masih terus menghadapi masalah Irak dan Afghanistan. Sekalipun pemerintah Obama menetapkan akan mengakhiri kegiatan militernya di Irak atau berakhirnya Perang Irak pada tanggal 31 Agustus 2010, tetapi dalam kenyataan AS masih akan terus mengalami kesulitan dengan Irak.[4] Dalam pada itu Afghanistan masih terus menimbulkan korban bagi tentara AS dan jauh dari jelas bagaimana kesudahannya. Itu sebab tentu banyak orang AS tidak akan menyetujui negaranya membuka perang baru di Asia Timur.
Akan tetapi kemungkinan terjadinya eskalasi di Asia Timur dapat disebabkan oleh hal-hal yang kemungkinan besar di luar kekuasaan para pemimpin China dan AS
Pertama adalah perkembangan bagian lain dunia, khususnya yang disebabkan pertentangan antara Israel dan Iran. Sebenarnya Israel sudah bernafsu besar menyerang Iran untuk menggagalkan negara itu mempunyai kekuatan nuklir. Sejauh ini hanya karena AS menyatakan penolakannya atas maksud Israel itu negara tersebut masih mengekang diri. Israel tidak mau di kawasan Timur Tengah ada negara lain dengan kekuatan nuklir dan ia mau pegang monopoli nuklir untuk mendominasi kawasan itu. Oleh sebab itu perkembangan di Iran yang menyangkut kekuatan nuklir ini sangat mempengaruhi sikap Israel. Mungkin sekali ia masih menahan diri tidak menyerang Iran karena AS tidak setuju dan mengatakan bahwa Iran belum mampu membuat senjata nuklir. Sikap Israel dapat berubah kalau ia memperoleh informasi yang berbeda dari AS dan ada keyakinan Iran sudah mampu membuat senjata nuklir.
Juga pimpinan Israel terpengaruh oleh para pemimpin Yahudi dunia, khususnya di AS dan Inggeris, yang sejak lama menguasai dunia ekonomi dan industri Barat. Kemajuan China telah sangat memukul kondisi mereka, sebagaimana di tahun 1970-an mereka terpukul oleh Jepang. Sebab kemajuan itu menurunkan kondisi ekonomi Barat, khususnya dalam bidang keuangan seperti Wall Street , dan berbagai industri yang dikuasai modal Yahudi. Kemajuan China telah sangat memukul kaum kapitalis Yahudi. Tidak mustahil bahwa mereka mendorong pimpinan Israel untuk menyerang Iran, sebab tahu bahwa itu akan berakibat luas di dunia yang dapat mengembalikan kekuatan kapitalisme mereka.
Kalau sampai Israel benar-benar menyerang Iran maka kondisi internasional akan sangat berubah. Sebab pasti Iran akan melawan, baik dengan kekuatan militer maupun hal-hal lain. Dalam perkembangan seperti itu tidak mustahil kepentingan AS terganggu sehingga tidak dapat menghindar dari desakan untuk turut menyerang Iran. Kalau hal itu terjadi akan ada gangguan besar terhadap suplai minyak kawasan Timur Tengah ke seluruh dunia, termasuk suplainya ke China. Menjadi pertanyaan besar apakah China dapat tinggal diam kalau kehilangan suplai minyak itu yang begitu besar perannya pada usaha nasionalnya, khususnya ekonominya. Maka kalau China turut melibatkan diri dalam perang antara Isreal dan AS terhadap Iran, maka kemungkinan besar China akan membantu Iran agar dengan demikian dapat diamankan suplai minyaknya. Akan tetapi berpihak kepada Iran berarti berhadapan dengan AS dan itu mau tidak mau akan berdampak di Asia Timur. Maka tidak mustahil pecah perang antara AS dan China, sekalipun pada mulanya banyak pihak di kedua bangsa tidak setuju untuk perang.
Kedua, juga ada kemungkinan sumber lain menjadi pemicu perang antara AS dan China. Di AS telah terjadi perubahan yang besar sebagai akibat Krisis Ekonomi yang dialami belakangan ini. Dan hingga sekarang hal ini belum dapat diatasi secara baik, malahan ada yang khawatir bahwa AS tidak mungkin kembali keadaannya seperti sebelum krisis. Perubahan telah terjadi pada standard kehidupan masyarakat yang untuk kalangan ke bawah cukup banyak turunnya. Hal ini melebarkan kesenjangan antara golongan kaya dan miskin yang lama-lama amat berpengaruh pada masyarakat.
Perkembangan dalam masyarakat itu juga dipengaruhi oleh naiknya Barack Obama sebagai presiden AS. Pihak partai Republik makin menunjukkan sikap yang ekstrim dalam perlawanannya terhadap kebijaksanaan pemerintah Obama. Tidak jarang ada seruan bahwa Obama membawa sosialisme ke AS, malahan ada yang menuduh Obama pengikut Islam dan anti-Amerika. Demonstrasi terakhir yang terjadi di Washington DC menggunakan tema “Restorasi Amerika” yang digerakkan oleh dua tokoh partai Republik, yaitu Glenn Beck seorang penggerak stasiun TV Fox News yang menyuarakan suara partai Republik dan mantan calon wakil presiden Sarah Palin. Demonstrasi itu brhasil menarik peserta sekitar 500 ribu orang yang datang dari berbagai penjuru AS. Hal itu menunjukkan bahwa cukup luas rasa ketidakpuasan di masyarakat AS yang disebabkan berbagi faktor, faktor ekonomi, faktor kegagalan perang di Irak dan Afghanistan faktor rasial, semuanya dimanfaatkan oleh faktor politik. Timbulnya Tea Party juga merupakan usaha perlawanan akar rumput masyarakat AS yang tidak suka perubahan yang mereka tuduhkan kepada Obama.
Melihat gejalanya nampak sekali bahwa masyarakat AS sedang tegang sekali, baik dipicu oleh standard kehidupan yang turun maupun keharusan bagi orang Putih untuk menerima orang Afro-Amerika jadi orang nomer satu di AS. Dalam keadaan demikian tidak jarang dalam sejarah dunia dicari penyelesaian ke luar. Tidak jarang terdengar suara di AS yang membandingkan negaranya sekarang dengan keadaannya sebelum Perang Dunia 2. Bahkan seorang pakar ekonominya mengatakan bahwa AS waktu itu berat sekali mengatasi Krisis Ekonomi 1933 andai kata tidak terjadi Perang Dunia 2. Dengan mengatakan hal itu mungkin sekali ada sindiran bahwa AS sekarang mungkin perlu sekali perang besar lagi untuk mengatasi akibat Krisis Ekonomi 2007.
Mungkinkah mereka yang berpikiran waras dan tidak mau perang mampu mengatasi suasana demikian ? Apalagi kaum kapitalis biasanya senang mendukung perang yang pasti meningkatkan kekayaannya kalau menang perang . Mereka yakin AS akan menang kalau perangnya besar dengan melibatkan segala kemampuan militernya. Dan itu untuk menghancurkan lawannya yang membuat AS besar hutangnya serta sebentar lagi akan mengugguli AS dalam ekonomi . Sebaiknya saingan itu diserang sekarang, mumpung lawan itu sekarang masih kalah kemampuan militernya dari AS !
Meskipun bahaya kedua ini tidak se-akut yang pertama, namun tidak dapat diabaikan . Dengan begitu terlihat bahwa sekalipun banyak orang, termasuk di AS, tidak mau ada eskalasi dalam ketegangan antara AS dan China sehingga pecah perang, namun harus kita sadari bahwa itu bukan hal yang mustahil terjadi. Hal itu hendaknya menjadi dorongan bagi kita di Indonesia untuk secepat mungkin membereskan keadaan bangsa dan negara kita yang masih diliputi berbagai kelemahan dan kerawanan. Sebab hanya Indonesia yang kuat akan dapat keluar selamat dari satu perang besar yang melibatkan wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur.
Jakarta, 31 Agustus 2010
[1] Wikipedia
[2] Pepe Escobar dalam China’s Pipelineistan “War”, Asia Times
[3] Kritik yang dilancarkan pakar Hukum Internasional Prof DR Hikmahanto Yuwono teerhadap diplomasi pemerintah RI dalam masalah Malaysia dewasa ini.
[4] Pada saat AS mengakhiri operasi militernya di Irak pada 31/8-2010 jumlah korban yang telah diserita tentaranya sebanyak 4415 orang.
No comments yet.