CARA BERPIKIR PANCASILA SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA

Posted by Admin on Friday, 6 April 2012 | Opini

Sayidiman Suryohadiprojo[1]

Pendidikan & Kepribadian Bangsa

Sudah menjadi pengetahuan yang dianut para pendidik di mana saja bahwa Pendidikan yang baik tidak dapat meninggalkan Kepribadian Bangsa. Karena bangsa Indonesia sudah menentukan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, maka Pancasila merupakan Kepribadian Bangsa. Dengan begitu Pendidikan di Indonesia harus dilandasi Pancasila.

Budaya dan Karakter Bangsa tidak akan dapat meluas secara efektif dalam kehidupan Bangsa kalau tidak disertai penyelenggaraan Pendidikan kepada seluruh Bangsa tentang Budaya dan Karakter Bangsa. Khusus buat Indonesia Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa amat penting karena bangsa Indonesia telah mengalami penjajahan oleh bangsa Belanda dan bangsa Eropa lainnya yang cukup lama. Penjajahan itu tidak hanya dilakukan secara politik dan ekonomi, tetapi juga dengan penanaman budaya Barat pada kepribadian manusia Indonesia.

Boleh dikatakan bahwa justru penjajahan budaya lebih efektif buat pihak penjajah dari pada penjajahan politik dan ekonomi. Setelah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 sisa penjajahan yang paling dulu dapat dibersihkan bangsa Indonesia adalah penjajahan politik. Kemudian diikuti berakhirnya penjajahan ekonomi. Boleh dikatakan bahwa dengan masuknya Irian Barat (sekarang bernama Papua) ke lingkungan Republik Indonesia dan diambil alihnya perusahaan-perusahaan besar Belanda, penjajahan politik dan ekonomi Belanda telah berakhir, yaitu sekitar tahun 1963.

Akan tetapi penjajahan budaya hingga sekarang masih berlangsung. Penjajahan budaya yang dilakukan secara penetration pacifique atau penetrasi damai ternyata jauh lebih efektif untuk pihak penjajah. Sejak akhir abad ke 19 Belanda melakukan usaha itu melalui penyelenggaraan pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia. Dimulai dengan membuka sekolah-sekolah dasar dan kemudian terus meluas sampai adanya pendidikan tinggi di Indonesia yang dapat dimasuki rakyat Indonesia. Malahan juga orang-orang tertentu dapat memasuki pendidikan tinggi yang ada di Belanda.

Sebenarnya pendidikan sekolah yang dilakukan Belanda untuk bangsa Indonesia masih jauh tidak memadai dibandingkan dengan jumlah rakyat yang memerlukan pendidikan. Kekurangan ini baik bersifat kwantitatif maupun kwalitatif. Namun terbukti bahwa dengan pendidikan yang kurang itu terwujud penjajahan budaya yang kuat dan luas dampaknya.

Sebab pendidikan Belanda itu membuat manusia Indonesia berpikir secara Barat. Melalui pemikiran secara Barat itu memang manusia Indonesia makin mampu mendalami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang perkembangannya bersumber di Barat. Akan tetapi di pihak lain hal itu menjadikan manusia Indonesia makin kurang sadar pada cara berpikirnya sendiri dan malahan makin mengagungkan cara berpikir Barat. Bahkan di kalangan tertentu cendekiawan Indonesia yang termasuk pejuang dalam gerakan kebangsaan dan perjuangan kemerdekaan dan secara politik melawan Belanda, terdapat sikap yang mengagungkan cara berpikir Barat. Mereka mengatakan bahwa Belanda dan dunia Barat umumnya maju dan sejahtera karena cara berpikirnya. Jadi kalau bangsa Indonesia yang merdeka hendak maju dan sejahtera, maka bangsa Indonesia juga harus berpikir cara Barat. Pandangan demikian nampaknya cukup logis, tetapi benarkah sikap demikian ? Untuk menjawab pertanyaan ini harus kita dalami apa cara berpikir Barat itu.

Cara Berpikir Barat

Cara berpikir Barat yang berhasil membawa kemajuan dan kesejahteraan fisik melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern adalah hasil dari Renaissance di Italia yang kemudian meluas di seluruh dunia Barat. Renaissance atau Pencerahan yang terjadi di seluruh Eropa pada abad 14 sampai abad 17 membawa perubahan mendasar dalam sikap dan cara berpikir manusia Barat. Kalau Manusia Barat sampai Abad Pertengahan menganggap dirinya sebagai bagian satu ras atau bangsa belaka, sejak Renaissance mengalami kebangkitan dalam pikiran bahwa Manusia mempunyai arti tersendiri. Timul pikiran bahwa Manusia dilahirkan bebas, terpisah satu sama lain dan masing-masing dengan penuh kekuasaan. (Men are created free and equal). Dengan pengertian itu terwujud paham Individualisme, yaitu pengertian bahwa Individu Manusia adalah yang terpenting dalam kehidupan dan karena itu menjadi pusat perhatian. Individu boleh berbuat apa saja untuk mengejar kepentingannya yang dianggap lebih utama dari kepentingan umum, kepentingan masyarakat.

Sikap itu juga menjadikan Ratio menonjol. Pentingnya peran Ratio membuat manusia Barat makin mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal inilah yang membuat Barat makin sejahtera dan kaya secara material.

Individualisme juga berakibat berkembangnya Liberalisme dan Materialisme. Masyarakat Barat makin berkembang kemampuannya untuk bergerak dan berbuat, termasuk menundukkan bangsa lain yang dilakukan atas dasar kebebasannya melakukan apa saja untuk mengejar kepentingannya. Inilah yang kemudian menimbulkan Imperialisme dan Kolonialisme. Mula-mula Spanyol menjadi negara di mana matahari tidak pernah terbenam karena wilayah kekuasaannya meluas di semua bagian planit Bumi. Tetapi setelah berakhirnya Perang Inggeris-Spanyol (1585-1604) Imperium Inggeris menjadi negara di mana matahari tak pernah terbenam.

Dalam bidang ekonomi liberalisme menimbulkan kapitalisme dengan pedoman laissez faire laissez passer atau yang kuat dalam modal dapat berbuat apa saja untuk membuat keuntungan terbesar, termasuk memperlakukan manusia lain yang lebih lemah semaunya. Imperialisme membuat bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin sengsara dalam penjajahan bangsa Barat yang lebih kuat. Sedangkan kapitalisme membuat anggota masyarakat Barat yang lemah dan miskin sengsara sebagai tenaga buruh untuk kaum yang kuat modalnya.

Maka cara berpikir Barat yang menghasilkan Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, Kapitalisme dan Imperialiisme berhasil membuat manusia Barat yang memiliki modal makin kuat dan kaya secara material. Tetapi sikapnya yang membolehkan manusia berbuat apa saja demi kepentingannya, termasuk bersikap serakah, menjadikannya juga bersifat agressif. Ini mula-mula dilampiaskannya terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia dan Amerika Latin yang tidak dapat mengimbangi kemampuan bangsa Barat dalam kemampuan material dan fisik, termasuk persenjataan. Akan tetapi ketika seluruh planit Bumi di luar Eropa sudah mereka kuasai, maka mau tidak sikap serakah dan agressif itu hanya dapat disalurkan terhadap sesama bangsa Eropa. Itulah yang mendatangkan Perang Dunia I dan Perang Dunia 2 yang terutama perang antara bangsa-bangsa Eropa. Dua perang besar itu terjadi dalam selisih masa kurang dari 30 tahun dan menimbulkan kematian dan kehancuran yang tak pernah dialami umat manusia.

Maka tokoh-tokoh pemikir Barat mulai menyadari bahwa dunianya mengalami perubahan dan krisis yang amat mengkhawatirkan. Mereka kemudian memberikan peringatan pada sesama manusia Barat melalui tulisan dan buku mereka. Mula-mula Ostwald Spengler pada tahun 1918 menggoncangkan dunia Barat dengan bukunya Der Untergang des Abendlandes. Diikuti tokoh pemikir J.Huizinga, Jan Romein, Ortega Y Gasset dan P.A. Sorokin. Yang disebut terakhir ini, seorang guru besar di Harvard University AS, pada tahun 1941 menyatakan dalam bukunya The Crisis of Our Age:Western culture is covered by a black-out. A great tornado sweeps over the whole of mankind. The present crisis is not ordinary but extra-ordinary. A crisis that involves simultaneously almost the whole of Western culture and society, in their art and sciences, philosophy and religion, law and morals, manners and mores, in brief it is a crisis involving the whole way of life , thought and conduct of Western society. It consists in a desintegration of fundamental form of Western culture and society dominant for the last four centuries.”

Sorokin juga mengatakan bahwa krisis yng terjadi itu luar biasa karena menghasilkan perang, revolusi, anarki dan pertumpahan darah. Terjadi chaos dalam kondisi sosial, moral, ekonomi, politik dan intelektuual. Kerusakan dalam tata nilai, penderitaan jutaan rakyat manusia.

Jadi sudah lama tokoh-tokoh pemikir Barat mengatakan bahwa budaya Barat yang selama lima abad begitu dominant serta nampak kaya-sejahtera, mengalami penurunan yang disebabkan oleh sikapnya sendiri. Dan terbukti prediksi mereka benar ketika pecah Perang Dunia 2 yang malahan meliputi wilayah planit Bumi lebih luas dan menimbulkan kematian serta kehancuran jauh lebih besar dibandingkan dengan Perang Dunia 1. Sekarang dalam abad ke 21 apa yang dikatakan Sorokin makin jadi kenyataan, khususnya di negaranya sendiri AS yang menunjukkan jurang makin dalam antara kehidupan mereka yang kaya dan yang miskin.

Maka kita dapatkan jawaban atas pertanyaan yang telah kita ajukan di atas. Pendapat kaum cendekiawan kita yang mau mengambil cara berpikir Barat untuk membuat Indonesia maju dan sejahtera mungkin pendapat yang logis tetapi ternyata jauh dari benar, karena cara berpikir Barat yang nampaknya begitu efektif untuk mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan ternyata mengandung kerawanan yang amat membahayakan dirinya. Kerawanan itu adalah akibat Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, Kapitalisme dan Imperialisme.

Cara Berpikir Pancasila.

Ketika Ir Sukarno atau Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) mengajukan pandangannya tentang falsafah dasar yang perlu dimilliki Negara Indonesia Merdeka dan yang beliau namakan Pancasila, maka terwujud alternatif dalam cara berpikir untuk membangun Negara. Sekali gus terbuka jalan untuk hidup sesuai Kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Bung Karno mengatakan bahwa Pancasila bukan karangannya, melainkan ia gali dari bumi dan kehidupan bangsa Indonesia. Sebab itu dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah Kepribadian Indonesia.

Meskipun kemudian Panitya Persiapan Kemerdekaan melakukan perubahan dalam urut-urutan dan redaksi namun Pancasila yang masuk sebagai Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak beda maknanya dari Pancasila yang mula-mula diajukan Bung Karno.

Pancasila mengandung ajaran yang jauh berbeda dari cara berpikir Barat. Sejak semula Bung Karno tidak setuju dengan Individualisme sebagai landasan kehidupan bangsa Indonesia. Buat bangsa Indonesia Manusia adalah ciptaan Tuhan sebagai Individu-Individu yang berbeda satu sama lain, tetapi juga Manusia yang merupakan bagian integral dari masyarakat . Hal ini jauh berbeda dari dasar berpikir Barat yang sekuler atau tidak memperhatikan Tuhan Yang Maha Esa, dan menempatkan Individu sebagai unsur terpenting, sama satu sama lain dan mempunyai kebebasan penuh untuk melakukan apa saja dalam mengejar kepentingannya. Ini perbedaan yang amat mendasar yang hingga kini masih kurang disadari oleh banyak kalangan di Indonesia karena masih hidup dalam alam cara berpikir Barat.

Karena Manusia Indonesia menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa yang menjadi sumber kehidupan, maka moral dan etika merupakan hal-hal yang amat penting dalam segala perilaku Manusia Indonesia. Berbeda sekali dengan Barat yang dengan dasar Materialisme menjadikan kehidupan masyarakat bersifat sekuler yang tidak perlu memperhatikan moral dan etika secara mendasar, melainkan hanya dalam rangka keperluannya untuk mewujudkan kepentingannya.

Manusia Indonesia tidak pernah hidup sendiri, melainkan selalu hidup dalam kesatuan dengan Manusia lain. Kesatuan terkecil adalah Keluarga di mana Individu Manusia selalu berada dalam Perbedaan dan Kesatuan. Meskipun dilahirkan oleh ayah dan ibu yang sama para anggota keluarga selalu berbeda satu sama lain, bahkan yang kembar. Berbeda dalam umur, dalam jenis laki-perempuan, berbeda dalam sifat. Namun Individu anggota keluarga yang berbeda itu juga ada dalam Kesatuan karena mereka semua secara alamiah berkepentingan dengan keadaan Keluarga yang baik. Itu berarti bahwa Manusia hidup dalam Perbedaan dan Kesatuan sekali gus.

Sebab itu Individu yang berbeda itu mempunyai hak dan kewajiban untuk mengembangkan diri sebaik mungkin untuk menjadi Kepribadian bermutu. Akan tetapi pada saat yang sama para Individu anggota Keluarga memperjuangkan bersama perkembangan Keluarganya sebagai kesatuan hidup mereka. Itu berarti bahwa manusia Indonesia sejak lahirnya berkembang sebagai Individu yang ber-Kepribadian dan sekali gus menjadi Manusia Sosial yang mengusahakan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Bukan Manusia yang dapat secara bebas dan sewenang-wenang memperlakukan Manusia lain demi kepentingannya.

Itu sebabnya Pancasila tidak hanya menolak Individualisme, tetapi juga Liberalisme Barat yang laissez faire laissez aller dan dasar Materialisme yang tidak mengakui Tuhan Yang Maha Kuasa. Hal ini berakibat pada paham ekonomi yang mau tidak mau menolak Kapitalisme di mana yang kuat dan kaya modal boleh dan dapat berlaku semaunya terhadap yang lemah dan miskin. Demikian pula menolak Imperialisme dan Kolonialisme yang membuat berjuta-juta rakyat sengsara dan menderita lahir dan batin. Sebab itu Bung Karno mengatakan bahwa harus ada Kebangsaan atau Nasionalisme yang maju dan kuat dalam taman sari Internasionalisme atau Kemanusiaan. Serta terwujudnya Keadilan Sosial dan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh Rakyat Indonesia. Sikap Gotong Royong dalam kehidupan Sosial. Juga dalam bidang Politik ada perbedaan dengan Barat sekalipun semua menggunakan Demokrasi sebagai cara berpolitik. Karena Barat dasarnya Liberalisme maka demokrasi di Barat dilakukan dengan cara Demokrasi Liberal. Sedangkan demokrasi di Indonesia harus dilakukan dengan dasar Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Istilah almarhum Ki Hadjar Dewantara adalah (dalam bahasa Belanda) Democratie en Leiderschap atau Demokrasi dan Kepemimpinan.

Memang ada perbedaan mendasar antara cara berpikir Pancasila dan cara berpikir Barat. Dan memperhatikan luasnya kerawanan yang timbul pada kehidupan yang dasarnya cara berpikir Barat adalah tepat sekali para Pendiri Negara RI menetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Namun penetapan itu tidak serta merta membuat Manusia Indonesia berpikir dengan dasar Pancasila. Sangat kuat penetrasi budaya yang telah dilakukan Belanda sehingga semua yang telah mengalami pendidikan sekolah oleh Belanda terkontaminasi. Kemudian orang Indonesia yang mengalami pendidikan sekolah Belanda yang memimpin dan melaksanakan pendidikan sekolah ketika NKRI berjalan. Dan karena sejak merdeka bangsa Indonesia belum melakukan usaha serieus untuk mengembangkan cara berpikir Pancasila, maka boleh dikatakan bahwa hingga kini hampir seluruh pendidikan sekolah dilakukan dengan dasar pemikiran Barat. Pancasila baru sebagai semboyan atau “slogan” belaka dalam hampir seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia. Malahan sikap Gotong Royong yang masih ada dalam sementara kehidupan masyarakat, justru makin hilang dalam masa Indonesia Merdeka.

Sebab itu Pendidikan Budaya dan Karakter yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat penting, bahkan sangat strategis bagi masa depan NKRI.

Pendidikan Budaya dan Karakter

Adalah penting sekali bahwa pimpinan Kem Dik Bud menyadari arti strategis Pendidikan Budaya dan Karakter Terutama dalam usaha kita untuk menjadikan Pancasila kenyataan dalam kehidupan bangsa Indonesia, bukan sekedar semboyan atau slogan. Sebab bisa saja Pendidikan Budaya dan Karakter dilakukan dengan versi lain, bahkan versi cara berpikir Barat. Seperti yang telah dilakukan satu Fakultas Ekonomi yang malahan menjadikan neo-liberalisme dasar ekonomi yang berlaku dan dilaksanakan oleh para alumninya. Tanpa menyadari bahwa telah terjadi pelanggaran serieus terhadap Dasar Negara RI. Sebab itu kita tidak heran bahwa NKRI sejak tahun 1960-an hingga kini menjalankan kebijakan ekonomi yang bersifat neo-liberal.

Untuk dapat melakukan Pendidikan Budaya dan Karakter dengan dasar Pancasila perlu Kem Dik Bud melakukan pendalaman bagaimana sebaiknya nilai-nilai Pancasila ditransfer menjadi dasar untuk perbuatan nyata, sebagaimana Barat berhasil menjadikan Individualisme dan Liberalisme dasar untuk perbuatan masyarakat Barat yang nyata. Yang amat penting adalah perbuatan nyata dalam sikap dan perilaku Individu dan Masyarakat, dalam Politik, dalam Ekonomi, dalam Sosial dan dalam Tata Hukum. Usaha pendalaman dan penelitian ini sangat berarti bagi keberhasilan usaha menjadikan Pancasila dasar yang hidup dalam masyarakat secara nyata (a living reality). Dengan dasar itu kemudian dibangun Pendidikan Budaya Indonesia dan Pendidikan Karakter yang menjadikan bangsa Indonesia kuat lahir-batin.

Juga perlu dilakukan pemantapan para tenaga pendidik agar mereka benar-benar memahami dan menjalankan kehidupan dengan dasar Pancasila. Tenaga pendidik ini yang merupakan agents of change yang menentukan masa depan bangsa Indonesia.

Semoga bangsa Indonesia berhasil melakukan ini semua sehingga sekitar pertengahan Abad ke 21 nanti Pancasila sudah menjadi kenyataan di bumi Indonesia, bukan lagi semboyan dan slogan yang bagus dalam kata tapi kosong dalam kenyataan seperti yang kita alami sekarang.

Jakarta, 6 April 2012

Daftar Bacaan : Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Oleh Professor Mr Soediman Kartohadiprodjo

Penerbit Gatra Pustaka, 10 Januari 2010


[1] Makalah disampaikan dalam pertemuan Yayasan Jati Diri Bangsa dengan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tanggal 10 April 2012

RSS feed | Trackback URI

3 Comments »

Comment by prihandoyo
2014-03-14 10:43:55


Pancasila sebagai cara berfikir harus nya sudah melekat pada para pemimpin di negeri ini sayang sekali Pancasila telah di khianati , Sila ke 4 sudah diganti dengan Demokrasi liberal , Musyawarah mufakat diganti dengan cara berfikir barat , pertarungan , kalah menang , kuat-kuatan , inilah yang telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan kebangsaan kita , padahal bangsa ini adalah bangsa Gotong royong , bangsa berat sama diangkan ringan sama dijinjing , teposeliro , semua di kubur dengan nafsu untuk kepentingan kekuasaan , kepentingan diri sendiri dan kelompok .

 
Comment by Projohartomo
2013-11-10 21:10:31


Yth Pa Sayidiman,saya tertarik pada tulisan Bapak ttg cara berfikir Pancasila. Memang sebenarnya kita bangsa Indonesia ini haruslah berfikir seperti identitasnya(Pancasila). Kusus ttg Pancasila dilihat dr sisi sejarahnya yg sering tidak diungkap adalah bagaimana memahami cara berfikir para pendiri bangsa yg menghasilkan Pancasila itu. Menurut saya Pancasila (sila-silanya)diadobsi dari cara berfikir dunia al Theokratisme,Humanisme,Nasionalisme,Demokrasi/liberalisme dan Sosialisme. Seluruh cara berfikir global/ diidentikkan Barat oleh bapak,sangat dipahami oleh pendiri bangsa,al Soekarno,M Hatta,Mr Soepomo,dll. Mereka sangat menguasai ideologi-ideologi global tersebut,boleh dikatakan telah mumpuni. Penguasaan atas hal tersebut lalu di internalisasi dan diadabtasi dengan budaya lokal di Nusantara al Gotongroyong,kooperatif dan integralistik(manunggal). Atas dasar tersebut maka jadilah rumusan Pancasila sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan. oleh sebab itu kalau kita memahami Pancasila secara satu persatu maka sebenarnya kita memahami ideologi dunia bukan Indonesia. Sebagai contoh saat ini bisa dikatakan ideologi Indonesia adalah Demokrasi yg cenderung liberal bukan Pancasila.Karena melihat hanya dari satu sisi sila ke empat(4)saja, bukan merupakan satu kesatuan yang utuh. Sebab menurut cara berfikir Pancasila antar sila,satu dengan yang lain saling mempengaruhi dgn demikian mencirikan dan mencitrakan keindonesiaan…..oleh sebab itu utk memahami Pancasila harus lebih dulu memahami Ieologi-ideologi dunia tsb dan nilai-nilai budaya nusantara yg diusung pendiri bangsa dan negara. Hal ini tidak mudah, karena diperlukan mumpuni dan telah sampai pd kemampuan berfikir serba system yg dilahirkannya,……., ironinya justru sekarang dizaman postmodern, cara berfikir pancasila digunakan oleh dunia,…….. dan kita meninggalkannya karena tidak mampu memahami Pancasila produk kegeniusan bapak bangsa. terimakasih bapak.

 
Comment by ahmad zaini
2012-04-19 08:10:16


assalamaliakum wr.wb

salam hangat …………..

Bangsa indonesia telah mengalami metamor fosis dari masa keraJaan, kolonial, kemerdekaan, ( orde lama, orde baru dan reformasi), kolonialisme masih terasa di bumi nusantara meskipun dalam benuk yang berbeda, falsafah bangsa sebagai filer (pancasila) saa ini keberadaannya sudah Jauh dari yang dicita citakan , hal ini dapa diliha semakin semrawnya negri ini krisis moral idak hanya menghamiri kam legislaif eai sdah mlai merambah selrh laisan masyaraka, hal ini dikarenakan ancasila sekarang hanya menadi semboyan bkan menadi nilai yang hars diahami, dihayai dan dialikasikan sehingga akan erbenk negara yang remah inah loh inawe

wassalamaliakum wr.wb

 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post