Pancasila Masih Jauh Dari Kenyataan Di Indonesia

Posted by Admin on Saturday, 16 May 2009 | Opini

Sayidiman Suryohadiprojo

Jakarta, 16 Mei 2009

Bangsa Indonesia telah menyelesaikan Pemilihan Umum untuk memilih Calon Anggota Legislatif dan sebentar lagi akan melakukan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam Pemilu itu makin nampak betapa bangsa kita sedang berada dalam kondisi pikiran dan perasaan yang jauh dari mantap dan menggembirakan. Terasa dan nampak sekali bahwa kondisi politik, ekonomi dan sosial jauh dari memuaskan bagi mayoritas rakyat.

Reformasi yang diadakan pada tahun 1998 sama sekali tidak membawa keadaan Bangsa dan Negara yang lebih baik bagi bagian terbesar Rakyat. Mungkin untuk kalangan tertentu bangsa keadaan sekarang amat memuaskan. Mereka memperoleh kehidupan yang jauh lebih sejahtera dari sebelumnya dan menempati kedudukan yang menguasai kehidupan bangsa. Sebab itu mereka selalu mengatakan bahwa Demokrasi di Indonesia sudah makin maju dan Indonesia menjadi bangsa demokrasi ketiga di dunia. Mereka tidak peduli bahwa Demokrasi yang dikehendaki bangsa Indonesia tidak hanya Demokrasi Politik, tetapi juga Demokrasi Ekonomi dan Demokrasi Sosial. Mereka juga tidak peduli dan bahkan membela bahwa Indonesia sekarang dikuasai paham Neo-Liberalisme , karena keadaan ini amat menguntungkan mereka. Mereka sudah tidak mau dengar bahwa ada Pandangan Hidup Bangsa dan Dasar Negara yang bernama Pancasila. Karena mereka membela keadaan Indonesia yang berdasar Neo-Liberalisme maka mereka telah setengah membuang Pancasila dari kehidupan bangsa.

Hal itu telah mereka tuangkan dalam 4 Amandemen yang mereka lakukan terhadap UUD 1945. Dengan begitu UUD 1945 sebenarnya sudah digantikan UUD 2002 ketika 4 Amandemen disahkan oleh MPR. Yang mengherankan sekali adalah bahwa MPR waktu itu dipimpin Dr. Amien Rais yang termasuk seorang Pemimpin Reformasi.

Memang Pembukaan UUD 1945 masih utuh dan di dalamnya mengandung Pancasila. Akan tetapi Batang Tubuh UUD 45 telah di”vermaak” demikian rupa sehingga mengandung fasal-fasal yang memungkinkan perkembangan Indonesia sesuai dengan kehendak mereka, yaitu menjadi satu masyarakat yang dikuasai neo-liberalisme dan individualisme.

Mereka mengatakan bahwa perubahan UUD 45 belum selesai. Itu mengindikasikan bahwa langkah mereka berikut adalah men”vermaak” juga Pembukaan UUD 45 sehingga makin nyata Pancasila tidak ada lagi dalam UUD 45. Dengan begitu terbuka lebar bagi mereka untuk menghilangkan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Pancasila untuk digantikan dasar neo-liberalisme dan individualisme. Itulah yang mereka namakan Reformasi !

Dalam Pemilihan Umum yang lalu hal itu sudah menjadi jelas dengan kuatnya materialisme berupa peran uang dan benda. Demikian pula individualisme dalam nafsu ingin berkuasa demi kedudukan serta penguasaan uang dan benda. Hampir tidak ada lagi Politik yang secara luhur mengabdikan diri kepada kepentingan rakyat banyak dan masyarakat.

Juga Pemilihan Presiden yang belum terlaksana menunjukkan bahwa pragmatisme demi kedudukan menjadi pedoman utama dalam ber-Politik. Koalisi yang dibentuk antara partai-partai politik bukan dilakukan untuk kepentingan luhur yang bersangkutan dengan masa depan bangsa yang maju dan sejahtera, melainkan semata-mata perolehan posisi yang baik bagi anggota partai-partai tersebut dalam pemerintahan yang akan datang.

Hal itu jelas sekali ketika Presiden S.B. Yudoyono akan mendeklarasikan Calon Wakil Presidennya, yaitu Prof Dr Budiono. Langsung empat partai yang berkoalisi dengan partai Demokrat, yaitu PKS, PAN, PKB dan PPP, menyatakan protes karena kurang setuju. Tetapi PKB juga menyatakan bahwa akan tetap dalam koalisi, sedangkan PPP menyatakan hal itu kemudian. Tetapi PAN dan PKS sangat keras reaksinya dan malahan menyatakan semacam ancaman akan meninggalkan koalisi, kalau Budiono tetap menjadi Calon Wapres mendampingi Calon Pres Susilo Bambang Yudoyono. Namun ketika Deklarasi Partai Demokrat dilakukan di Bandung pimpinan PKS dan PAN pun hadir dan ternyata tetap menjadi anggota koalisi. Itu menunjukkan betapa partai politik semata-mata mengejar posisi dalam pemerintahan belaka. Dapat kita bayangkan bagaimana pemerintahan yang akan kita alami antara 2009 dan 2014 nanti. Ini semua menunjukkan bahwa Pancasila masih jauh dari kenyataan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post