Oleh Sayidiman Suryohadiprojo REKTOR Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Prof Dr Azyumardi Azra berkali- kali menyatakan, dalam ceramah maupun tulisan di surat kabar, betapa pentingnya Pancasila bagi masa depan Indonesia. Oleh karena itu, harus dilakukan rejuvenasi Pancasila sehingga benar-benar memberi manfaat bagi perkembangan bangsa Indonesia. Hal ini amat membesarkan hati dan memberi harapan masa depan karena beberapa alasan. Pertama, dinyatakan oleh tokoh Kampus UIN Syarief Hidayatullah, suatu universitas yang cukup berwibawa yang telah menghasilkan sejumlah cendekiawan yang berjasa kepada Indonesia. Kedua, yang menyatakan bukan anggota TNI atau mantan TNI; dengan demikian lepas dari kemungkinan purbasangka sementara orang. Ketiga, dinyatakan oleh seorang tokoh atau pemimpin Islam sehingga tidak dapat dikategorikan adanya kepentingan golongan minoritas belaka. Karena dinyatakan seorang tokoh kampus yang berwibawa secara intelektual, mudah-mudahan pandangan Azyumardi Azra bergema di kampus-kampus lain di Indonesia, read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Orang sering bicara tentang perlunya pemeliharaan dan penguatan jati diri atau identitas bangsa Indonesia. Biasanya yang dimaksudkan dengan jati diri bangsa adalah sifat-sifat bangsa yang menonjol dan membedakannya dari bangsa lain. Atas dasar itu yang dianggap jati diri bangsa Indonesia adalah sifat menjunjung tinggi kebersamaan dan kekeluargaan, penuh toleransi dan empati atau tepo seliro, bersikap sopan santun dan berperikemanusiaan. Atau segala sifat yang bersangkutan dengan nilai-nilai Pancasila yang oleh Bung Karno digali dari kebudayaan asli Indonesia. Akan tetapi kalau kita melihat kondisi bangsa kita sejak lebih dari dua puluh tahun yang lalu, sifat-sifat itu amat sukar ditemukan dalam kehidupan bangsa. Yang kita lihat adalah satu bangsa yang sukar bersatu, jauh dari toleran dan tidak ada empati, cenderung bersikap mau menang sendiri dan sukar mengikuti peraturan serta perjanjian, bahkan kejam dan kurang peduli kepada perikemanusiaan. Karena itu sekumpulan tokoh bangsa menyerukan agar bangsa read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo, Jakarta Public opinion in Indonesia supports a radical improvement in general education, which covers scholastic education, education at home and social education. This article focuses on scholastic education. It is becoming increasingly clear that scholastic education in Indonesia lags far behind its Southeast Asian neighbors. While Malaysia had once recruited high school and university teachers from Indonesia during the 1950s to the 1960s, today it is Indonesia that should learn from Malaysia how to develop quality education. However, improving education is not only a matter of quality. Quality education should also be available to the nation’s citizenry as a whole, and not only benefit the wealthy segment of society. For a nation of more than 200 million people, this is certainly no easy task; the more so because the majority of the people are poor. To improve scholastic education, at least the first nine years of compulsory education — spanning elementary to middle school — should be read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo, Mantan Gubernur Lemhannas Masyarakat masih ramai memperdebatkan apakah mantan perwira militer dapat bersikap demokratis dan memimpin negara dengan sistem demokrasi. Perdebatan itu muncul dengan ditetapkannya Jenderal (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (disingkat SBY) oleh Partai Demokrat dicalonkan untuk menjadi Presiden RI. Menjadi lebih hangat lagi ketika Konvensi Nasional Golkar memilih Jenderal (Purn) Wiranto (disingkat Wiranto) sebagai calon Presiden Partai Golkar. Dan ditambah lagi dengan dicalonkannya Jenderal (Purn) Agum Gumelar menjadi Wapres, berpasangan dengan Hamzah Haz. Ketika itu langsung segolongan orang yang umumnya terpelajar hasil pendidikan tinggi luar negeri dan berumur muda, melancarkan perdebatan bahwa mantan Jenderal tidak mungkin dapat meninggalkan sikap militernya sekalipun sudah pensiun. Karena itu tidak mungkin bersikap demokratis, apalagi memimpin negara dengan sistem demokrasi. Maka kalau dalam pemilihan Presiden nanti, SBY atau Wiranto terpilih menjadi Presiden RI periode read more .....
By Sayidiman Suryohadiprojo JAKARTA – The presidential election to be held on July 5 will decide the future leadership of Indonesia. Some people, mostly intellectuals, do not expect much and say that the next leadership will not bring many changes and the objectives of reform will remain far away. They also say that the legislative elections held on April 5 did not portend any significant change for the future. These pessimistic views fail to assess the reality well. The legislative elections did show changes which could influence Indonesia’s future. There was, for instance, the unexpected rise of two small and new parties, the Democratic Party and the Prosperous Justice Party, which were able to gain the fifth and seventh rank among the political parties, bypassing older and better known parties like the Crescent Star Party and the National Mandate Party. The rise of these two parties will change the situation in the national and regional parliaments, and could influence future developments at the central and regional read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo, Let.Jen. Purn. PENGERTIAN UMUM Yang dimaksudkan dengan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain ikutserta mencapai satu tujuan tertentu atau menjalankan kegiatan tertentu. Kesediaan orang lain untuk ikutserta itu disebabkan oleh kepercayaan dan respek mereka kepada yang mengajak, sehingga mereka berpikir bahwa akan terwujud sesuatu yang lebih baik atau bermanfaat bagi mereka kalau mereka ikutserta. Kemampuan mengajak itu, juga terwujud karena kecakapan mem-persuasi pihak yang mengajak. Makin kuat kepercayaan dan respek serta kemampuan persuasi pihak pengajak , makin kuat pula motivasi yang timbul pada pihak yang diajak. Dan makin besar pula kesediaan untuk melibatkan dirinya dalam usaha yang akan ditempuh. Bahkan tidak mustahil bahwa ada yang sampai bersedia mengorbankan jiwanya untuk pencapaian tujuan itu. Pengertian kepemimpinan tersebut juga berlaku untuk lingkungan aparatur Negara. Namun karena aparatur Negara merupakan organisasi yang anggotanya mempunyai read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo AMAT kuat rasa ketidakpuasan banyak pihak atas keadaan pendidikan di Indonesia. Semua orang menginginkan agar pendidikan diperbaiki. Ada yang melihat perbaikan pendidikan dari sudut perbaikan mutu guru yang memerlukan perbaikan pendidikan guru, pembinaan karier, dan penghasilan guru. Ada pula yang melihatnya dari manajemen sekolah dan manajemen pendidikan umumnya. Bahkan, ada pakar pendidikan mengemukakan bahwa tidak mungkin ada perbaikan dalam kepemimpinan bangsa kalau mayoritas sekolah dasar dan sekolah menengah belum mencapai mutu sekurang-kurangnya sama dengan HIS (Hollandsch inlandsche school) dan ELS (Europeesche lagere school) untuk sekolah dasar serta MULO (meer uitgebreid lager onderwijs), AMS (algemeene middelbare school), dan HBS (hoogere burger school) untuk sekolah menengah pada masa penjajahan Belanda. Tanpa menyanggah validitas berbagai pendapat tersebut, perlu dikemukakan bahwa yang mungkin lebih mendasar adalah kondisi masyarakat. Di satu pihak pendidikan bertujuan untuk menciptakan read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Mantan Gubernur Lemhannas SAAT pemilihan umum (pemilu) makin dekat dan orang banyak bicara dan menulis tentang kemungkinan terjadinya money politics, yaitu penggunaan uang dengan cara dan tujuan yang tidak patut, seperti untuk mempengaruhi pemilih agar memberikan suaranya kepada pihak yang memberinya uang atau benda berharga. Konotasi uang dalam hubungannya dengan politik menjadi amat negatif. Padahal dalam kenyataan kehidupan politik masa kini tidak dapat lepas dari uang. Demokrasi yang menyatakan diri sebagai sistem politik yang membela kepentingan rakyat, pun terbelenggu oleh uang. Sudah lama kaum idealis menginginkan agar politik dapat dibebaskan sejauh mungkin dari pengaruh uang. Dengan demikian, semua orang dapat berpartisipasi dalam politik dan kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dengan sungguh-sungguh. Dapat dipilih wakil-wakil rakyat yang tepat dan membela kepentingan rakyat tanpa ditentukan oleh kekuatan uang. Hingga kini masih ada orang dengan idealisme murni itu. Akan tetapi sayang sekali read more .....
The Jakarta Post , Jakarta | Tue, 02/17/2004 5:02 PM Sayidiman Suryohadiprojo, Former Governor, National Resilience Institute, (Lemhannas), Jakarta After the Cold War ended, one could sense a tendency among the American people to create a unipolar world. Francis Fukuyama’s book The End of History was a demonstration of the strong feeling of American supremacy in values, culture and economic and political systems. So much so, that every nation had no choice but to follow America in virtually all ways of life. That the U.S., with it military, and economic superiority, would rule the world, was considered inevitable. U.S. actions and behavior in the pursuit of its mission, namely the implementation of democracy, free trade and human rights all over the world, were widely accepted. Some certainly criticized the U.S.’s policies, but as former secretary of state Madeleine Albright said ""The U.S. is doing all that because it is the U.S."" This unilateral attitude is strong among those who occupy important read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo SEMOGA kita semua sadar dan yakin akan perlunya disiplin bagi kemajuan bangsa. Namun, kesadaran dan keyakinan saja masih jauh dari kenyataan adanya disiplin. Sebab itu, disiplin harus ditegakkan. Penegakan disiplin dipengaruhi sifat bangsa dan manusianya. Masyarakat Jepang-yang amat dipengaruhi rasa malu dan solidaritas kelompok-jauh lebih mudah menegakkan disiplin daripada masyarakat yang sifatnya individualis. Sebenarnya masyarakat Indonesia dilandasi sifat gotong royong, tetapi sifat itu sudah terkikis oleh persentuhan dengan bangsa lain yang sifatnya individualis, terutama bangsa Barat. Dalam kenyataannya kini bangsa Indonesia sudah amat individualis, khususnya masyarakat di perkotaan. Sebab itu, penegakan disiplin amat dipengaruhi peran kepemimpinan di semua tingkat dan bidang masyarakat, terutama kepemimpinan nasional paling atas. Penegakan disiplin amat bergantung pada komitmen kepemimpinan. Penyebab utama Gerakan Disiplin Nasional (GDN) tahun 1990-an tidak berhasil adalah kurangnya komitmen read more .....