Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 26 Desember 2008 Kesejahteraan Rakyat adalah Tujuan Kemerdekaan Bangsa Kita sudah lebih dari 63 tahun merdeka, tetapi tujuan Perjuangan Nasional kita masih banyak yang belum terwujud. Memang tujuan menjadi negara dan bangsa merdeka dan berdaulat di dunia ini sudah tercapai. Akan tetapi ada tujuan lain yang amat penting dan menjadi dorongan dan motivasi banyak orang untuk turut menjalankan Perjuangan Nasional 63 tahun yang lalu, yaitu terwujudnya Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia. Tujuan ini masih jauh dari kenyataan hidup kita. Meskipun ada polemik antara pihak Pemerintah Pusat dan beberapa orang pengamat ekonomi tentang angka kemiskinan di Indonesia, namun terlepas dari angka mana yang benar saya kira tidak ada yang menolak bahwa kemiskinan masih merupakan gambaran nyata masyarakat Indonesia dewasa ini. Apalagi pada tahun 2008 ini diperkirakan kemiskinan meningkat setelah ada Krisis Global tahun 2008 . Menurut perkiraan Tim Pusat Penelitian LIPI kenaikan harga BBM menaikkan Garis read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 10 Desember 2008 Buat para penggemar olahraga, khususnya sepakbola, adalah menyedihkan ketika melihat atau mendengar Indonesia kalah lagi pertandingannya melawan Singapore dengan 2-0 pada tanggal 9 Desember lalu. Terutama buat mereka yang umurnya di atas 70 tahun dan mengalami tahun-tahun 1960-an hal ini amat memukul. Sampai sekitar tahun 1970 team nasional Indonesia termasuk yang terkuat di Asia Tenggara. Paling-paling pesaingnya yang serieus adalah Thailand. Malahan ketika team Indonesia terdiri atas Van der Vin atau Maulwi Saelan sebagai keeper, pemain-pemain belakang yang terdiri atas Sidi sebagai stopperspil, Him Tjiang sebagai back bersama-sama Tan Liong Houw, Sidik dan Saderan di garis tengah, dan di depan Ramang sebagai centre-forward yang produktif dibantu Jamiat, Ing Hien, Jusuf Siregar, Sugiono, Witarsa, Tan San Liong dan Siang Liong, team Indonesia tidak ada saingannya di Asia Timur. Ketika itu Jepang belum serieus bermain sepakbola (baru mulai serieus setelah tahun 1980an) dan read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 24 November 2008 Selalu menjadi ingatan saya ketika almarhum Letjen Djatikoesoemo pada tahun 1948 sebagai Gubernur Akademi Militer Yogya (waktu itu pangkat beliau Kolonel Inf) menyampaikan pikiran beliau kepada saya. Waktu itu adalah hari-hari terakhir saya menjadi Taruna Akademi Militer dan telah menyelesaikan semua ujian akhir, tinggal menunggu pengumuman hasil ujian dan pelantikan sebagai Perwira TNI oleh Presiden RI, Soekarno. Ketika itu Pasukan Taruna AM baru pulang dari operasi menghadapi Pemberontakan PKI Madiun bergabung pada Divisi Siliwangi. Pada satu hari Pak Djatikoesoemo menghampiri saya dan mengatakan ke dalam bahasa Inggeris: Watch the Aftermath of the Revolution ! Saya mengerti ucapan beliau secara harfiah, yaitu : Perhatikan Keadaan Setelah Revolusi ! Akan tetapi saya tidak menangkap makna sebenarnya dari ucapan beliau. Sebelum saya dapat menanyakan apa yang beliau maksudkan, Pak Djati sudah pergi, meninggalkan saya dengan pikiran yang penuh pertanyaan. Setelah peristiwa itu read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, November 20, 2008 Pancasila as the Basis of Democracy in Indonesia Basically Democracy is not something strange for the people of Indonesia. Although the Dutch colonial regime did not establish a democratic system in the country, they did not prohibit the implementation of a certain kind of democracy in the villages. The people in the villages elected their village heads in all parts of the country. But Democracy became a part of national life when Indonesia achieved its independence. It became one of the Five Basic Principles of Life or Pancasila as the basic foundation or the Weltanschauung of the independent Republic of Indonesia.[1] At the session of the Council to Study Endevours for the Preparation of Independence (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, BPUPKI) on June 1,1945 Ir Soekarno or Bung Karno , the eminent leader of the national struggle for independence, proposed that an independent Indonesia should have a Weltanschauung, a Philosophy of Life. He then explained read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 10 November 2008 Adalah menggembirakan bahwa makin banyak orang di Indonesia sadar tentang perlunya transportasi massal yang mempunyai dampak luas dan mendalam pada perkembangan bangsa. Di antara berbagai modus transportasi massal perkeretaapian memegang peran penting. Tulisan ini bermaksud membicarakan berbagai aspek perkeretaapian di Indonesia. Tidak dapat dikatakan bahwa kereta api (KA) sudah berperan luas di Indonesia. Kalau kita perhatikan bahwa salah satu tujuan utama NKRI adalah mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat banyak, maka kita melihat bahwa sejak bangsa Indonesia merdeka hingga sekarang belum pernah ada perluasan jaringan KA yang nampak. Padahal peran KA dalam penciptaan kesejahteraan rakyat banyak amat menonjol. Dapat dilihat bahwa umumnya negara-negara yang melakukan pembangunan bangsa membentuk jaringan KA yang luas agar sebanyak mungkin bagian wilayah nasionalnya dapat dijangkau dengan KA. Itu dilakukan RRChina sejak 1949 dan hingga kini masih terus berjalan dan itu read more .....
Jakarta 28 Oktober 2008 Oleh Sardjono Sigit, Widyaiswara Utama (Purn) – Pusdiklat Pegawai DEPDIKNAS 1. Pendahuluan Sejarah perjalanan nasionalisme Indonesia dalam kurun waktu 10 tahunan terakhir ini sedang menghadapi ujian. Sesudah ulang tahun kemerdekaan ke 63 serta Sumpah Pemuda ke 80 tahun 2008 ini, ternyata jiwa dan semangat kebangsaan Indonesia, belum menyentuh seluruh anak bangsa. Sebagai Negara yang lahir dari konsep politik, le desire d’etre ensemble (Ernest Renan) dan aus Schicksalgemeinschaft erwachsene Charactergemeinschaft (Otto Bauer) yang dikumandangkan Bung Karno tahun 1945, Indonesia adalah bekas jajahan Belanda yang dahulu bernama Nederlandsch Indië dan bukan dari konsep budaya; maka nasionalisme Indonesia benar-benar masih menghadapi cobaan. Semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai konsep pemersatu kultural dan Wawasan Nusantara sebagai konsep pemersatu geopolitis, masih harus diuji kembali. Pancasila sebagai falsafah bangsa ternyata lebih dikenal pada kulitnya ketimbang essensinya sebagai read more .....
oleh : Sardjono Sigit Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa Indonesia yang lahir pada 1 Juni 1945 mengalami pasang surut yang luar biasa dalam sistem kurikulum kita. Semenjak kita memasuki Orde Baru pasca 1965, urgensi penyebutan Pancasila secara explisit dalam sistem kurikulum menjadi sangat mutlak. Hal ini terjadi karena sebelum peristiwa G-30-S/PKI tahun 1965 itu, sebagai titik balik perjalanan sejarah bangsa ini, Pancasila menempati ruang yang penuh dengan wacana dalam sistem politik di negeri ini. Dalam kurikulum 1964, ( istilah yang dipakai pada waktu itu bukan ”kurikulum” tetapi ”Rencana Pendidikan” ), yang kemudian ditimpali dengan Penetapan Presiden no. 19/1965, pendidikan Pancasila ini bahkan ditafsirkan menurut Manifesto Politik dan USDEK serta ditafsirkan pula menurut ciri-ciri manusia sosialis Indonesia.,yang kedua-duanya merupakan doktrin politik Orde Lama yang terkenal itu. Di bidang pendidikan, doktrin ini ditambah dengan ”Pancawardana” sebagai sub pokok bahasan. Dalam Penpres no. 19/1965 itu read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 9 Oktober 2008 Bagi yang belum mengetahui siapa Ravi Batra perlu ada penjelasan lebih dulu. Ia adalah seorang doctor dalam ilmu ekonomi AS keturunan India dan sekarang menjadi professor di Southern Methodist University di Dallas (Texas, AS). Ia menjadi terkenal karena di masa lampau secara tepat memprediksi bubarnya Uni Soviet pada tahun 1978 dalam bukunya The Downfall of Capitalism and Communism : A New Study of History. Prediksi lain yang menonjol dan terbukti benar adalah tentang jatuhnya nilai saham (the crash of Wallstreet) tahun 2000 yang ia tulis dalam bukunya The Crash of the Millenium. Juga yang menonjol adalah tumbuhnya Islam Radikal dan bahayanya bagi AS yang kemudian terbukti dengan terjadinya Serangan 11 September 2001 yang meruntuhkan menara World Trade Center di New York. Umumnya semua prediksi Ravi Batra tidak dipercaya masyarakat AS ketika ia publikasikan. Akan tetapi kemudian mereka harus mengalami bahwa prediksi itu menjadi kenyataan yang tak dapat dibantah. Sekarang Ravi Batra read more .....
Sayidiman Suryohadiprojo, Letjen TNI (Pur) Pada hari ini 5 Oktober 2008 TNI berumur 63 tahun. Setelah pada 5 Oktober 1945 Badan Keamanan Rakyat (BKR) oleh pemerintah Republik Indonesia ditetapkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), maka Negara Republik Indonesia mempunyai tentara resmi. Kemudian melalui perubahan nama, yaitu Tentara Keselamatan Rakyat dan Tentara Republik Indonesia, tentara itu bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sejak semula TNI terdiri dari unsur Darat (TNI-AD), Laut (TNI-AL) dan Udara (TNI-AU) yang semua berdiri sendiri dan seluruhnya dipimpin oleh Panglima Besar TNI (Jenderal Sudirman) dibantu oleh Markas Besar TNI (MBT) dipimpin Kepala Staf TNI Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo. Setelah Reorganisasi dan Rasionalisasi TNI (RE & RA) pada tahun 1947 MBT berubah nama menjadi Staf Angkatan Perang (SAP) dipimpin oleh Kepala Staf Angkatan Perang. Setelah Panglima Besar Sudirman wafat pada tahun 1950 jabatan Panglima Besar TNI ditiadakan, kemudian setelah 1953 juga jabatan Kepala Staf AP ditiadakan. read more .....
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo Jakarta, 23 September 2008 Tahun lalu pernah saya tulis bahwa masalah utama yang dihadapi AS dengan Iran bukan soal nuklir. Memang soal nuklir ditonjolkan AS untuk memperoleh dukungan pendapat umum di negaranya sendiri dan di dunia. Dikemukakan AS bahwa presiden Iran, Ahmadinejad, sangat agressif ketika ia mengatakan akan menghancurkan Israel. AS tidak mungkin membiarkan Israel sebagai sekutu utamanya dihancurkan oleh siapa pun juga. Kemudian ditonjolkan AS bahwa Iran mengembangkan senjata nuklir yang tentu akan digunakan untuk memperkuat ambisinya mendominasi Timur Tengah. Sebab itu Iran tidak boleh dibiarkan terus mengembangkan maksudnya, kata AS. Dan ia menghimpun kekuatan dunia untuk menghukum Iran kalau tidak menghentikan pengembangan nuklirnya. Akan tetapi itu sebenarnya bukan alasan yang utama mengapa AS begitu kuat kehendaknya menghukum Iran, kalau perlu dengan menyerangnya secara militer. Alasan utama adalah bersangkutan dengan minyak dan dollar AS (USD). Tahun lalu seorang ekonom Russia read more .....