Kesiapan Aparat, Sarana Dan Prasarana Deplu Dalam Menghadapi Era Globalisasi

Posted by Admin on Saturday, 5 October 2002 | Makalah, Opini

Bahan Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR-RI

Sayidiman Suryohadiprojo, Let.Jen.TNI (Purn)

PENDAHULUAN

Dalam evolusi umat manusia ilmu pengetahuan dan teknologi telah memperoleh tempat yang penting. Khususnya perkembangan teknologi di bidang komunikasi dan angkutan telah memberikan dampak yang besar sekali kepada kehidupan umat manusia. Dampak itu telah menjadikan dunia semakin kecil dan mendatangkan apa yang dinamakan Era Globalisasi.

Globalisasi memaksa semua bangsa di dunia untuk bekerja sama lebih banyak dan lebih erat satu sama lain. Bangsa yang mengabaikan itu harus membayar mahal untuk kecerobohannya. Akan tetapi pada saat sama globalisasi mengharuskan setiap bangsa sanggup bersaing lebih kuat terhadap bangsa lain untuk menciptakan kemitraan yang seimbang. Kalau daya saing satu bangsa kurang, maka akibatnya adalah bahwa hubungannya dengan bangsa lain menjadi kurang seimbang.

Dipengaruhi oleh kemajuan umat manusia itu, maka semua bangsa menginginkan kesejahteraan yang lebih tinggi. Karena itu semuanya mengusahakan perekonomiannya menjadi kuat. Itu mengakibatkan terjadinya persaingan ekonomi yang keras antara bangsa-bangsa. Persaingan ekonomi internasional sekarang menempati posisi utama dalam hubungan internasional dan mendesak persaingan militer dari tempatnya yang tadinya di atas. Hal itu antara lain juga disebabkan karena perkembangan teknologi militer yang makin maju menghasilkan daya tembak, daya gerak dan daya hancur yang amat besar, sehingga penggunaan kekerasan atau perang untuk penyelesaian sengketa politik internasional menjadi kurang efektif. Namun itu tidak berarti bahwa kekuatan militer menjadi kurang penting. Kekuatan militer tetap penting karena di dunia tetap masih banyak persoalan keamanan. Dalam hal itu kekuatan militer terutama menciptakan daya penangkal untuk mencegah agresi dari pihak yang terlalu ambisieus dan untuk melawan agresi yang tak dapat dicegah. Selain itu kekuatan militer menjadi pendukung penting bagi pelaksanaan diplomasi. Itu erat hubungannya dengan usaha untuk meningkatkan daya saing bangsa.

Dalam hubungan itu diplomasi menjadi lebih penting dibandingkan masa lampau. Diplomasi tidak hanya diperlukan dan dilakukan dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi, militer dan kebudayaan, kesemuanya untuk menjamin posisi bangsa dalam percaturan internasional yang penuh persaingan. Diplomasi tidak cukup dilakukan oleh kaum diplomat profesional yang berada dalam Departemen Luar Negeri, tetapi juga harus dilakukan oleh para ekonom, perwira militer, pakar ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan para pengusaha swasta. Namun kaum diplomat profesional harus menjadi inti utama dalam kegiatan diplomasi yang dilakukan negara.

Karena itu kesiapan Aparat, Sarana dan Prasarana DEPLU menjadi amat penting untuk menghadapi umat manusia yang berada dalam globalisasi, termasuk untuk menghadapi perdagangan bebas sebagai salah satu aspek globalisasi.

SUMBERDAYA MANUSIA UNTUK DIPLOMASI

Yang paling menentukan keberhasilan diplomasi adalah mutu sumberdaya manusia. Sebab itu yang perlu kita telaah lebih dulu adalah kondisi sumberdaya manusia Deplu. Untuk dapat melakukan diplomasi dengan efektif seorang diplomat harus: pertama, menguasai informasi, termasuk ilmu dan pengetahuan, yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang dihadapi. Kedua, ia harus menguasai bahasa asing, khususnya bahasa Inggeris yang sekarang dianggap sebagai bahasa internasional utama, untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Ketiga, ia harus mempunyai perilaku yang tepat untuk memperoleh hasil maksimal dalam usahanya.

Di pihak lain, kondisi sumberdaya manusia Deplu tidak dapat dilihat terisolasi dari kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada umumnya. Setiap kekurangan atau kelemahan yang ada pada sumberdaya manusia Indonesia juga akan menjadi kekurangan dan kelemahan sumberdaya manusia Deplu. Sebaliknya juga kekuatan dan keunggulan manusia Indonesia pada umumnya akan berpengaruh positif pada sumberdaya manusia Deplu.

Sudah menjadi pengetahuan kita semua bahwa pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia setelah tahun 1950 mencapai kuantitas yang jauh melebihi pendidikan sebelumnya. Akan tetapi sebaliknya mutu pendidikan setelah tahun 1950 tidak dapat menyamai mutu yang dicapai sebelum itu, khususnya dalam aspek intelektualnya. Makin jauh kita melangkah ke masa kini, mutu itu makin diragukan, sekalipun tercapai kuantitas yang makin besar, terutama pada hasil pendidikan tinggi.

Oleh sebab itu adalah lumrah kalau hasil rekrutmen Deplu pada masa kini tidak dapat menyamai rekrutmen sebelum tahun 1965, yaitu ketika orang yang diterima Deplu masih pernah mengalami pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang relatif lebih baik. Apalagi ketika dalam masa Orde Baru pernah ada desakan agar rekrutmen Deplu tidak menimbulkan elitisme. Karena desakan itu selama kurang lebih lima tahun Deplu membuka pintunya untuk segala macam rekrut. Akibatnya adalah bahwa mutu personil turun, terutama dilihat dari sudut penguasaan bahasa asing dan perilaku. Setelah itu disadari kesalahan yang telah diperbuat dan rekrutmen menjadi lebih selektif kembali hingga kini. Hasilnya adalah bahwa dapat lebih ditingkatkan syarat-syarat diplomat yang sudah disebutkan.

Bagaimana pun baiknya hasil rekrutmen, namun seorang diplomat harus memperoleh pendidikan lebih lanjut yang diselenggarakan Deplu, baik di lingkungannya sendiri atau diberikan tugas belajar termasuk di luar negeri. Hal ini sudah dilakukan sejak tahun 1980-an, tetapi masih sangat perlu ditingkatkan dan diperluas. Baik perluasan ilmu penegtahuan, peningkatan penguasaan bahasa asing maupun perilaku, khususnya kebiasaan bergaul dengan orang asing, masih amat perlu ditingkatkan. Sebagai perbandingan di sini dikemukakan bagaimana kementerian luar negeri Jepang (Gaimusho) membentuk kader diplomatnya . Setiap tahun diterima 25 sampai 30 orang sarjana lulusan pendidikan tinggi sebagai anggota baru. Di masa lampau hanya lulusan UniversitasTokyo (Tokyo Daigaku) yang masuk hitungan, tetapi sekarang sudah lebih dibuka pintu untuk universitas lainnya. Ini merupakan seleksi yang amat ketat, meliputi kepribadian, penguasaan ilmu pengetahuan, dan bahasa, khususnya bahasa Inggeris. Setelah diterima sebagai calon diplomat, orang-orang itu mendapat pendidikan pendahuluan selama 1-2 bulan. Kemudian mereka mendapat penetapan harus menjadi spesialis dalam salah satu dari enam bahasa dunia dan dikirimkan ke luar negeri untuk mendalami bahasa itu. Yang ditetapkan sebagai spesialis bahasa Inggeris dikirimkan ke Universitas Oxford Inggeris untuk selama 2 tahun, bahasa Perancis ke Universitas Sorbonne di Paris untuk waktu sama, bahasa Spanyol ke Universitas Madrid juga 2 tahun, bahasa Russia dulu 2 tahun di satu pendidikan di Universitas Harvard AS ditambah satu tahun lagi magang di kedutaan besar Jepang di Moskow, bahasa Arab ke Universitas Cairo selama 3 tahun, bahasa Cina ke Universitas Beijing selama 3 tahun. Selain mempelajari bahasa yang ditetapkan juga harus mendalami hubungan internasional. Sekembali dari tugas belajar di luar negeri, mereka masih mengikuti pendidikan di Tokyo selama sekitar 6 bulan sebelum mendapat penempatan pertama sebagai diplomat. Diplomat yang disebut di atas adalah kader inti Gaimusho. Meskipun mereka terutama diarahkan untuk perwakilan di negara yang bahasanya mereka kuasai, tetapi sebagai kader inti mereka juga dapat ditempatkan di mana saja di dunia.

Selain itu juga diterima sekitar 25 orang lainnya untuk menjadi spesialis bahasa bukan bahasa dunia, termasuk bahasa Indonesia. Yang terakhir ini bukan kader inti sekalipun nanti dapat tetap membuat karier yang baik apabila prestasinya memuaskan. Akan tetapi mereka hanya diarahkan ke negara spesialisasinya dan untuk karier puncak tidak mendapat perhatian yang sama dibandingkan kader inti.

Dengan cara demikian Jepang dapat membentuk korps diplomat yang cukup bermutu dan berfungsi sebagai inti diplomasi Jepang di luar negeri.

Jadi kalau kita hendak meningkatkan mutu diplomat kita perlu sekali disusun dan dilakukan konsep pendidikan yang cukup luas. Di samping itu pemberian pengalaman berupa penempatan di luar negeri yang cukup frekuensinya. Itu harus didahului dengan penyelenggaraan rekrutmen calon diplomat dengan mengutamakan mutu calon, baik dalam kepribadiannya, penguasaan ilmu pengetahuan dan bahasa maupun perilakunya. Bahwa dalam hal demikian sering nampak bahwa yang diterima sebagai anggota Deplu adalah anggota keluarga diplomat, terutama disebabkan karena mereka biasanya lebih menguasai bahasa asing sebagai hasil sekolah di luar negeri dan biasa bergaul dengan orang asing karena mengikuti orang tua bertugas di luar negeri. Akan tetapi tidak berarti bahwa penerimaan anggota baru mementingkan anggota keluarga diplomat Deplu, sebab yang diutamakan adalah mutu.

Perlu kita ketahui bahwa sekarang Deplu pada dasarnya menyelenggarakan 3 tingkat pendidikan. Pertama adalah Sekdilu yang diadakan bagi mereka yang baru masuk sebagai anggota Deplu baru. Kemudian ada Sesdilu yang tertuju bagi para diplomat yang mencapai pangkat Sekretaris. Dan yang tertinggi adalah Sesparlu untuk para diplomat dengan pangkat Minister Counselor ke atas. Tiga tingkat pendidikan itu bermaksud untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan para diplomat, termasuk kecakapan bahasa asing.

Namun hanya satu-dua orang saja dalam lingkungan Deplu yang dapat berbahasa Jepang dan Cina dengan baik, padahal dua bahasa itu amat penting di Asia Timur. Dan Asia Timur menjadi pusat ekonomi dunia yang amat penting. Lebih banyak diplomat Cina dan Jepang yang menguasai bahasa Indonesia ketimbang sebaliknya. Demikian pula penguasaan bahasa Jerman, Perancis dan Spanyol, Arab dan Russia, sangat terbatas di lingkungan Deplu dan Indonesia pada umumnya. Bahkan penguasaan bahasa Inggeris masih sangat perlu ditingkatkan mutunya. Untuk hubungan kita di Asia Tenggara perlu ada orang-orang Deplu yang cukup menguasai bahasa Thai, Myanmar, Kambodia, Laos, Vietnam dan Tagalog. Peningkatan penguasaan bahasa asing dapat dilakukan kalau ada usaha yang sungguh-sungguh, sebagaimana dibuktikan oleh Jepang dan Russia yang mempunyai cukup banyak pakar dalam berbagai bahasa di dunia. Penguasaan bahasa amat penting dalam diplomasi dan dapat disamakan dengan senjata bagi seorang prajurit. Tanpa penguasaan bahasa yang baik sukar untuk berkomunikasi maupun untuk meraih informasi. Juga perilaku menjadi lebih baik apabila orang itu menguasai bahasa pihak yang diajak bicara.

DUKUNGAN TERHADAP DIPLOMASI

Perbaikan mutu diplomasi tidak dapat dibebankan kepada Deplu sendiri. Banyak hal harus dilakukan oleh masyarakat agar menghasilkan diplomasi yang unggul.

Pertama, harus ada perbaikan dalam penyelenggaraan seluruh pendidikan nasional kita untuk menghasilkan manusia Indonesia yang lebih bermutu ketimbang sekarang. Kita harus sadar bahwa investasi terbaik yang dapat dilakukan satu bangsa adalah investasi dalam peningkatan mutu manusia. Sekarang mungkin banyak orang yang bicara demikian, tetapi tidak diimbangi dengan perbuatan, sehingga kenyataannya lain sekali. Itu dapat dilihat dalam anggaran pendidikan dibandingkan dengan APBN yang untuk Indonesia tidak lebih dari 8 persen (anggaran pembangunan plus anggaran rutin). Sedangkan di negara tetangga kita di ASEAN angka itu bervariasi antara 15 hingga 21 persen. Kalau hasil pendidikan nasional baik, maka rekrutmen Deplu dapat melakukan seleksi dari jauh lebih banyak orang yang cukup tinggi mutunya.

Kedua, Deplu harus diberi sarana yang memadai untuk menyelenggarakan pendidikan di dalam maupun luar negeri, sehingga hasil rekrutmen yang sudah lebih baik menjadi lebih bermutu lagi. Ini terutama menyangkut pendidikan profesionnal yang bersangkutan dengan perluasan pengetahuan dan informasi serta penguasaan bahasa asing, baik bahasa Inggeris maupun bahasa asing lainnya seperti bahasa Cina, Jepang, Arab dan bahasa bangsa ASEAN. Itu memerlukan fasilitas yang memadai, seperti laboratorium bahasa yang baik. Untuk dapat menyelenggarakan itu diperlukan anggaran yang sesuai.

Ketiga, harus ada penyediaan informasi yang sebaik mungkin agar dapat digunakan secara tepat oleh diplomasi. Itu berarti bahwa badan-badan intelijen kita harus lebih efektif. Demikian pula Badan Litbang Deplu harus berfungsi lebih baik untuk dapat mendukung diplomasi. Perlu kita ketahui bahwa sekarang bekas KGB (yang masih tetap dipakai oleh pemerintah Russia) menitikberatkan kegiatannya pada intelijen ekonomi. Hal itu telah ditiru oleh CIA dan mungkin juga oleh badan intelijen lainnya. Perlu kita sadari bahwa barang siapa menguasai informasi mempunyai peluang lebih besar untuk memenangkan diplomasi. Perbaikan informasi ini selain dipengaruhi oleh mutu personil yang berfungsi di dalamnya, juga sangat dipengaruhi oleh peralatan yang sekarang makin canggih berupa berbagai teknologi informasi.

Keempat, di Indonesia jangan ada sikap yang meniru dunia Barat, khususnya AS, yang cenderung mempertentangkan Pemerintah dengan Pengusaha. Di AS, sebagai akibat dari liberalisme, ada pendapat bahwa Pemerintah yang dekat dengan dunia Pengusaha adalah korup. Akibatnya adalah bahwa tidak pernah ada gerak terkoordinasi antara Pemerintah dan dunia usaha. Tidak mengherankan kalau kondisi demikian sukar bersaing dengan kondisi Jepang yang menunjukkan kerjasama yang erat antara Keidanren (sebagai badang dunia usaha) dengan MITI dan kementerian lainnya. Bahkan setiap perusahaan Jepang yang bergerak dalam dunia internasional senantiasa menjadi sumber informasi untuk Gaimusho dan MITI. Sebaliknya Pemerintah juga selalu memberikan berbagai informasi dan gyoosei shidoo atau petunjuk administrasi (administrative guidance) kepada dunia usaha. Terbentuk apa yang sering dinamakan Japan Incorporated. Korup tidaknya satu masyarakat bukan ditentukan oleh hubungan baik antara Pemerintah dengan Swasta. Kalau setiap pejabat Pemerintah dan pengusaha memegang etika dan moral kehidupan tidak akan ada korupsi. Kalau toh ada, maka kewajiban DPR dan kekuasaan hukum untuk menghabiskannya.

Kelima, kalau kita bicara tentang daya saing, maka kita cenderung untuk hanya mengarahkan pembicaraan itu terhadap pengusaha. Daya saing nasional baru akan terwujud kalau semua pihak, termasuk birokrasi Pemerintah, juga menunjukkan daya saing dalam pekerjaannya. Tidak mungkin diplomat di luar negeri merebut kepercayaan calon investor asing kalau di dalam negeri kaum birokrat membuat peraturan yang sebentar-sebentar berubah secara radikal dan menjalankan pekerjaan yang tidak menunjang daya saing.

Keenam, harus ada kepercayaan lebih besar dari Pemerintah dan masyarakat terhadap kemampuan perwakilan kita di luar negeri. Sekarang tidak jarang seorang menteri lebih suka berhubungan langsung dengan duta besar negara asing yang ada di Jakarta ketimbang menghubungi duta besar RI yang ada di negara asing itu. Ini tentu merugikan daya saing nasional, karena perjuangan ekonomi pun memerlukan kerahasiaan.

Ketujuh, tetapi juga di lingkungan Deplu harus ada kemampuan untuk mengkontrol pekerjaan kantor perwakilan di luar negeri agar semua berfungsi lebih efektif dan efisien. Penyakit yang ada dalam masyarakat kita yang cenderung segan menegor kalau ada kesalahan, juga terdapat dalam Deplu. Sebaliknya juga seperti di masyarakat Indonesia pada umumnya terjadi pelaksanaan kepemimpinan yang kurang menimbulkan partisipasi dari para anggota. Ini harus diperbaiki dalam manajemen Deplu tanpa menunggu ada perbaikan hal yang sama dalam masyarakat Indonesia. Sebab dengan personil yang sudah lebih bermutu serta mendapat imbalan yang juga sesuai seharusnya Deplu menghasilkan kepemimpinan yang lebih tinggi ketimbang rata-rata kepemimpinan dalam masyarakat Indonesia pada umumnya.

PENUTUP

Demikianlah satu uraian singkat tentang kesiapan Aparat. Sarana dan Prasarana Deplu dalam menghadapi Era Globalisasi. Memang masih banyak perbaikan yang perlu dilakukan terhadap ketiga hal itu untuk membuat diplomasi Indonesia lebih efektif dan menjamin keberhasilan terwujudnya daya saing internasional yang memadai.

Apabila kita cukup sungguh-sungguh dalam membuat konsep perbaikan, tetapi juga dalam implementasi konsep itu, pasti dapat diadakan perbaikan sebagaimana kita kehendaki.

RSS feed | Trackback URI

Comments »

No comments yet.

Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post