SISTEM PERTAHANAN RAKYAT SEMESTA

Posted by Admin on Monday, 4 November 2013 | Makalah

Uraian Singkat

Sayidiman Suryohadiprojo

Letjen TNI (Purn)

 

HAKIKAT SISTEM PERTAHANAN RAKYAT SEMESTA

Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata) adalah konsep yang ditetapkan bangsa Indonesia sebagai cara menghadapi dan mengatasi serangan dan gangguan yang dilakukan negara bangsa lain terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Adalah kenyataan yang terbukti dalam sejarah bahwa bagian bumi yang kita namakan Indonesia mempunyai daya tarik kuat pada bangsa lain untuk menguasainya, ditimbulkan oleh kekayaan potensi sumberdaya alam dalam berbagai variasi, penduduk yang besar jumlahnya dan tinggi potensinya, serta kondisi geografinya sebagai posisi silang antara dua benua dan dua samudera.

Untuk menghadapi dan mengatasi berbagai kemungkinan macam serangan dan gangguan yang dilakukan negara bangsa lain terhadap NKRI dikembangkan satu konsep pertahanan yang bersifat semesta serta menyangkut seluruh rakyat Indonesia. Konsep pertahanan itu kita namakan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta atau SISHANRATA.

Sejak permulaan Abad ke 20 umat manusia menghadapi kenyataan bahwa setiap perang bersifat semesta. Artinya, satu konflik bersenjata antara dua negara bangsa bukan hanya terjadi di bidang militer dan politik saja, melainkan juga menyangkut setiap aspek kehidupan seperti bidang ekonomi, bidang sosial dan lainnya. Perkembangan yang terutama didorong penemuan dan berbagai persenjataan baru yang dimungkinkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, meniadakan pemisahan antara medan perang dan daerah aman. Yang terjadi adalah bahwa medan perang ada di mana-mana (the front is every where) dan menyangkut seluruh kehidupan bangsa yang ada dalam konflik bersenjata itu. Hal ini menjadikan seluruh bangsa obyek perang, tidak terbatas pada kekuatan militer tetapi juga Rakyat yang tidak memegang senjata. Hal demikian tidak dapat diterima oleh Rakyat yang tidak mau ditundukkan oleh musuh. Rakyat sadar dan tergerak bahwa ia pun harus menjadi pelaku atau subyek, subyek dalam konflik, tidak hanya sebagai obyek. Peran Rakyat sebagai subyek makin kuat kalau militansi Rakyat kuat dan tidak mau ditundukkan untuk mengikuti kehendak bangsa penyerang.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pertahanan telah menghasilkan sistem senjata yang makin besar daya penghancurnya, yang dikumpulkan sebagai Senjata Pemusnah Massal (Weapons of Mass Destruction WMD), meliputi sistem senjata nuklir, biologi dan kimia. Dengan memiliki sistem senjata itu satu negara bangsa makin yakin akan kemampuannya untuk mencapai kepentingan nasionalnya dengan didukung kekuatan militernya. Di samping itu juga senjata konvensional makin berkembang kemampuannya, bahkan senjata yang dipegang perorangan dapat menimbulkan kehancuran besar. Ini dipertinggi dampaknya dengan makin berkembangnya teknologi komunikasi dan komputer.

Akan tetapi terjadi satu paradox bahwa justru kehadiran sistem senjata WMD itu serta makin hebatnya dampak senjata konvensional, timbul peringatan untuk tidak gegabah memulai satu konflik bersenjata. Sebab belum tentu hanya pihak yang menyerang mempunyai kemampuan persenjataan yang hebat dan dengan kemampuan itu dapat mengalahkan bangsa sasarannya dengan cepat. Ternyata juga pihak yang diserang dapat mengembangkan persenjataannya dan perlawanannya, dan tidak dapat ditundukkan dengan mudah. Di antara negara bangsa yang memiliki persenjataan nuklir berkembang kondisi Mutual Assured Destruction (MAD) atau Kepastian Saling Menghancurkan. Kemudian tidak hanya terjadi karena dampak senjata nuklir atau WMD, tetapi juga bangsa yang hanya mempunyai persenjataan konvesional menimbulkan dampak itu. Hal itu kemudian terbukti ketika ada negara yang terlalu yakin akan kekuatannya, menyerang bangsa lain karena mengira keunggulan teknologinya dapat menundukkan bangsa obyeknya secara cepat dan tuntas. Terbukti bangsa dengan keunggulan senjata menghadapi lawan yang mampu menetralisasi keunggulan teknologi itu dan malahan menimbulkan kerugian tidak sedikit pada penyerang.

Unsur yang memungkinkan netralisasi keunggulan teknologi, khususnya senjata, ternyata adalah peran Rakyat yang bersama kekuatan militer melakukan berbagai usaha untuk membuat bangsa penyerang terpukul dan menghindari atau mengatasi dampak dari keunggulan teknologi penyerang.

Namun kemudian kemajuan cara berpikir memberikan jalan dan cara lain bagi bangsa yang agressif untuk menyerang bangsa yang hendak ditundukkannya. Karena ia sadar tidak dapat menundukkan bangsa sasarannya dengan kekuatan senjata ia kembangkan cara-cara lain. Ia antara lain menimbulkan pada bangsa sasarannya problema di dalam negeri seperti pemberontakan bersenjata dan persoalan lain yang akhirnya meruntuhkan pemerinntah bangsa itu untuk digantikan dengan orang-orang yang menguntungkan penyerang. Malahan kemampuan manusia kemudian mengembangkan cara menyerang tanpa kekerasan yang dapat menciptakan keadaan dalam mana pimpinan negara yang diserang serta pemerintahnya tunduk pada kehendak penyerang.

Perkembangan umat manusia telah mengakhiri kebenaran mutlak Definisi Perang yang dihasilkan oleh Jenderal Von Clausewitz pada tahun 1810-an dan diikuti oleh hampir setiap bangsa di dunia. Von Clausewitz mengatakan : Perang adalah Tindakan Kekerasan untuk memaksa musuh tunduk pada kehendak kita (Der Krieg ist ein Akt der Gewalt um den Gegner zur Erfuellung unsres Willens zu zwingen). Ternyata sekarang Pemaksaan Kehendak dapat dilakukan tanpa penggunaan kekerasan senjata. Meskipun demikian masih ada bangsa yang amat yakin kepada keunggulannya dalam teknologi dan senjata dan memilih melakukan serangan dengan penggunaan anneka ragam senjatanya. Akan tetapi sering ia harus mengalami hukuman ketika justru terpukul oleh bangsa yang diserang.

Sesuai Pancasila Dasar Negara dan UUD 1945 bangsa Indonesia tidak akan menjadi bangsa Agressor. Akan tetapi dalam kenyataan yang berkembang, bangsa Indonesia harus selalu siap menghadapi usaha bangsa lain yang mau menguasainya. Maka untuk menjamin dan memelihara kemerdekaan dan kedaulatan NKRI bangsa Indonesia menetapkan konsep Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata). Dengan konsep itu dikembangkan kemampuan bangsa yang maksimal untuk melindungi dirinya.

SEJARAH TERWUJUDNYA SISHANRATA

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 jatuh dalam masa berakhirnya Perang Dunia 2. Maka Belanda yang sebenarnya pada bulan Maret 1942 telah berakhir kekuasaannya di Indonesia ketika ia menyerahkan kekuasaan itu kepada Jepang, segera setelah selesai perang berusaha untuk berkuasa kembali di Indonesia. Dalam hal ini Belanda dibantu Inggeris yang mempunyai kepentingan serupa untuk kembali berkuasa di bekas jajahannya di Asia Tenggara. Maka tidak lama setelah Republik Indonesia berdiri bangsa Indonesia menghadapi berbagai usaha bekas penjajah untuk datang dan merebut kembali kekuasaannya. Pemuda Indonesia yang bergabung dalam berbagai organisasi perjuangan, baik BKR yang kemudian menjadi TKR dan aneka ragam lasykar, melakukan perlawanan terhadap usaha penjajah itu. Akan tetapi karena Belanda mendapat bantuan Inggeris ia sukar dihentikan dan dikalahkan usahanya oleh para pejuang. Maka terjadi perlawanan gagah berani di berbagai daerah, seperti pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan bangsa Indonesia. Juga di daerah lain terjadi pelawanan yang sengit dan gagah berani, seperti pertempuran Ambarawa, di Tangerang, dan banyak lainnya.

Pada tahun 1946 TKR telah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan Markas Besar Tentara (MBT) sebagai lembaga pimpinannya, dipimpin Panglima Besar Jenderal Sudirman dan dibantu Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf dan pimpinan MBT. Dalam MBT ada Perwira-Perwira yang mempelajari bagaimana bangsa Indonesia dapat memenangkan perjuangannya, khususnya di bidang militer. Mereka juga mempelajari segala perkembangan yang terjadi dalam Perang Dunia 2, baik di medan perang Eropa, Afrika maupun Asia-Pasifik.

Dalam pada itu makin nampak bahwa Belanda dapat membangun keunggulan teknik militer, sebaliknya bangsa Indonesia belum dapat membangun kemampuan teknologi yang mengimbangi teknologi yang dimiliki Belanda. Dengan mempelajari cara perang di bagian dunia lain dalam Perang Dunia 2 para Perwira di MBT menyimpulkan bahwa melawan tentara musuh yang memiliki keunggulan teknologi tidak cukup hanya dengan perlawanan frontal. Perlawanan pejuang Yugoslavia melawan tentara Jerman, demikian juga Kunchantang di China terhadap tentara Jepang, menunjukkan bahwa perlawanan akan lebih memberikan kemungkinan keberhasilan kalau di samping perlawanan frontal juga ada perlawanan wilayah. Dalam perlawanan wilayah seluruh kemampuan bangsa di wilayah itu diatur dan digerakkan untuk melawan penyerang. Dalam perlawanan wilayah faktor Rakyat amat menentukan. Kalau Rakyat merasa tergerak untuk melawan penyerang, dan niat Rakyat itu diatur dengan baik untuk terwujud harmoni dengan perlawanan Tentara, maka terbukti faktor Rakyat dapat menetralisasi keunggulan teknologi musuh.

Maka di MBT pada tahun 1946 dimulai disusun cara perlawanan baru untuk mengalahkan agessor Belanda. Dalam konsep itu TRI yang kemudian menjadi TNI harus melawan serangan Belanda secara frontal secara gigih, tetapi juga mengadakan perlawanan wilayah dengan taktik gerilya sebagai cara utama. Supaya perlawanan wilayah dapat berfungsi baik maka TNI harus selalu dekat dengan Rakyat dan mengajak Rakyat untuk melawan Belanda. Untuk itu perlawanan disusun dalam perlawanan mobil dan perlawanan wilayah atau territorial.

Akan tetapi penyusunan sistem perlawanan baru belum selesai dan siap dilakukan, Belanda sudah mulai dengan aksi militernya pada 21 Juli 1947. Sebab itu offensif Belanda dengan keunggulan teknologi militernya berjalan cepat dan lancar. Sebenarnya Siliwangi di Jawa Barat sudah mulai meyiapkan cara perawanan baru itu karena pimpinan Siliwangi, jenderal mayor (pangkat waktu itu) Nasution, memelihara hubungan erat dengan rekannya di MBT. Akan tetapi karena pimpinan pemerintahan RI kurang sadar atau faham tentang perlawanan wilayah dan manfaatnya, maka dalam perundingan dengan Belanda setelah cease fire pemerintah kita setuju untuk menarik semua pasukan militer RI yang ada di belakang “garis demarkasi” ke daerah Republik. Maka semua pasukan militer RI yang ada di daerah Jawa Barat yang dianggap berada di belakang garis demarkasi Belanda, harus pindah ke Yogya dan Solo. Dengan begitu Belanda dapat kesempatan mengkonsolidasi kekuasaannya di Jawa Barat. Ia membentuk Negara Pasundan dan mulai menjalankan perkebunan yang semua menghasilkan devisa bagi Belanda.

Kejadian atau perkembangan itu menyadarkan semua pihak tentang pentingnya cara perlawanan baru yang waktu itu disebut Perang Rakyat Semesta. Maka kemudian persiapan untuk pelaksanaan perlawanan itu makin digiatkan, karena semua yakin bahwa Belanda akan menyerang lagi. Itu terjadi pada 18 Desember 1948 dan kemudian dibuktikan kegunaan dan kebenaran Perang Rakyat Semesta. Memang Belanda dapat merebut Yogya Ibu Kota Perjuangan dan menawan hampir seluruh pimpinan pemerintah RI, tapi perlawanan wilayah yang kemudian terjadi di seluruh Jawa dan Sumatra menyadarkan para peguasa dunia Barat bahwa untuk kepentingan masa depan Barat, termasuk adanya Perang Dingin yang sudah mulai dengan dunia Komunis, Belanda harus mengalah karena nyatanya tidak dapat menguasai wilayah kecuali menduduki beberapa kota besar saja. Dengan begitu Belanda pada 27 Desember 1949 mengakui kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Melalui Republik Indonesia Serikat yang singkat eksistensinya, pada 17 Agustus 1950 Republik Indonesia berkuasa dan berdaulat di wilayah Indonesia. Hanya wilayah Irian Jaya baru pada tahun 1962 secara resmi masuk kekuasaan itu.

Dengan begitu terbukti kebenaran dan kegunaan Perang Rakyat Semesta. Dalam perkembangan bangsa Indonesia konsep perlawanan itu terus disempurnakan dan sekarang sebagai Sistem Pertahanan Rakyat Semesta menjadi cara bangsa Indonesia menjaga kedaulatan dan kemerdekaannya.

KEMUNGKINAN SERANGAN YANG HARUS DIHADAPI

1. Serangan tanpa Kekerasan

Perkembangan cara berfikir Manusia memungkinkan dilakukan Serangan untuk menundukkan lawan tanpa penggunaan Kekerasan. Dengan membuat cara bepikir bangsa yang menjadi sasaran serangan sesuai dengan kehendak Penyerang, sasaran akan mengikuti apa yang diinginkan Penyerang.

Adolf Hitler melakukan dengan propaganda yang membuat para pemimpin Austria tunduk kepadanya dan Jerman dapat menjadikan Austria bagian Jerman tanpa penggunaan kekerasan. Tentu pada saat itu divisi-divisi panser Jerman siap untuk menyerbu Austria kalau ternyata usaha tanpa kekerasan gagal.

Pihak lain melakukan serangan dengan cara menyuap para pengambil keputusan bangsa yang menjadi sasaran. Dan menyuap dapat menggunakan aneka ragam cara dan sarana, baik uang, kedudukan maupun obyek seksual, pendeknya semua cara yang membuat pihak yang menjadi sasaran lunak dan mengikuti kehendak Penyerang.

Malahan sekarang ilmu pengetahuan menyediakan kemungkinan yang tertuju pada kondisi otak sasaran, khususnya yang menjadi pengambil keputusan dan pimpinan bangsa yang hendak dikuasai Penyerang (cara perang neo-cortex). Kalau para pemimpin dan pengambil keputusan satu bangsa berhasil digarap kondisi otaknya tanpa mereka menyadari telah menjadi korban usaha serangan lawan, maka melalui para pemimpin itu seluruh negara bangsanya dapat dikendalikan pihak Penyerang. Adalah kenyataan bahwa Perang Dingin antara blok Barat dan blok Komunis telah berakhir dengan kemenangan blok Barat tanpa terjadi penggunaan kekerasan. Padahal kemampuan Uni Soviet dalam teknologi militer, termasuk pemilikan senjata pemusnah massal yang tidak kalah dari AS.

Kalau Penyerang mampu melakukan Serangan Tanpa Kekerasan, maka ia dapat mencapai tujuan politiknya lebih murah dan lebih mudah karena tak perlu menggerakkan kekuatan militer untuk menyerang, dan risiko politik dan risiko bentuk lain jauh lebih kecil kalau serangan gagal. Kalau toh Penyerang melakukan serangan dengan kekerasan, semua hasil usaha serangan tanpa kekerasan dapat bermanfaat karena bangsa sasaran sudah jauh lebih lemah dan lunak.

2. Serangan dalam bentuk penciptaan Masalah Keamanan Dalam Negeri.

Cara Serangan ini ada persamaan dengan cara pertama, dalam arti Penyerang tidak melakukan serangan militer terbuka. Diadakan usaha dalam masyarakat bangsa yang menjadi sasaran agar terjadi perkembangan yang menimbulkan perlawanan masyarakat itu terhadap pemerintahnya sendiri. Perlawanan itu diusahakan berkembang menjadi pemberontakan bersenjata dari bagian masyarakat yang tidak puas, acap kali dengan kerjasama tentara atau sebagian tentara bangsa sasaran. Pemberontakan bersenjata berusaha meruntuhkan kekuasaan pemerintah untuk digantikan orang-orang yang berpihak pada Penyerang. Dengan begitu bangsa sasaran dikuasai Penyerang tanpa ada keterlibatan terbuka Penyerang. Pasti ada dukungan macam-macam dari Penyerang kepada pemberontakan, termasuk keuangan, senjata dan peralatan, personil, tetapi hal itu tersembunyi untuk mencegah bangsa sasaran menghidupkan bantuan dan intervensi internasional.

Pelaksanaan pemberontakan bersenjata bisa macam-macam, seperti melakukan gerakan teror atau perlawanan gerilya. Akan tetapi satu saat segala macam pelaksanaan pemberontakan itu harus mempunyai dampak politik yang meruntuhkan kekuasaan pemerintah.

Di masa Perang Dingin blok Komunis menganjurkan Perang Pembebasan Nasional (War of National Liberation) untuk dilakukan rakyat di negara-negara blok Barat dan negara Non-Blok. Buat negara blok Barat yang rakyatnya memberontak dan berpihak blok Komunis terjadi pukulan politik dan militer sekali gus, apalagi kalau pemberontakan itu berhasil meruntuhkan pemerintahnya. Dan negara Non-Blok yang mengalami pemberontakan komunis akan memperbesar kekuatan Uni Soviet dan blok Komunis. Sebaliknya juga blok Barat, khususnya AS, melakukan hal serupa untuk mencegah negara yang jadi sasaran berpihak blok Komunis. NKRI telah mengalami serangan macam ini, baik dari blok Komunis dan blok Barat. Malahan blok Komunis dua kali mencoba melalui Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 dan G30S PKI tahun 1965, dan dari blok Barat adalah Pemberontakan PRRI-Permesta pada tahun 1958

2.Serangan Militer T erbuka.

Ini adalah cara serangan yang sudah dikenal dan biasanya orang menganggap serangan adalah Serangan Militer Terbuka. Meskipun ada kemungkinan meruntuhkan kekuasaan pimpinan bangsa sasaran dengan serangan tanpa kekerasan atau dengan pemberontakan oleh rakyat bangsa itu sendiri, dua cara yang relatif lebih murah dan mudah dari pada melakukan Serangan Militer Terbuka, namun selalu ada bangsa yang pemimpinnya lebih suka atau lebih percaya menyerang secara militer. Mereka pikir dengan cara itu dapat dicapai penyelesaian politik lebih cepat dan tuntas.

CARA MENGHADAPI ANEKA MACAM SERANGAN

1. Menghadapi Serangan Tanpa Kekerasan.

Masyarakat dan terutama para pemimpin harus sadar bahwa umat manusia dan dunia setelah berakhirnya Perang Dunia 2 senantiasa dalam keadaan Perang Bukan Damai Bukan (No War No Peace). Sebab justru ketika Manusia makin berkembang kemampuannya dalam berbagai bidang, ia juga cenderung lebih agressif dan bukannya makin bersifat damai. Apalagi kalau ia merasa mempunyai berbagai keunggulan terhadap bangsa lain.

Dalam kondisi demikian harus dikembangkan Ketahanan Nasional, yaitu mengembangkan dalam bangsa Indonesia kondisi dinamis yang berisi Keuletan dan Ketangguhan yang menghasilkan Kekuatan Nasional yang mampu menghadapi segala macam ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan yang merugikan kelangsungan hidup bangsa serta pencapaian Tujuan Nasionalnya. Ketahanan Nasional berwujud Kesejahteraan Nasional dan Keamanan Nasional yang satu sama lain berada dalam keadaan harmonis. Bangsa dengan Ketahanan Nasional yang tinggi mutunya menimbullkan Daya Tangkal yang membuat bangsa lain enggan dan tertahan kehendaknya untuk menyerang dan menguasai bangsa itu. Dengan begitu ada halangan kuat untuk dilakukannya Serangan terhadap NKRI.

Ketahanan Nasional yang dikembangkan di Indonesia harus dilandasi usaha menjadikan Pancasila kenyataan di NKRI oleh karena Pancasila adalah Dasar Negara dan Ideologi bangsa Indonesia.

Dalam Ketahanan Nasional itu perlu ada kemampuan Intelijen yang efektif, termasuk Kontra Intelijen, Penggalangan dan Pengamanan. Dengan kemampuan itu dicegah dan ditolak segala macam usaha pihak lain untuk menggarap tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat, khususnya orang-orang yang berfungsi sebagai Kepemimpinan Nasional baik dalam bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif. Demikian pula Kepemipinan Daerah.

Usaha Intelijen tidak terbatas dilakukan dalam negeri, tetapi juga di luar negeri, khususnya di negara pelaku serangan tanpa kekerasan itu. Dengan kenyataan bahwa usaha mereka kurang efektif bangsa yang melakukan serangan tanpa kekerasan akan mengakhiri usaha itu. Mungkin saja ia beralih pada salah satu cara serangan lain.

2. Menghadapi Masalah Keamanan Dalam Negeri.

Pihak lawan dapat mengembangkan Masalah Keamanan Dalam Negeri, baik berupa pemberontakan bersenjata maupun terorisme, kalau dalam masyarakat Indonesia ada kerawanan terutama yang bersifat ketidakpuasan masyarakat.

Sebab itu juga dalam hal ini adanya Ketahanan Nasional yang efektif, baik dalam aspek Kesejahteraan maupun Keamanan, amat penting untuk meniadakan atau amat membatasi kerawanan masyarakat.

Juga dalam hal ini adanya peran Intelijen yang efektif amat penting, sehingga selalu dapat diikuti dan diketahui aneka macam gerak yang terjadi dalam masyarakat.

Selain itu perlu ada organisasi Territorial yang efektif yang menghubungkan setiap anggota masyarakat dengan anggota yang lain serta dengan pemerintah di daerahnya. Organisasi Territorial yang diselenggarakan TNI menjaga hubungan erat dan mesra antara Rakyat dan Pemerintah, khususnya TNI, dan sesama Rakyat. Kalau ada anggapan bahwa TNI tidak boleh mencampuri kehidupan masyarakat, maka pembinaan Territorial dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan dibantu TNI sebagai penasehat dan fungsi lain untuk menjaga daya bela Rakyat.

Di samping itu TNI harus mempunyai kemampuan melaksanakan Operasi Keamanan Dalam Negeri (Ops Kamdagri) atau counter-insurgency operations. Ops Kamdagri terutama bersifat kegiatan melawan gerilya kalau pemberontakan berkembang menjadi perlawanan gerilya. Juga kegiatan melawan teror yang terutama menjadi fungsi Kepolisian Negara. Meskipun begitu TNI pun harus mempunyai kemampuan lawan-teror, terutama untuk membantu kalau Polri memerlukannya.

3. Menghadapi Serangan Militer Terbuka.

Untuk menghadapi Serangan Militer Terbuka secara efektif NKRI juga harus membangun Ketahanan Nasional yang setangguh mungkin. Dalam aspek Keamanan Nasional selain ada TNI yang kuat juga ada organisasi Territorial yang berfungsi baik.

Karena NKRI satu negara kepulauan, maka Serangan Militer terhadap Indonesia dilakukan dengan satu gerakan kekuatan militer lewat laut atau/dan udara. Oleh sebab itu, untuk menolak satu serangan terhadap daratan NKRI harus diusahakan mengalahkan penyerang di laut dan di udara.

Itu berarti bahwa TNI harus dibangun menjadi kekuatan militer yang tangguh dan harmonis di darat-laut-udara untuk dapat melaksanakan pertahanan yang efektif terhadap Serangan Militer.

Setelah Intelijens melaporkan bahwa Penyerang akan menyerang, seluruh bangsa ditingkatkan kewaspadaannya, khususnya TNI. Ketika Penyerang kemudian mulai gerakannya terhadap Indonesia, maka TNI-AU melakukan operasi udara terhadap pangkalan-pangkalan dan fasilitas logistik lawan untuk menggagalkan serangannya, sekurangnya menimbulkan hambatan dan gangguan terhadap serangan lawan. Untuk itu TNI-AU berusaha mencapai supremasi udara, terutama di ruang udara wilayah NKRI dan perbatasan dengan Penyerang. Dengan begitu dicegah Penyerang melakukan operasi udara terhadap Indonesia sebagai persiapan serangannya yang lebih luas. Demikian pula diusahakan penolakan gerakan Penyerang dilaut, dilakukan TNI-AL dan TNI-AU.

Akan tetapi negara yang sanggup menyerang Indonesia dengan kekuatan militer pasti bukan negara yang kekuatan militernya kecil. Sebab itu tidak mustahil Penyerang dapat mengatasi semua usaha TNI-AU dan TNI-AL.

Penyerang bergerak untuk mendaratkan kekuatan militernya di daratan Indonesia, baik melalui operasi amfibi yang mendaratkan pasukan di pantai NKRI maupun dengan operasi lintas udara yang mendaratkan pasukan lebih dalam di wilayah NKRI.

TNI-AL menyerang dan menolak usaha pendaratan itu. Usaha itu dibantu TNI-AU yang juga sekali gus melawan operasi lintas udara Penyerang. Namun bisa terjadi bahwa kekuatan TNI-AL dan TNI-AU tidak dapat menolak pendaratan kekuatan Penyerang di bumi NKRI, baik melalui pendaratan amfibi maupun melalui operasi lintas udara. Maka giliran TNI-AD untuk menghadapi dan mengalahkan pendaratan itu.

Kalau operasi bersama TNI-AL, TNI-AU dan TNI-AD dapat menghancurkan pendaratan Penyerang di pantai dan di tumpuan udara, maka terjadi satu Penyelesaian yang cepat dan menguntungkan NKRI.

Namun Penyerang yang besar kekuatan militernya mungkin dapat mengatasi segala usaha kita dan berhasil membangun pancangan kaki di bumi Indonesia. Ia akan konsolidasi pancangan kaki itu untuk digunakan sebagai pangkalan untuk serangannya lebih lanjut. Penyerang melakukan serangan militer untuk mencapai tujuan politiik, yaitu menguasai Indonesia untuk memenuhi atau memperkuat kepentingan nasionalnya. Untuk itu Penyerang harus berhasil mewujudkan pemerintahan di Indonesia yang memimpin dan mengelola Indonesia sesuai kepentingan nasional Penyerang. Pemerintahan itu dapat dilakukan dengan menyusun organisasi yang dipimpin orang-orang bangsa Penyerang. Akan tetapi itu berarti Indonesia menjadi jajahan Penyerang. Sesuai dengan perkembangan umat manusia keadaan demikian kurang disukai banyak orang sehingga bisa hilang manfaatnya. Sebab itu besar kemungkinan pemerintahan itu dilakukan orang-orang Indonesia yang bersedia mengabdi kepada kepentingan Penyerang sehingga menjalankan pemerintahan yang bermanfaat dan sesuai dengan kepentingan nasional Penyerang. Kemudian Penyerang membantu dengan berbagai usaha,, khususnya bantuan ekonomi dan keuangan serta personil, agar pemerintahan itu dapat berjalan efektif

Maka untuk mencapai tujuan politiknya Penyerang harus dapat menundukkan Pemerintah NKRI serta segala kemampuannya untuk berlanjut sebagai organisasi politik yang berkuasa.

Untuk itu Penyerang melakukan operasi-operasi militer yang cepat untuk merebut pusat-pusat kekuasaan dan logistik Indonesia, untuk akhirnya merebut Ibu Kota Jakarta dan Ibu Kota Daerah untuk menguasai pemerintahan.

TNI akan terus melakukan perlawanan untuk menolak dan mengalahkan usaha Penyerang. Untuk itu diadakan operasi pertahanan yang bersifat konvensional untuk menahan gerak maju Penyerang. Di samping operasi pertahanan yang bersifat konvensional, diadakan operasi wilayah di bagian daerah yang kota-kota dan lokasi penting diduduki Penyerang. Operasi Wilayah yang terutama dilakukan dengan taktik gerilya berusaha mengganggu gerakan Penyerang tanpa melakukan pertempuran yang terbuka dan menentukan. Melalui gerilya dilakukan pencegatan di jalan-jalan yang dilalui Penyerang sehingga mengganggu dan menghambat berbagai usaha Penyerang, seperti logistik dan perhubungannya. Juga diadakan serangan hit and run terhadap kedudukan Penyerang untuk membuat Penyerang tidak mungkin atau amat sukar mengkonsolidasi gerakannya. Sekali gus kekuatan Penyerang dipreteli dan dipersulit setiap usahanya.Anggota pasukan Penyerang benar-benar dibuat merasa tidak betah (unheimich) di bumi Indonesia, apalagi kalau harus terus menerus kehilangan kawannya yang mati atau luka-luka karena diserang gerilya. Kondisi demikian sekali gus membuat pasukannya berkurang kemampuannya untuk menghadapi kekuatan militer kita. Apalagi kalau Penyerang terpaksa harus menyusun kekuatan untuk secara khusus menghadapi gerilya, maka itu amat merugikan usahanya untuk bergerak maju dan mencapai tujuannya.

Untuk suksesnya perlawanan organisasi Territorial harus efektif menjamin kesatuan TNI-Rakyat. Sebab Penyerang juga akan berusaha merebut dukungan Rakyat Indonesia untuk menjamin efektivitas kekuasaan yang disuusunnya. Maka terjadi proses perebutan dukungan Rakyat antara TNI dan Penyerang (To Win the Heart and the Mind of the People).

Dalam perlawanan itu TNI dan Rakyat terus menyusun dan mengkonsolidasi kekuatan untuk dapat menghancurkan agressi Penyerang. Perlawanan diadakan untuk mencapai satu Penyelesaian Militer (military decision) dengan menghancurkan atau melumpuhkan kekuatan militer Penyerang. Seluruh perlawanan diarahkan untuk memungkinkan mencapai Penyelesaian Militer, dengan juga selalu mencegah Penyerang dapat menyusun organisasi pemerintahan yang berjalan efektif.

Juga Pemerintah RI melakukan usaha internasional dan diplomasi untuk memperoleh bantuan PBB dan negara-negara besar. Serangan Penyerang tanpa mandat PBB melanggar Hukum Internasional. Pemerintah RI meyakinkan dunia internasonal, khususnya PBB, bahwa agressi Penyerang adalah pelanggaran Hukum Internasional yang harus segera diakhiri dan dihukum.

Tercapainya Penyelesaian Militer sangat bermanfaat bagi diplomasi internasional Pemerintah. Tetapi kalau tidak bisa membuat Penyelesaian Militer, usaha TNI bersama Rakyat secara minimal harus menunjukkan keberhasilan dalam memukul dan menghancurkan kekuatan Penyerang di banyak tempat, sehingga gerakan menundukkkan bangsa Indonesia macet tanpa harapan dapat mencapai tujuan. Dengan kondisi itu kekuatan internasional, terutama PBB, dapat diajak untuk mengharuskan Penyerang segera meninggalkan bumi Indonesia dan diberikan hukuman atas pelanggaran yang telah dibuatnya. Hukuman itu secara minimal adalah membayar kepada Indonesia sebagai pengganti segala kerusakan dan kematian yang telah ia timbulkan. Dengan Penyelesaian itu NKRI selamat dan sukses dalam menghadapi dan mengatasi Serangan Militer Terbuka. Sekalipun begitu kemudian harus melakukan pembangunan kembali atas kerusakan dan kehancuran yang telah terjadi.

 

KESIMPULAN

Ummat Manusia yang mengalami berbagai kemajuan, termasuk kemajuan berpikir yang menghasilkan kemampuan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang makin canggih, ternyata belum berhasil meniadakan Perang. Maka sejak berakhirnya Perang Dunia 2 Ummat Manusia berada dalam keadaan Damai Bukan Perang Bukan, padahal setelah mengalami kehancuran dan kemusnahan yang demikian luas dalam Perang Dunia 2 banyak orang bertekad untuk mengakhiri adanya perang dalam hidup Manusia.

Ini disebabkan karena dalam diri Manusia naluri untuk berkuasa dan menguasai kuat sekali sehingga niat untuk mengakhiri Perang tidak dapat terwujud.

Dalam kondisi demikian Indonesia yang oleh Tuhan Yang Maha Esa dikaruniai dengan banyak kemurahan, khususnya kekayaan Sumberdaya Alam dalam berbagai variasi dan dalam jumlah banyak, sepanjang sejarah Manusia selalu mempunyai daya tarik kuat terhadap bangsa-bangsa lain yang ingin menguasai dan memanfaatkan berbagai potensi itu untuk membuat dirinya lebih kuat dan lebih kaya-sejahtera.

Maka Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai hasil proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 pun harus mengalami berbagai usaha bangsa lain yang berambisi menguasai Indonesia.

Sebagai hasil perjuangannya merebut kemerdekaan dari penjajah dan dari studi tentang pengalaman bangsa lain yang harus melawan agressi bangsa lain, bangsa Indonesia menetapkan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta atau Sishanrata sebagai cara yang terbaik untuk menjaga dan memelihara kemerdekaan dan kedaulatannya.

Dalam Sishanrata penting sekali peran Ketahanan Nasional yang efektif yang menggambarkan Dasar Negara Pancasila sebagai Realitas atau kenyataan di Bumi Indonesia. Ketahanan Nasional yang terwujud melalui Kesejahteraan Nasional dan Keamanan Nasional mengandung kemampuan Intelijen yang efektif, termasuk Kontra-Intelijen, Sekuriti Personil dan Penggalangan.

Ketahanan Nasional juga terwujud lewat kehadiran TNI yang merupakan kekuatan militer tangguh dan harmonis di darat, laut dan udara. Di samping kemampuan militer konvensional TNI mempunyai kemampuan Territorial yang menjadikan TNI selalu dekat dan mesra hubungannya dengan Rakyat.

Ini semua menimbulkan Daya Tangkal yang diharapkan menjauhkan semua pihak yang mempunyai niat dan ambisi buruk terhadap Indonesia untuk melakukan tindakan yang merugikan NKRI dan bangsa Indonesia. Namun kalau tidak demikian, maka bangsa Indonesia dengan segala kemampuannya akan mengalahkan niat dan ambisi negatif itu.

Yang penting sekarang adalah agar bangsa Indonesia dan para pemimpinnya membangun semua prasyarat yang diperlukan untuk melaksanakan Sishanrata, sebab hal itu sekarang masih jauh dari memadai.

Semoga dengan begitu NKRI akan selalu terjaga kemerdekaan dan kedaulatannya. NKRI akan ada sampai akhir zaman dan bangsa Indonesia dapat hidup damai dan sejahtera lahir batin dalam masyarakat dengan dasar Pancasila. Semoga juga dalam hal ini Tuhan Yang Maha Esa memberikan karuniaNya kepada bangsa Indonesia.

 

Jakarta, 5 Oktober 2013

RSS feed | Trackback URI

4 Comments »

Comment by andi albar
2017-06-20 14:24:51


apakah pelaksana ronda di tingkat rt/rw itu implementasi dasar dari sishanrata

 
Comment by Bambang g
2017-05-13 09:19:57


Pak Arthurian…mungkin anda terlalu utopis, sampai menganggap semua orang dinegara Indonesia yang wilayahnya sangat luas memiliki otak yang sama, yaitu sesuai dengan cita cita tujuan berdirinya bangsa ini berdasarkan Pancasila dan Undang undang dasar 1945, terutama setelah kemerdekaan hingga kini.

 
Comment by Arthurian
2014-09-29 05:28:03


Anda sudah benar di awal memaparkan bagaimana bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaannya, seharusnya itu dasar pula bagi anda untuk memahami Pertahanan Rakyat Semesta. Walaupun isi selanjutnya setelah pemaparan perjuangan kemerdekaan melalui laskar-laskar rakyat hanyalah pengulangan retorika lama zaman soeharto. Apakah anda tahu bedanya antara Police State dan Pertahanan Rakyat Semesta?

1. Era Penjajahan Jepang kita berada pada masa Police State. Era ini dilawan dengan gerilya sebagian rakyat Indonesia yang meletup secara kecil secara teritorial juga.

2. Era agresi Inggris-Belanda kita berada pada masa Police State. Demikian klaim agresi militer NICA adalah “aksi polisionil” memberantas para kriminal yang adalah par apejuang kemerdekaan bagi kita.

3. Era pendudukan Amerika di Jepang adalah Police State. Demikian dilakukan komando teritorial semenjak Mac Arthur menduduki Jepang.

4. Era Keshogunan Jepang adalah Police State, dimana shogunate mengendalikan perikehidupan bangsa melalui tangan Samurai hingga 200 tahun.

5. Era orde baru adalah Police State, dimana adanya komando teritorial dan kopkamtib.

Mungkin di Akademi Militer tidak pernah diajarkan apa bedanya Police State dan Pertahanan Rakyat Semesta. AS dan Swiss lebih SISHAMKANRATA dibanding Indonesia. Pertahanan rakyat semesta itu adalah suatu konsep milisi rakyat dimana setiap warga negara terlatih dan dipersenjatai untuk melawan musuh asing maupun tirani pemerintah. Anda harus baca donk buku-buku mengapa AS bisa mengalahkan Inggris dan mengapa tidak ada satu negara pun berhasil menaklukan mereka hingga ratusan tahun.

Bukankah itu awal mulanya juga yang terjadi di kita? Militer reguler itu menganut sistem komando hierarkis, yang dibutuhkan pada peperangan skala besar-internasional, suatu peperangan manuver besar-besaran dan terbuka. Milisi rakyat menganut sistem bottom up, seketika pasukan dapat meletakan senjata ketika pemimpinnya mengkhianati maksud perjuangan.

Sistem teritorial berguna untuk pertahanan terakhir dimana militer reguler dan milisi bekerja sama melawan pendudukan teritorial, setelah militer asing mengobrakabrik kota-kota kita. Pada masa damai justru milisi rakyat yang meliputi seluruh orang dewasa yang menjadi pertahanan rakyat sebenarnya. Pada masa damai, militer yang masih memberlakukan komando teritorial berarti memandang populasi daerah itu musuhnya, artinya rakyat musuhnya sendiri, seperti setiap pemerintah jajahan yang pernah ada di Indonesia, atau setiap pasukan pendudukan yang menaklukan suatu negeri. Sebab militer reguler itu berubah menjadi “aksi polisionil”.

Saya ada kutipan dari sebuah blog yang mungkin dapat dikritisi oleh Saudara Jenderal:

“Soekarno bukan mengoreksi permasalahan senjata dan milisi rakyat kemudian memantapkan yang benar tetapi semakin melemahkannya pada tahun 1951 dengan menerbitkan UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Setelah sebelumnya UU No. 8 Tahun 1948 dikesampingkan karena rakyat harus memerangi Belanda-Inggris. Penjajah datang bulan Desember 1948 beberapa bulan setelah disahkan UU ini pada bulan Maret 1948. Justru ketika bangsa Indonesia berhasil mengusir penjajah, kekuatan rakyat yang berhasil mengusir itu bukan dimantapkan sebagai “pelopor masa damai” malah kembali dilemahkan.

Bahwa sampai detik ini pemerintah kita masih memandang negara ini dalam kondisi darurat. Konsep teritorial TNI (Kodam-Kodim-Koramil-Babinsa) adalah untuk menekan perlawanan suatu negeri pendudukan yang bergerilya. Ini adalah konsep pendudukan militer di suatu negara yang telah dikalahkan, untuk mencegah perlawanan lebih lanjut. Selama ini konsep strategi TNI memandang rakyat Indonesia adalah musuhnya, seperti konsep teritorial U.S. Military saat pendudukan 7 tahun di Jepang atau pendudukan Jepang di Indonesia sejak tahun 1942. Jika kita diserang asing maka darurat itu berubah makna, pasti rakyat dipersenjatai walau rakyat itu tidak terlatih, karena semua serba mendadak. Setelah selesai perang, rakyat diminta mengembalikan senjata kepada negara, kemudian dilarang memegang senjata dengan alasan sudah tidak ancaman asing tetapi darurat itu tidka benar-benar hilang. Darurat akan dirubah maknanya karena ada musuh baru yaitu rakyat kita itu sendiri, inilah watak negara birokratisme.”

http://manifestosenja.com/2014/09/si-marinir-as-tentang-bangsa-bingung-di-tenggara-penutup/

 
Comment by Farah Asmarany
2014-01-21 11:48:05


Kpd Yth. Sayidiman Suryohadiprodjo

saya Farah Asmarany mahasiswa Universitas Indonesia jurusan sastra Rusia. saat ini saya tengah menyusun tugas akhir saya yang membahas masalah kewilayahan rusia yang berkaitan dengan intelijen Rusia dalam sisitem pertahanannya. saya telah membaca salah satu buku bapak yang berjudul si vis pacem para bellum, dan buku itu sangat membantu saya memahami pertahanan dan saya ingin lebih dalam lagi mengetahui mengenai dunia intelijen, untuk itu saya memohon bantuan bapak, jika bapak berkenan untuk meluangkan waktu bapak memberikan saya pengetahuan baru seputar dunia intelijen secara lebih mendalam,di karenakan minimnya pengetahuan saya akan dunia tersebut.
Atas Perhatian Bapak, Saya ucapkan banyak terima kasih

Hormat saya,
Farah Asmarany
E-Mail : fasmarany@gmail.com
phone : 0821 1353 9728

 
Name (required)
E-mail (required - never shown publicly)
URI
Your Comment (smaller size | larger size)
You may use <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong> in your comment.

Trackback responses to this post