Oleh Sayidiman Suryohadiprojo
REKTOR Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Prof Dr Azyumardi Azra berkali- kali menyatakan, dalam ceramah maupun tulisan di surat kabar, betapa pentingnya Pancasila bagi masa depan Indonesia. Oleh karena itu, harus dilakukan rejuvenasi Pancasila sehingga benar-benar memberi manfaat bagi perkembangan bangsa Indonesia.
Hal ini amat membesarkan hati dan memberi harapan masa depan karena beberapa alasan. Pertama, dinyatakan oleh tokoh Kampus UIN Syarief Hidayatullah, suatu universitas yang cukup berwibawa yang telah menghasilkan sejumlah cendekiawan yang berjasa kepada Indonesia. Kedua, yang menyatakan bukan anggota TNI atau mantan TNI; dengan demikian lepas dari kemungkinan purbasangka sementara orang. Ketiga, dinyatakan oleh seorang tokoh atau pemimpin Islam sehingga tidak dapat dikategorikan adanya kepentingan golongan minoritas belaka.
Karena dinyatakan seorang tokoh kampus yang berwibawa secara intelektual, mudah-mudahan pandangan Azyumardi Azra bergema di kampus-kampus lain di Indonesia, termasuk di kampusnya sendiri. Ini penting sekali karena sudah menjadi pengetahuan umum betapa Pancasila sudah merupakan hal yang in discredit di kebanyakan kampus, baik di kalangan mahasiswa maupun dunia sivitas akademika umumnya.
Sebenarnya pendapat Azyumardi Azra bukan hal baru karena sudah sering dinyatakan, sekalipun tanpa istilah "rejuvenasi". Namun, yang sering menyatakan adalah anggota TNI, mantan TNI, atau orang yang dekat dengan TNI. Ada prasangka sementara orang, memperjuangkan Pancasila adalah memperjuangkan kembalinya kekuasaan rezim Soeharto meski yang menyatakan adalah mantan TNI yang tidak termasuk lingkungan kekuasaan Soeharto. Maka, bila kini dinyatakan oleh orang yang bukan atau dekat TNI, semoga tidak terjadi prasangka.
Dan, karena seorang tokoh Muslim yang bicara, maka tidak ada alasan untuk mengatakan, merupakan kepentingan golongan belaka, seperti dulu DN Aidit, Ketua Umum Partai Komunis Indonesia, mau menerima Pancasila untuk kepentingan taktik belaka.
NAMUN, harus secara sadar diakui, rejuvenasi Pancasila adalah perjuangan yang berat dan sulit. Selain harus mengatasi sinisme di banyak kalangan karena Pancasila sudah didiskreditkan para penguasa Republik Indonesia, juga harus berjuang melawan kuatnya dan agresifnya ideologi Barat yang hendak menguasai Indonesia.
Celakanya, sejak Presiden Soekarno, Pancasila didiskreditkan, padahal Bung Karno adalah kreator Pancasila. Pembicaraan Bung Karno tidak diikuti tindakan untuk membuat Pancasila a living reality di Indonesia. Bung Karno mengimplementasikan Demokrasi Terpimpin, satu sistem politik yang jauh dari Pancasila karena bersifat otoritarian, bukan musyawarah mufakat. Juga Bung Karno tak sungguh-sungguh mewujudkan kondisi ekonomi sesuai dengan Pancasila sehingga rakyat makin miskin. Itu semua justru melemahkan Pancasila dan memberi peluang bagi musuhnya, termasuk PKI, untuk meluaskan pengaruhnya.
Presiden Soeharto pada permulaan Orde Baru menyatakan akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun, yang dikerjakan justru sistem politik otoritarian, bahkan menjatuhkan Pancasila karena menamakannya Demokrasi Pancasila. Diperparah meluasnya KKN, sedangkan kekuasaan digunakan untuk memperkaya golongan tertentu, khususnya keluarga. Ini memberikan peluang bagi musuh Pancasila untuk mempengaruhi rakyat Indonesia agar menolak dan membuang Pancasila.
Apalagi sejak berakhirnya perang dingin, golongan neo- imperialis AS mengumandangkan, seluruh dunia harus berkiblat ke AS. Katanya, tidak ada gunanya mempunyai pandangan hidup sendiri. Lebih baik mengikuti AS yang sudah terbukti keunggulannya dengan memenangkan perang dingin. Akibatnya, Indonesia dibanjiri pengaruh AS secara ideologis. Itu didukung kekuatan ekonomi, militer, dan budaya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang kian canggih. Kita tidak perlu heran, makin kuat usaha meng-Amerikanisasi rakyat Indonesia, khususnya kaum cendekiawan dan kaum muda di kota.
Oleh karena itu, keberhasilan rejuvenasi Pancasila terutama ditentukan usaha menjadikan nilai-nilai Pancasila kenyataan dalam kehidupan bangsa Indonesia, bukan dengan wacana atau pembicaraan seribu kata. Orang sudah bosan dan muak dengan pembicaraan. Maka, terobosan bagi rejuvenasi Pancasila harus ada di tangan presiden Indonesia baru. Semoga yang terpilih menjadi presiden nanti mempunyai niat dan tekad yang kuat dan teguh untuk menjadikan Pancasila kenyataan hidup.
Untuk itu tidak perlu kata Pancasila digunakan sebagai semboyan, bahkan banyak bicara tentang Pancasila dapat merugikan karena dituduh mau seperti rezim Soeharto. Yang penting adalah kekuasaan dilaksanakan berdasarkan nilai- nilai Pancasila.
Pertama masyarakat merasakan kepemimpinan yang bermoral dan memegang etika. Dengan begitu, nilai Ketuhanan Yang Maha Esa kian menjadi kenyataan. Demokrasi harus terwujud tidak hanya dilandasi kemenangan 50 persen tambah satu. Bangsa Jepang yang tidak menganut Pancasila melaksanakan demokrasi yang menjunjung tinggi nemawashi, yaitu musyawarah untuk mufakat, dan tidak hanya membuldoser atas dasar keunggulan mayoritas. Bangsa Indonesia harus mampu berbuat serupa.
Kalau sampai kepemimpinan menjalankan kebijaksanaan ekonomi yang hanya tunduk pada neoliberalisme, tidak mungkin Pancasila menjadi kenyataan hidup, karena tidak akan menghasilkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian pula, kekuasaan yang tidak mengharmonisasikan otonomi daerah dengan kepentingan nasional gagal mewujudkan persatuan Indonesia. Perkembangan sosial harus dilandasi kemanusiaan yang adil dan beradab agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Bangsa Indonesia dipimpin dan diajak mewujudkan Pancasila secara nyata. Hal ini memerlukan niat dan tekad kuat, teguh, dan tahan uji dari presiden dan wakil presiden. Sebab, mungkin sekali kurang ada dukungan elite politik, termasuk anggota legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang sudah terkontaminasi sikap korup, kurang etika dan moralitas. Sebab itu, pemilihan menteri kabinet amat penting untuk memperkuat barisan yang mengimplementasikan Pancasila. Maka, kenyataan yang dihasilkan oleh kepemimpinan dan kekuasaan merupakan rejuvenasi Pancasila yang kita dambakan dan harus terus disempurnakan. Tanpa usaha ini, kita sangsi apakah rejuvenasi Pancasila dapat menjadi kenyataan.
Meski demikian, kita perlu menghargai Prof Dr Azyumardi Azra yang dengan penuh semangat dan percaya diri mengumandangkan pentingnya rejuvenasi Pancasila.
URL Source: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0406/23/opini/1104318.htm
No comments yet.