Oleh Sayidiman Suryohadiprojo
Senin, 05 Maret 2007
Indonesia sekarang mengalami persoalan dengan tetangganya, yaitu negara yang tergabung dalam ASEAN dan yang berada dalam kesatuan Pasifik Barat Daya. Mungkin dalam diplomasi resmi, hubungan Indonesia dengan mereka baik-baik saja, tetapi dalam kenyataan tidak demikian. Tampaknya hubungan dengan ASEAN tanpa masalah karena kita sama-sama orang Asia Tenggara, akan tetapi realitasnya berbeda.
Asia Tenggara sejak dahulu kala menjadi sasaran bangsa-bangsa lain yang bersaing untuk memperoleh posisi yang terbaik di kawasan yang strategis ini. Hal itu sangat mempengaruhi kehidupan bangsa Asia Tenggara sehingga tidak mudah untuk menjamin persatuan antara mereka yang masing-masing berbeda reaksinya terhadap pengaruh luar itu.
Di samping itu, setiap bangsa mempunyai kepentingan nasionalnya sendiri sekalipun sudah bersatu dalam ASEAN. Hubungan dengan Australia sebagai negara utama di kawasan Pasifik Barat Daya juga tidak mudah. Meskipun pernah orang Australia mengatakan hendak menjadi satu dengan Asia, namun sejak dipimpin Perdana Menteri John Howard, Australia kembali sebagai bangsa kulit putih di selatan Asia.
Salah contoh tentang kurang harmonisnya hubungan Indonesia dengan tetangganya dapat dilihat dari adanya Five Powers Defence Arrangement (FPDA), satu persetujuan pertahanan antara Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Malaysia. FPDA dibentuk pada tahun 1971 ketika sudah ada ASEAN yang dibentuk pada tahun 1967.
Dibentuknya pakta itu menimbulkan kesan bahwa itu tertuju kepada Indonesia yang melakukan politik konfrontasi terhadap Malaysia pada tahun 1963. Meskipun ASEAN selama 40 tahun telah makin maju dalam berbagai usahanya, dan Indonesia juga membuat persetujuan dengan kawasan Pasifik Barat Daya, khususnya Australia, tetapi FPDA tetap mereka pertahankan. Mau tidak mau timbul anggapan bahwa tetap ada kecurigaan terhadap Indonesia.
Australia, Malaysia, Singapura
Adalah kenyataan bahwa Australia selalu menganggap Indonesia sebagai ancaman utama. Ketika dipimpin Perdana Menteri Gough Whitlam dan Paul Keating, kalangan atas Australia dekat sekali dengan Indonesia. Akan tetapi dalam masyarakatnya ada kecurigaan yang kuat bahwa Indonesia yang besar penduduknya akan menginvasi negaranya.
Satu pikiran yang dalam pandangan kita amat absurd, apalagi setelah dipimpin John Howard yang memang menganggap dirinya perpanjangan dunia Barat dan khususnya AS, Indonesia dengan mudah dicap sebagai sumber teroris yang membahayakan Australia.
Indonesia juga menghadapi persoalan dengan tetangganya dari ASEAN. Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam, tetapi di pihak lain penduduknya masih kurang pendidikan dan miskin, tidak jarang menjadi sasaran orang-orang luar untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya, bahkan secara tidak sah.
Pencurian ikan, pencurian kayu, bahkan pencurian tanah pasir oleh tetangga ASEAN terjadi sepanjang waktu. Hal itu dilakukan tanpa mempedulikan bahwa itu sangat merugikan Indonesia yang sama-sama anggota ASEAN. Malahan Malaysia yang selalu menyatakan hubungannya yang dekat dengan Indonesia toh berusaha menjadikan perairan Ambalat masuk wilayah nasionalnya. Jelas usaha itu merebut potensi Indonesia dalam minyak dan gas bumi.
Amat jelas pula bahwa Singapura merugikan Indonesia dengan terus mengulur-ulur pembuatan persetujuan ekstradisi. Ini memungkinkan para koruptor dan penjahat yang mengumpulkan kekayaan di Indonesia secara tidak sah lari ke sana.
Tidak usah heran bahwa sekarang di Singapura ada kekayaan orang Indonesia tidak sedikit. Menurut laporan perusahaan keuangan Merrill Lynch & Capgemini, dari 55.000 orang kaya Singapura, sepertiga adalah orang Indonesia dengan kekayaan sekitar 87 miliar dolar Singapura atau Rp 506,8 triliun.
Ini laporan perusahaan yang resmi, sedangkan menurut pihak-pihak yang kurang resmi kekayaan orang Indonesia yang diparkir di Singapura mencapai 300 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.800 triliun . Dalam jumlah itu, ada uang yang sah, tetapi terbanyak adalah uang yang diperoleh tidak sah dalam berbagai usaha gelap dan korupsi di Indonesia.
Memang Singapura tidak mempunyai larangan money laundering, satu hal yang amat aneh karena bangsa itu suka menyombongkan kemajuannya dan usahanya menyamai negara maju.
Ditentukan Sendiri
Dari uraian itu, jelas sekali bahwa hubungan Indonesia dengan negara tetangganya amat ditentukan oleh kondisi Indonesia sendiri. Hanya Indonesia yang kuat yang dapat memaksakan respek tetangga terhadapnya, sehingga terwujud hubungan yang harmonis.
Selama Indonesia kacau keadaannya, kurang ada disiplin sehingga lemah dan kurang mampu dalam berbagai aspek, tetangga menganggap enteng kepada Indonesia.
Itu diperkuat oleh kenyataan bahwa rakyat Indonesia kurang pendidikannya dibandingkan rakyat mereka, hidup miskin sehingga mudah diperdaya serta mudah disuap. Mereka memandang Indonesia terutama dari sudut bagaimana memperoleh keuntungan maksimal dari kelemahan Indonesia itu.
Maka menjadi kewajiban kita, khususnya yang duduk sebagai pimpinan nasional, untuk berusaha menjadikan negara dan bangsa kita kuat dan terhormat. Kekuatan Indonesia juga sangat dipengaruhi perilaku elite nasional dan seluruh bangsa Indonesia harus menjadi tangguh, di mana disiplin tegak di seluruh masyarakat.
Hukum berlaku sepenuhnya dan pelanggaran ditindak, juga yang dilakukan orang asing. Korupsi diberantas tegas agar makin lenyap. Prestasi dan kualitas makin berkembang dan terlihat di semua pekerjaan, sehingga tidak perlu ke Singapura atau Malaysia hanya untuk check-up kesehatan atau berobat
Sebaliknya malahan Indonesia menjadi daya penarik bagi bangsa lain karena dapat diandalkan dalam melakukan berbagai pekerjaan. Dan itu didukung oleh daya tangkal yang efektif sehingga aman dan damai.
Para anggota ASEAN pun tahu dan sadar bahwa kekuatan ASEAN amat ditentukan oleh kondisi Indonesia. Sebelum 1967 ketika Indonesia tidak berminat turut dalam persetujuan Asia Tenggara, bangsa Asia Tenggara lain tidak mampu membentuk ASEAN, sekalipun didukung AS dan sekutunya. Sekarang pun kalau Indonesia tidak kuat dan tidak cukup wibawanya, ASEAN kehilangan arti dan relevansinya.
Oleh sebab itu, Indonesia yang kuat dan berwibawa tidak hanya penting dan bermanfaat bagi Indonesia, melainkan juga bagi semua bangsa Asia Tenggara.
Hendaknya pimpinan nasional Indonesia dapat menimbulkan kesadaran itu kepada tetangga kita di ASEAN. Adapun hubungan dengan Australia dengan sikapnya sebagai perpanjangan AS, hanya kekuatan Indonesia yang nyata yang dapat menjadi landasan bagi hubungan yang harmonis dan bersahabat.
Penulis adalah purnawirawan Pati TNI.
Source : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0703/05/opi01.html
No comments yet.